Sudana: Lebih Baik Bekerja Banting Tulang untuk Membayar Iuran daripada Sakit seperti Istri Saya

Pria yang tinggal di Banjar Meregan, Klungkung ini dengan lugas menjawab dan mengambil contoh dari pengalaman yang istrinya alami hingga saat ini.

Editor: Widyartha Suryawan
BPJS Kesehatan
I Ketut Sudana bersama istrinya Nur Asmari. 

TRIBUN-BALI.COM, SEMARAPURA - I Ketut Sudana (71) adalah ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kabupaten Klungkung.

Berbagai pengalaman yang telah ia rasakan dalam berbagai jabatan dalam bidang perserikatan pekerja membuat Bapak lima orang anak ini begitu memahami apa yang sangat penting dalam dunia perburuhan.

Saat ditanya mengenai pentingnya program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS), pria yang tinggal di Banjar Meregan, Klungkung ini dengan lugas menjawab dan mengambil contoh dari pengalaman yang istrinya alami hingga saat ini.

“Istri saya sudah 4 tahun menjalani pengobatan cuci darah menggunakan JKN-KIS, tentu saya sendiri membuktikan bahwa betapa bermanfaatnya program JKN-KIS ini bagi masyarakat. Setiap hari Senin dan Kamis saya rutin mengantar istri untuk cuci darah di salah satu rumah sakit di Denpasar dan selama 4 tahun ini tidak ada kendala yang saya alami serta tidak ada biaya sepeser pun yang harus saya keluarkan selain di luar pengobatan cuci darah istri saya,” ungkap Sudana.

Istrinya bernama Nur Asmari (57), seorang pensiunan guru di Kabupaten Klungkung.

Empat tahun yang lalu istrinya mengalami sakit dan setelah diperiksa di rumah sakit ternyata ginjal istrinya bermasalah dan berbuntut cuci darah.

Hal itu tentu mengganggu aktifitasnya karena istri yang ia cintai harus mengalami sakit yang di luar dugaan baginya.

Hal tersebut juga membuatnya tidak terlalu aktif lagi pada organisasi SPSI dan memilih fokus terhadap pengobatan istrinya karena anak-anaknya telah menikah keluar bahkan ada yang bekerja di luar negeri.

Saat tim Jamkesnews menanyakan tentang adanya peserta yang menunggak iuran, dirinya kembali menjawab dengan pengalaman yang ia rasakan.

Ia menganggap masyarakat yang menunggak tersebut karena kekurangpahaman mereka terhadap program JKN-KIS ini.

Selain itu terdapat faktor “kenakalan” dari peserta yang menunggak karena memang karakter yang melekat pada manusia yang hanya memikirkan keuntungan diri sendiri saja.

“Jika boleh memilih saya lebih baik bekerja banting tulang untuk membayar iuran meskipun harus berkali-kali lipat dari iuran JKN-KIS yang sekarang daripada harus melihat istri saya sakit seperti sekarang. Saya yakin sebesar-besarnya iuran JKN-KIS masih sangat murah dibanding biaya pengobatan yang didapatkan oleh peserta seperti yang saya alami. Ketika sakit seperti istri saya saat ini, tentu yang terlintas pertama adalah keinginan untuk sehat kembali karena uang menjadi tidak akan berarti jika dibandingkan dengan sakit yang dialami istri saya,” ujarnya.

Sebagai Ketua SPSI ia mengimbau kepada pekerja atau buruh agar patuh terhadap aturan dari program JKN-KIS.

Semua iuran yang dibayarkan oleh pekerja tidak pernah sia-sia karena menjadi sebuah gunung es iuran yang akhirnya cair dan mengalir memberikan kesejukan bagi peserta JKN-KIS lainnya yang saat ini sedang menjalani pengobatan.

Menurutnya lagi, iuran yang saat ini dibayarkan oleh peserta JKN-KIS menjadi investasi bagi kesehatannya di masa yang akan datang karena dapat dipastikan begitu banyak peserta lain terbantu dan mengucapkan syukur yang teramat besar atas gotong-royong dari peserta yang sehat.

Ia berharap program JKN-KIS dapat berjalan secara terus-menerus dan sesuai dengan yang diharapkan. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA
    KOMENTAR

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved