Warga Selasih Lakukan Aksi Blokade
Petani Selasih Gianyar Ajukan 4 Permintaan, Mediasi Alot & Pembuldoseran Diminta Stop Dulu
Mediasi antara PT. URDD dan Serikat Petani Selasih (SPS) Banjar Selasih, Desa Puhu, Payangan kembali digelar, Minggu (24/11).
Penulis: I Wayan Eri Gunarta | Editor: Ady Sucipto
TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR – Mediasi antara PT. URDD dan Serikat Petani Selasih (SPS) Banjar Selasih, Desa Puhu, Payangan kembali digelar, Minggu (24/11).
Mediasi terkait urusan lahan itu berlangsung alot, dimulai dari pukul 10.00 Wita dan baru berakhir pukul 15.34 Wita atau berlangsung sekitar 5,5 jam.
Belum tercapai kesepakatan yang bulat atas empat poin permintaan yang diajukan oleh pihak petani ke PT. URDD.
Terlihat lima anggota dewan ketog semprong, ikut hadir dalam mediasi tersebut, yaitu anggota DPR RI I Nyoman Parta, anggota DPD RI Gusti Ngurah Arya Wedakarna, anggota DPRD Bali Made Rai Warsa, dan dua orang anggota DPRD Gianyar, I Nyoman Kandel serta I Nyoman Amertha Yasa.
Dalam proses mediasi itu mencuat empat poin permintaan SPS kepada PT Ubud Resort Duta Development (URDD).
Pertama, mengenai pemanfaatan pura.
SPS mengungkapkan bahwa di tanah seluas 103 haktere lebih yang dikuasai PT URDD, terdapat empat buah pura.
Empat pura itu adalah Pura Hyang Api Desa Adat Selasih, Pura Pucak Alit, Panti Pasek dan Pura Togog.
Warga meminta supaya empat pura tersebut tidak digusur. Terhadap permintaan itu, pihak PT URDD telah menyanggupinya.
Pihak PT URDD mengatakan, sejak awal mereka sudah berkomitmen untuk tidak akan menyentuh tempat suci.
Kedua, pihak petani meminta bahwa sebelum tanah tersebut digarap oleh pihak PT, supaya para petani diberi kesempatan untuk mengelola lahan, serta menikmati hasilnya dan bebas melakukan penebangan pohon yang ditanam.
Pihak petani mengatakan, sebelumnya petani kerap diancam untuk dipolisikan jika melakukan penebangan pohon.
Terhadap permintaan tersebut, PT. URDD mengabulkannya, namun dengan catatan.
Pihak PT mensyaratkan, tanaman utama yang harus ditanam petani di atas tanah PT adalah padi.
Sebab selama ini, tanaman yang mendominasi adalah pisang.
Tanaman pisang itu dianggap tidak memberikan pemandangan bagus, yang menyebabkan mitra PT. URDD tidak tertarik berinvestasi di sana.
Permintaan ketiga, apabila PT sudah membangun akomodasi pariwisata di lahannya, supaya masyarakat penggarap diajak bekerja pada perusahaan tersebut.
Keempat, para petani meminta rumah mereka yang berada di areal tanah PT. URDD tidak direlokasi.
Usai mediasi, anggota DPR RI I Nyoman Parta menyebutkan bahwa tiga butir permintaan, yakni nomor satu, dua dan tiga, telah disanggupi oleh pihak PT. URDD.
Namun untuk permintaan nomor empat, menurut Parta, pihak petani dan PT belum menemukan titik kesepakatan.
Sebab dalam hal ini, PT memiliki keinginan untuk merelokasi rumah warga dan menyediakan lahan di luar kawasan milik PT, namun lokasinya masih di kawasan banjar.
Di sisi lain, para petani menginginkan rumah mereka tidak digusur, lantaran untuk mendirikan rumah perlu biaya besar, baik untuk biaya pembuatan rumah serta biaya upakara.
Ketidaksepahaman ini, kata Parta, juga disebabkan perbedaan data antara SPS dan PT. URDD.
Pihak petani menyatakan ada 32 unit rumah yang berada di kawasan PT. Sedangkan data pihak PT menyatakan, di lahannya hanya ada 30 rumah.
“Pihak PT mengatakan akan melakukan rapat internal untuk permintaan poin ke empat ini, dan menurut saya itu masuk akal.
Namun kami berharap hal itu bisa secepatnya diputuskan, supaya permasalahan tak berlarut-larut,” tandas Parta.
Stop Dulu Pembuldoseran
Dalam mediasi tersebut, para petani juga meminta supaya PT. URDD tidak melakukan aktivitas pembuldoseran, serta menarik buldoser dan aparat kepolisian dari lokasi tersebut.
Alasan petani, hal tersebut menyebabkan masyarakat resah.
Anggota DPD RI Arya Wedakarna juga mengharapkan hal demikian.
“Polisi jangan berbenturan dengan adat. PT juga mohon hargai adat. Untuk meredam konflik, tolong rem dulu (aktivitasnya). Kita berikan waktu ke PT untuk rapat internal.
Polisi ditarik. Kalau dua hari ada keputusan, silakan lanjut. Kalau misalnya belum ada keputusan, jangan kerja dulu,” tandas Wedakarna.
Hendri, dari Divisi Hukum PT URDD, membenarkan bahwa pihaknya telah memenuhi tiga permintaan petani.
Namun, terkait relokasi 32 rumah, Hendri mengatakan pihaknya akan menggelar rapat internal.
Sebab sebelumnya, PT URDD telah memiliki rencana untuk merelokasi rumah warga.
“Sudah ada rencana relokasi, jumlahnya 30 rumah. Relokasinya tidak jauh dari sini. Tapi karena warga berkehendak lain, kami akan rapatkan dengan para atasan,” ujarnya.
Dalam mediasi itu, seorang warga petani Wayan Sudiantara dengan berkaca-kaca menceritakan kisah keluarganya terkait lahan mereka saat itu di Banjar Selasih, Desa Puhu, Payangan.
Sembari dipeluk oleh anak-anaknya, Sudiantara menceritakan bahwa pada 1980-an lalu, banyak petani yang tidak setuju menjual tanahnya.
Namun, kata dia, petani tidak bisa berbuat apa. Sebab, menurut Sudiantara, pada masa itu ada tekanan terhadap petani dari oknum petugas.
Bahkan, kata dia, ayahnya sampai bersembunyi setelah dicari-cari, karena tidak mau menjual tanahnya.
“Jika tidak mau menyerahkan tanahnya, maka tanah tersebut akan dipagar. Saya sebagai saksi mata. Bapak saya sampai sembunyi dicari, dan dikirimi surat.
Kalau tak menyerahkan tanah itu, tanah saya akan dipagar. Karena tanah itu penyambung nyawa masa depan keluarga saya, maka saya tidak jual,” ungkap Sudiantara, dengan nada parau.
Menurut Sudiantara, akhirnya pihak keluarganya kalah di pengadilan ketika perkaranya dibawa ke jalur hukum.
Dalam mediasi kemarin terungkap bahwa dua orang warga mengaku memiliki Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) dan SK Redistribusi (Redis).
Itu bisa mengisyaratkan bahwa jual beli tanah yang dilakukan dengan PT. URDD tidak sah.
Hendri dari Divisi Hukum PT URDD mengatakan, ia tidak tahu terkait adanya warga yang memiliki SPPT dan SK Redis.
Namun dia menegaskan bahwa tanah PT. URDD seluas 103 hektare lebih di Banjar Selasih itu telah memiliki 14 sertifikat HGB (Hak Guna Bangunan), dan pihaknya pun membayar SPPT dan PBB atas 14 bidang HGB itu.
“Terkait pengakuan adanya SPPT dan SK Redis, jujur kami tidak tahu soal itu.
Tapi terkait kepemilikan kami, bisa dikroscek di BPN (Badan Pertanahan Nasional) Gianyar,” kata Hendri menegaskan.(weg)