Kisah Cinta Soeharto & Bu Tien Tak Mengenal Pacaran: Witing Tresno Jalaran Soko Kulina
Meski di tengah kecamuk perang revolusi kala itu, hubungan cinta Soeharto yang berusia 26 tahun dan Hartinah (Tien Soeharto) 24 tahun bersemai.
TRIBUN-BALI.COM, -- Di tengah kecamuk zaman revolusi, Soeharto muda dikenal sebagai sosok perwira militer yang memiliki tempat terhormat kala itu.
Meski di tengah kecamuk perang revolusi kala itu, hubungan cinta Soeharto yang berusia 26 tahun dan Hartinah (Tien Soeharto) 24 tahun bersemai.
Meski beda latar belakang status sosial, kedua insan tersebut pun akhirnya meniti takdir sebagai pasangan suami istri.
Dilansir via Surya, Saat itu Soeharto berumur 26 dan Hartinah 24.
Menurut RE. Elson dalam bukunya 'Suharto: Sebuah Biografi Politik', hubungan cinta dua insan yang berbeda latar belakang status sosialnya itu diuntungkan oleh situasi zaman revolusi.
Era revolusi memungkinkan seorang pemuda desa seperti Soeharto memiliki “pamor” karena berkecimpung sebagai perwira militer yang memiliki tempat terhormat pada masa itu.
Itulah yang membuat gambaran Soeharto berbeda di depan mata calon mertuanya, selain tentu saja karena hubungan dekat keluarga pamannya dengan orangtua Hartinah.
“Perkawinan kami tidak didahului dengan cinta-cintaan seperti yang dialami oleh anak muda di tahun delapan puluhan sekarang ini. Kami berpegang pada pepatah, ‘witing tresna jalaran saka kulina,” kata Soeharto kepada Ramadhan KH, dalam 'Ucapan, Pikiran dan Tindakan Saya'.
Tak ada bulan madu bagi mereka karena tiga hari setelah pernikahan, Soeharto harus kembali ke Yogyakarta untuk berdinas. Mereka pun tinggal di Jalan Merbabu Nomor 2.
Seminggu setelah itu, Soeharto harus meninggalkan sang istri karena ditugaskan ke Ambarawa untuk menghadapi serangan Belanda dari Semarang.
Menjadi istri tentara di zaman Perang kemerdekaan memang berat.
Bahkan, saat harus melahirkan anak pertamanya, Hartinah terpaksa tak bisa ditemani Soeharto yang sedang bertempur. Meski begitu, dia tetap tegar dan setia.
Pernah suatu hari, Soeharto terlihat penat karena tugas militer dan hampir menyerah.
Hartinah dengan lembut berkata, “Aku dulu menikah dengan tentara, bukan dengan sopir. Jadilah tentara yang bermartabat.”
Dalam otobiografinya, Soeharto menulis ia dan sang istri selalu menjaga ketentraman rumah tangga dengan cinta dan pengertian.