Diminta Buka Rekening dan Transfer ke Sejumlah Orang, Ipar Sudikerta Ungkap Aliran Uang Rp 85 M
Kini, adik iparnya yang bernama Ida Bagus Herry Trisna Yuda juga membuat posisi Sudikerta kian terjepit.
Penulis: Putu Candra | Editor: Widyartha Suryawan
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Tak hanya anak buahnya, Gunawan Priambodo, yang menyudutkan posisi mantan Wakil Gubernur Bali, I Ketut Sudikerta, terkait perkara dugaan tindak pidana pencucian uang, penipuan atau penggelapan dan pemalsuan senilai Rp 150 miliar.
Kini, adik iparnya yang bernama Ida Bagus Herry Trisna Yuda juga membuat posisi Sudikerta kian terjepit.
Pasalnya, Gus Herry membeberkan aliran uang senilai Rp 85 miliar lebih kepada beberapa pihak.
Hal ini diungkapkan Gus Herry saat menjadi saksi pada sidang lanjutan kasus jual beli tanah tersebut di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Kamis (31/10/2019).
"Semua uang (Rp 85 miliar) yang saya transfer ke sejumlah orang atas perintah Sudikerta," katanya.
Sebelumnya, pada sidang Selasa (29/10/2019), saksi kunci Gunawan Priambodo, mengungkap peran mantan Wakil Bupati Badung itu.
Gunawan menyebutkan seluruh transaksi yang dilakukannya atas sepengetahuan dan seizin Sudikerta.
Gunawan merupakan Direktur Utama PT Pecatu Bangun Gemilang yang bertugas mengawasi dan menjalankan perusahaan yang diklaim milik Sudikerta.
Selain dirinya, istri Sudikerta yaitu Ida Ayu Ketut Sri Sumiantini menjabat sebagai Komisaris Utama.
Sementara pada persidangan kemarin, Gus Herry juga mengaku ditekan oleh Sudikerta untuk tutup mulut kala diperiksa oleh penyidik kepolisian Polda Bali.
Pengakuan Gus Herry terungkap saat dicecar oleh tim penasihat hukum terdakwa I Wayan Wakil dan AA Ngurah Agung.
• Ketut Sudikerta Kian Tersudut, Saksi Kunci Ini Beberkan Semua Transaksi Seizin Mantan Wagub Bali
"Dalam BAP, di pemeriksaan pertama, kedua, dan ketiga saksi tidak terbuka. Saat itu saksi didampingi pengacara Togar Situmorang. Tapi setelah tidak didampingi dan saksi sendirian, saksi baru secara gamblang menjelaskan aliran dana. Kenapa?" tanya Agus Sujoko selaku koordinator penasihat hukum dua terdakwa lainnya, Wayan Wakil dan AA Ngurah Agung.
"Saya mendapat tekanan," jawab Gus Herry.
"Siapa yang menekan?" kejar Agus Sujoko.
"Pak Sudikerta," jawabnya tegas.
Kemudian Gus Herry menyerahkan lembaran kertas kepada Hakim Ketua Esthar Oktavi.
Dalam lembaran itu berisi percakapan via WhatApps (WA) antara Sudikerta dan Gus Herry.
Dibacakan Hakim Esthar Oktavi, intinya Sudikerta memerintahkan Gus Herry saat diperiksa oleh penyidik kepolisian seolah-olah tidak mengetahui apapun, termasuk adanya aliran dana senilai Rp 85 miliar.
Tidak berhenti sampai di sana, Agus Sujoko juga menanyakan apakah saksi kenal dengan Wayan Wakil. Gus Herry mengaku baru tahu dengan Wayan Wakil di persidangan.
Pun dikonfirmasi mengenai aliran uang yang pernah ditransfer ke Wayan Wakil, saksi Gus Hery menyatakan atas perintah Sudikerta.
"Siapa yang memberikan rekening Wayan Wakil ke saksi?" tanya Agus Sujoko.
"Pak Sudikerta," jawab Gus Herry singkat.
Sebelum Gus Herry memberikan keterangan, tim penasihat hukum Sudikerta sempat mengajukan keberatan.
Pasalnya saksi Gus Herry masih ada hubungan kekerabatan dengan terdakwa Sudikerta.
Namun keberatan itu dimentahkan oleh Gus Herry. Di muka persidangan dirinya menegaskan tetap akan memberikan kesaksian.
"Sebagai warga negara yang baik, karena dipanggil oleh kejaksaan, saya siap dan tetap akan memberikan keterangan," tegasnya.
Sementara terkait aliran uang, Gus Gerry mengungkapkan pernah diperintahkan Sudikerta untuk membuka rekening di Bank BCA Cabang Kuta.
Saat itu Sudikerta mengajaknya ke Bank BCA Kuta dan memberikan cek senilai Rp 85 miliar yang nantinya dimasukkan ke rekening yang baru dibuka itu.
"Seingat saya itu awal 2014. Waktu itu saya diminta tolong oleh kakak ipar saya (Sudikerta) membuka rekening di BCA atas nama saya. Saya sempat menanyakan kenapa saya diminta membuka rekening. Kok tidak ke perusahaan. Saya disuruh diam oleh Sudikerta dan diminta buka rekening," bebernya.
Dirinya mempertanyakan itu karena merasa takut melihat jumlah uang yang begitu besar.
"Apakah saksi tidak menanyakan dari mana sumber uang sebesar itu?" tanya Jaksa Martinus.
"Saya takut. Saya tidak tanyakan sumbernya dari mana, karena dia masih menjabat Wagub dan saya pikir itu uang hasil jual beli tanah. Dia minta saya diam saja," jawab Gus Herry.
"Jujur saya sempat berkonsultasi ke kakak saya (istri Sudikerta). Kakak saya bilang agar membantu kakak ipar saya menaruh uang. Kalau dibilang terpaksa, ya saya merasa terpaksa," imbuhnya.
Beberapa hari berselang, dirinya pun kembali diperintahkan Sudikerta untuk mencairkan dan mentransfer uang yang ada di rekening BCA ke sejumlah pihak.
Dari Rp 85 miliar dicairkan tahap pertama Rp 30,5 miliar dan atas perintah Sudikerta, saksi Gus Herry mentransfer ke beberapa pihak di antaranya Rp 14 miliar ke Notaris Triska Damayanti, Rp 2 miliar ke Made G Putrawan.
Sisanya digunakan Sudikerta. Juga mentrasfer ke pegawai notaris Nely dan ke ajudan Sudikerta.
Sisa Rp 50 miliar kemudian dideposito. Namun dikatakan Gus Herry tak lama kemudian kembali Sudikerta memerintah untuk mencairkan deposito secara bertahap dan ditransfer ke sejumlah pihak.
Pencairan deposito tahap pertama sebesar Rp 10 miliar yang kemudian ditransfer ke Sudikerta Rp 3 miliar, ke Wayan Santoso Rp 4 miliar, ke ajudan Sudikerta atas nama Sanjaya senilai Rp 2 miliar dan ke Wayan Wakil Rp 300 juta.
Pencairan deposito berjalan hingga empat tahap. Hingga uang senilai Rp 85 miliar habis.
"Semua uang yang saya transfer ke orang-orang itu atas perintah Sudikerta," jelas Gus Herry.
"Dari uang sebesar itu saksi tidak mendapat bagian?" tanya Hakim Esthar.
"Rp 85 miliar semua sudah habis. Saya bersumpah demi anak dan leluhur, saya tidak mendapat bagian sepeser pun," ucapnya.
Saksi lainnya yang dihadirkan tim jaksa yang dikoordinir I Ketut Sujaya adalah mantan Kasi Pengukuran BPN Badung, I Komang Widana.
Dalam keterangannya, pria yang kini bertugas di BPN Buleleng ini membenarkan adanya permohonan penggantian sertifikat dan permohonan pengukuran tanah.
Bahkan dikatakannya, Sudikerta yang waktu itu menjabat Wakil Bupati Badung sempat datang ke BPN Badung.
"Terdakwa sempat ke ruangan saya, bersama Dayu Mas Sukerti dan Ibu Sudjarni. Di sana memang ada pembicaraan permohonan sertifikat," tuturnya.
Dirinya mengatakan, empat tahun kemudian baru mengetahui ada masalah.
• Ketut Sudikerta Kian Tersudut, Saksi Kunci Ini Beberkan Semua Transaksi Seizin Mantan Wagub Bali
"Empat tahun kemudian baru saya tahu ada masalah. Ada sertifikat aspal (asli palsu)," ucap Widana.
"Sepengetahuan saudara sertifikat palsu dari mananya?" tanya Jaksa Sujaya.
"Saya sempat ditunjukan fotokopi sertifikat oleh penyidik Polda Bali. Memang mirip tapi palsu. Sertifikat yang bermasalah itu sertifikat yang bukan ada di Ibu Sudjarni," ungkapnya.
Terhadap keterangan dua saksi itu, Sudikerta tidak berkomentar banyak. Ia pun menyatakan akan menjawab melalui pembelaannya (pledoi)
Hal senada juga disampaikan terdakwa Wayan Wakil dan AA Ngurah Agung.
Namun sebelum sidang ditutup, Hakim Ketua Esthar Oktavi memberikan penegasan kepada tim jaksa untuk memanggil mantan Ketua BPN Badung, Tri Nugraha, untuk didengar keterangan di persidangan.
Terhadap permintaan hakim, jaksa mengatakan telah melakukan pemanggilan terhadap yang bersangkutan.
"Kami sudah melakukan panggilan pertama dan barusan mendapat kabar bahwa Pak Tri (Tri Nugraha) sedang bertugas. Pak Tri sekarang menjabat Kasubdit Pemantauan dan Evaluasi Tanah Non Pertanian di Kementrian Agraria dan Tata Ruang," terang Jaksa Eddy Arta. (*)