Nikmatnya Menjelajah Sungai di Antara Tebing Krisik Waterfall
Bangli begitu kaya akan wisata air terjun, satu di antaranya adalah Krisik Waterfall, di Tembuku, Bangli, Bali.
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Ni Ketut Sudiani
TRIBUN-BALI.COM, BANGLI – Bangli begitu kaya akan wisata air terjun, satu di antaranya adalah Krisik Waterfall, di Tembuku, Bangli, Bali. Dihiasi bebatuan di antara tebing, air terjun ini cukup tinggi dan indah.
Siska, satu di antara turis lokal dibuat takjub oleh air terjun di wilayah Tembuku Kelod ini.
Saat Tribun Bali menyusuri wilayah ini, belum ada biaya retribusi, hanya dalam bentuk dana punia atau donasi seikhlasnya.
“Keren banget sih, soalnya berbeda dari air terjun biasanya,” ujar Siska kepada Tribun Bali, beberapa waktu lalu.
Sesungguhnya ada dua air terjun di tempat ini. Untuk mencapainya, pengunjung harus menyusuri sungai dengan berjalan kaki.
Air sungai hanya setinggi semata kaki hingga di bawah lutut, sehingga aman saat arus lambat.
Wayan Sudarsana, anggota Subak Tembuku Kelod, mengatakan subaklah sebagai pengelola air terjun ini.
“Anggota kami ada sekitar 80an orang, dan kami mengelola Krisik Waterfall secara bergantian,” jelasnya.
Per hari ada sekitar 10 anggota yang berjaga di sekitar air terjun. Air terjun ini memiliki air segar dan cukup dingin, sehingga sangat menyegarkan.
Debit air yang tidak terlalu besar, membuat anak-anak bisa bebas bermain dan para wisatawan dapat mengambil foto dengan nyaman dan aman.
Sebelum mencapai air terjun kedua, terdapat kolam alami yang sangat indah dan cocok untuk berendam.
Wayan Sudarsana menjelaskan asal muasal nama Krisik Waterfall ini.
“Jadi dahulu itu, masyarakat di sini secara turun-temurun kasak-kusuk atau dalam Bahasa Bali krasak-krusuk bahwa ada air terjun di sini. Lalu kemudian disebutlah Krisik Waterfall,” sebutnya.
Air terjun ini akhirnya diperkenalkan secara umum, sejak Agustus 2018 lalu.
Tak dinyana, ternyata antusiasme turis lokal dan asing cukup tinggi.
“Rencana ke depan, jika lancar sebagai destinasi wisata. Semoga bisa membantu petani dan untuk biaya beli rabuk, dan upacara di pura dari retribusi,” jelasnya.
Jika pun nanti dikenakan retribusi, sebutnya, tidak akan lebih dari Rp 20 ribu.
“Ke depan akan dibangun jalan, tempat duduk seperti gazebo dan fasilitas ruang ganti agar tamu nyaman,” imbuhnya. (ask)