Usaha Sablon Nurhayati Penyebab Air Sungai Badung Memerah  

Air Sungai Tukad Badung di kawasan Kelurahan Dauh Puri Kauh, Jalan Imam Bonjol Utara, Denpasar tiba-tiba berubah warna jadi merah, Selasa (26/11)pagi.

Penulis: eurazmy | Editor: Ni Ketut Sudiani
Tribun Bali / M Ulul Azmy
Kepala Satgas DLHK bersama Perbekel Desa Dauh Puri Kauh meninjau kondisi sistem IPAL di tempat pengusaha tekstiel kain celup polos di Jalan Pulau Misol I, No 23, Denpasar, Selasa (26/11/2019) 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Air Sungai Tukad Badung, tepatnya di kawasan Kelurahan Dauh Puri Kauh, Jalan Imam Bonjol Utara, Denpasar tiba-tiba berubah warna jadi merah, Selasa (26/11) pagi.

Sejumlah warga dan pengendara banyak berhenti dan menepi untuk melihat air sungai yang semula berwarna hijau kecokelatan tiba-tiba berubah menjadi merah.

Seorang warga, Ketut Darsana, mengatakan heran melihat perubahan itu. Ia baru pertama kali melihat air sungai jadi warna merah darah.

''Tumben-tumben ini warnanya jadi merah darah kayak gini,'' katanya.

Penyebab paling mungkin dari perubahan warna air ini diduga akibat limbah sablon yang ada di kawasan ini. Para petugas Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Denpasar langsung mengecek ke lapangan melakukan penyelidikan.

Petugas  mengambil sampel air sungai, mencari sumber awal warna air tersebut dan berkoordinasi dengan perbekel. Seorang petugas DLHK di lapangan, Eko Astinawa mengatakan jumlah perusahaan sablon di kawasan tersebut memang banyak.

Diketahui kemudian sumber awal warna merah ini berasal dari kawasan belakang Banjar Batan Nyuh. ''Ini bukan darah, pastinya dari limbah sablon,'' tegasnya.

Petugas Satpol PP Denpasar pun akhirnya mengamankan Nurhayati, seorang pengusaha tekstil celup polos di bilangan Jalan Pulau Misol I, No 23 Denpasar.

Satgas DLHK Denpasar langsung melakukan uji laboratorium dan menyelidiki sistem Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di kediaman terduga pelaku.

Petugas UPT Laboratorium DLHK Denpasar mengambil sampel sejumlah 1 liter air sungai untuk diuji di laboratorium. Adapun lokasi air sungai yang diambil hanya di satu titik yakni di dekat jembatan Jalan Imam Bonjol utara, sekitar 1,5 km dari sumber limbah usaha tekstil.

Kepala UPT Lab DLHK Kota Denpasar, Mega mengatakan apabila dilihat secara kasat mata, sumber limbah diduga kuat berasal dari limbah tekstil. Hasil pasti uji laboratorium baru akan diketahui minimal dalam waktu 5 hari ke depan.

''Hasil uji lab ini nanti akan dipakai sebagai bahan dasar untuk tindak lanjut penegakan hukum kepada pengusaha terkait,'' katanya kepada Tribun Bali usai mengambil sampel air.

Kepala Satgas DLHK Denpasar, Eko Astinama mengatakan, hasil penyelidikan di tempat usaha tersebut menemukan bahwa sarana IPAL usaha kain celup polos ini tidak sesuai dengan standar baku mutu.

Akibatnya, hasil limbah pewarna tersebut merembes ke sungai dan berdampak pada perubahan warna air sungai yang berpotensi berbahaya bagi kesehatan lingkungan di sana.

Sebab itu, pihaknya sedang menunggu hasil uji lab nanti untuk mengetahui seberapa besar dampak limbah yang dihasilkan pelaku ini pada sungai.

Pihaknya akam menindak tegas setiap tindakan pencemaran lingkungan hidup sesuai UU No 32/2009 tentang pengelolaan Lingkungan Hidup.

''Perbuatan ini bisa dikenakan pidana termasuk denda kurang lebih sampai 3 miliar hingga penutupan usaha jika membandel,'' tegas pria yang bekerja sebagai staf di Bidang Penataan dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan DLHK ini.

Terancam Ditutup

Saat didatangi petugas DLHK dan Perbekel Desa, Nurhayati pun tak bisa berbuat banyak. Ia mengaku berjanji tidak akan mengoperasikan usahanya jika belum memiliki sistem IPAL yang baik.

Wanita asal Pekalongan ini mengaku sebelumnya tidak pernah memproduksi kain celup ini di lokasi kediaman yang sudah ditinggalinya sejak 2005 silam tersebut. Di sana, kata dia, hanya dimanfaatkan sebagai gudang kain celup sebelum didistribusikan.

''Tumben-tumben juga ini produksi karena ada pesanan mendadak warga buat seragam. Sebelumnya memang saya ga pernah produksi, saya jualan aja,'' katanya kepada petugas.

Namun karena tidak memiliki sistem IPAL yang baik, akhirnya limbah tersebut dialirkan ke sungai. ''Iya saya gak perhitungkan itu. Kalau produksi di Jawa ya biasanya langsung saya alirkan ke sungai gitu,'' katanya.

Ia mengaku hanya memproduksi 200 kain celup dalam semalam, namun ternyata dampak limbahnya cukup tinggi. Pantaun Tribun Bali, hingga saat ini kondisi air sungai yang tercemar ini masih berwarna merah dan limbah ini terus mengalir. Belum terlihat ada ikan di sungai yang terdampak akibat limbah ini.

Atas perbuatannya tersebut, Nurhayati akan mengikuti sidang tindak pidana ringan (Tipiring) pada Jumat (29/11/2019) depan.

"Kami amankan pukul 09.30 Wita, sudah kami lakukan penyidikan dan Jumat kami sidang tipiring di Pengadilan Negeri Denpasar," kata Kasat Pol PP Kota Denpasar, I Dewa Anom Sayoga.

Sayoga menambahkan bahwa pengusaha sablon ini tak memiliki izin usaha. Ia pun akan segera mengarahkan pada penutupan usaha ini.

"Ini bisa ditutup, saya memang sedang proses ke arah penutupan," kata Sayoga. 

Perbekel Desa Dauh Puri Kauh, I Gusti Made Suandhi juga sempat terkejut saat pertama kali melihat kondisi air sungai di wilayahnya yang berubah menjadi merah.

Padahal, selama ini pihaknya selalu melakukan pembinaan terhadap para pengusaha sablon maupun tekstil di wilayahnya untuk tidak mencemari lingkungan.

''Di wilayah saya ada sekitar 3-4 pengusaha sablon dan tekstil dan selalu kita bina untuk selalu mengelola limbah,'' katanya. (azm/sup)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved