Museum HAM Munir Resmi Didirikan di Kota Batu Jatim

Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Pemerintah Kota Batu meresmikan peletakan batu pertama pembangunan Museum HAM Munir, Minggu (8/12/2019).

Editor: Ni Ketut Sudiani
KOMPAS.COM/ANDI HARTIK
Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa bersama Suciwati, istri Munir dalam peletakan batu pertama pembangunan Museum HAM Munir di Kota Batu, Jawa Timur, Minggu (8/12/2019). 

TRIBUN-BALI.COM, BATU - Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Pemerintah Kota Batu meresmikan peletakan batu pertama pembangunan Museum HAM Munir, Minggu (8/12/2019).  Peletakan batu pertama ini bertepatan dengan tanggal kelahiran Munir, yaitu 8 Desember.

Pengambilan nama Munir sebagai nama museum dikarenakan ia dinilai sebagai ikon perjuangan HAM. Terbentuknya museum ini juga karena inisiatif dari istri Munir yaitu Suciwati dan teman-teman Omah Munir, didukung para aktivis dan Komnas HAM.

Dalam sambutannya saat peresmian batu pertama Museum Munir (8/12/2019), Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa mengungkapkan bahwa berdirinya museum ini merupakan kebersamaan membangun prinsip hak asasi manusia serta membangun pembelajaran, literasi dan edukasi yang masif sebagai upaya memanggil memori untuk universalisme kemanusiaan, termasuk dari berbagai agama.

Pengurus Yayasan Omah Munir, Andi Achdian mengapresiasi dukungan positif dari Gubernur Jawa Timur, Walikota Jawa Timur, Komnas HAM serta dukungan banyak pihak untuk mendukung berdirinya Museum HAM Munir.

"Harapan di masa depan, museum ini bukan saja menjadi tempat yang menyimpan koleksi dari berbagai artefak yang mengingatkan generasi muda Indonesia terhadap perjalanan sejarah HAM di Indonesia, tetapi juga menjadi sebuah pusat pembelajaran bagi generasi muda Indonesia mempelajari nilai-nilai penting HAM untuk membangun Indonesia masa depan yang berkeadilan dan menghormati hak-hak asasi warganya," tutur Andi Achian dalam sambutannya.

Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik mengungkapkan pentingnya pembangunan museum HAM Munir ini.

"Bagi kami, bagi kita semua, ini penting sebagai penanda komitmen kita semua untuk penegakkan keadilan hak asasi manusia," kata Ahmad saat dihubungi Kompas.com, Minggu (8/12/2019) malam.

Menurut Ahmad, pembangunan museum itu bisa menjadi tanda komitmen untuk terus memperjuangkan apa yang telah diperjuangkan Munir dan pejuang HAM lainnya.

"Jadi kita mau, museum ini sekaligus untuk terus menggelorakan semangat perjuangannya Cak Munir dan pejuang-pejuang HAM yang lain tentunya," tambah Ahmad.

Ia mengungkapkan bahwa museum ini akan menjadi sarana pendidikan, terutama bagi kalangan muda. Museum HAM Munir di antaranya akan berisi tentang sejarah perjuangan HAM, baik di lingkup nasional maupun internasional.

"Agar mereka tahu bahwa ada sejarah di mana bangsa ini selain banyak hal-hal yang sudah maju, tetapi juga catatan-catatan sejarah. Ada peristiwa-peristiwa yang kita sebut sebagai tragedi kemanusiaan. Tujuannya supaya itu tidak diulang lagi," jelas Ahmad.

Kehadiran Museum HAM Munir juga bertujuan menjadi pengingat akan tugas-tugas penegakan HAM yang belum terselesaikan. Menurut Ahmad, ada tiga poin penting yang menjadi tugas penegakan HAM di Indonesia.

Pertama adalah soal penyelenggaran HAM berat. Ahmad mengungkapkan bahwa belakangan Pemerintah mulai menghidupkan kembali ide tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi ( KKR). Komnas HAM pun telah diajak untuk berdiskusi oleh Menkopolhukam.

"Tapi kami ingatkan untuk menyusun ide seperti itu untuk mengajak keluarga korban untuk berdiskusi. Karena mereka sebagai korban adalah subjek yagn perlu diajak untuk berbicara. Juga untuk pengungkapan kebenaran. Jadi prinsip-prinsip KKR harus dipenuhi dengan undang-undang atau dasar hukum yang kuat. Selama ini kan gak ada," tutur Ahmad.

Menurutnya, Komnas HAM mendukung usulan pemerintah, asal syarat-syarat tersebut dipenuhi. Namun, ia menambahkan bahwa antar satu kasus dengan kasus lain tidak dapat digeneralisasi. Oleh karena itu, perlu dibahas satu persatu.

Kedua adalah soal konflik agraria dan sumber daya alam. Ahmad mengatakan bahwa sudah berkali-kali dialog dilakukan dengan pemerintah untuk memberikan catatan-catatan perbaikan, dari masalah pertambangan hingga perkebunan.

Menurutnya, pembangunan infrastruktur menyisakan konflik-konflik pertanahan, sumber daya alam, di mana masyarakat yang terkait dirugikan.

"Kita menginginkan kebijakan-kebijakan agraria yang lebih progresif, yang lebih memenuhi keadilan bagi masyarakat terutama di daerah-daerah yang terkena dampak dari investasi ataupun infrastruktur," jelas Ahmad.

Kemudian yang ketiga yaitu intoleransi, ekstremisme yang menggunakan kekerasan.

"Itu menurut kami adalah isu yang juga perlu diatasi. Diskriminasi terhadap minoritas misalnya, masih sering terjadi dalam pembangunan rumah ibadah, menjalankan ibadah tertentu, ada gangguan-gangguan di mana aparat keamanan tidak sungguh-sungguh untuk menjaga ketenangan dari warga yang mengekspresikan atau menjalankan ibadahnya. Itu tantangan selanjutnya," pungkas Ahmad.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pembangunan Museum HAM Munir, Apa Saja PR Penegakan HAM di Indonesia?". 

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved