Tahun Baru di Bali

8 Wisata Spritual yang Dapat Dikunjungi Saat Liburan Tahun Baru 2020 di Bali

Mengunjungi tempat wisata spiritual juga dapat dijadikan salah satu pilihan untuk mengisi liburan tahun baru 2020 di Bali.

Penulis: Meika Pestaria Tumanggor | Editor: Eviera Paramita Sandi
Tribun Bali/Cisilia Agustina S
Suasana melukat di beji Pura Dalem Pingit Sebatu, Gianyar 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Bali yang kaya dengan wisata alam juga memiliki banyak tempat untuk wisata spiritual.

Wisatawan dapat mengunjungi beberapa tempat wisata spiritual di Bali untuk mendapatkan ketenangan batin maupun jiwa dan kental dengan kebudayaan.

Mengunjungi tempat wisata spiritual juga dapat dijadikan salah satu pilihan untuk mengisi liburan tahun baru 2020 di Bali.

Berikut beberapa tempat wisata spiritual di Bali yang dapat dikunjungi:

1. Taman Gili Dukuh di Desa Blahkiuh, Abiansemal, Badung

Taman Gili Dukuh berada tepat di atas Kolam Renang Tirta Arum, tepatnya di Banjar Kembangsari, Desa Blahkiuh, Abiansemal.
Taman Gili Dukuh berada tepat di atas Kolam Renang Tirta Arum, tepatnya di Banjar Kembangsari, Desa Blahkiuh, Abiansemal. (Tribun Bali/Agus Aryanta)

Masyarakat Desa Blahkiuh memiliki wisata spiritual yang dinamai Taman Gili Dukuh.

Taman Gili Dukuh berada tepat di atas Kolam Renang Tirta Arum, tepatnya di Banjar Kembangsari, Desa Blahkiuh, Abiansemal.

Taman Gili Dukuh dibangun dengan sebagai salah satu upaya pelestarian adat, agama, dan budaya di Desa Blahkiuh.

Dulunya masyarakat desa Blahkiuh melasti ke Pantai Seseh, Pantai Batu Bolong.

Kini masyarakat setempat mulai memanfaatkan sumber mata air yang dimiliki.

Selain menghemat waktu juga menghindari keramaian.

Di lingkungan Taman Gili Dukuh memiliki lima fungsi berbeda dalam satu kawasan yakni sebagai tempat melasti, tempat penglukatan umum, Kolam Renang Tirta Arum yang sering digunakan perlombaan bertaraf nasional, pemandian umum masyarakat setempat dan Bumi Perkemahan Dukuh.

2. Gua Panji Landung dan Kuburan Dadong Guliang di Klungkung

ANGKER - Seorang warga mengunjungi Gua Panji Landung di Desa Akah, Klungkung, Rabu (30/1/2019).
ANGKER - Seorang warga mengunjungi Gua Panji Landung di Desa Akah, Klungkung, Rabu (30/1/2019). (Tribun Bali/Eka Mita Suputra)

Nuansa magis terasa saat memasuki areal Gua Panji Landung di Desa Akah, Klungkung.

Suasananya yang sunyi ditambah gemercik suara air seakan membuat hati terasa tenang berada di sana.

Kondisi ini pun membuat Komunitas Peduli Desa Akah (Kompak) menjadikan lokasi itu sebagai destinasi wisata spiritual.

Sinyal handphone seketika hilang saat memasuki wilayah Gua Panji Landung.

Untuk mencapai goa tersebut, harus berjalan menyusuri aliran sungai.

Suasananya sangat tenang, juga sangat sunyi dan temaram karena cahaya matahari terhalang oleh rimbunnya pepohonan.

Gua Panji Landung menjadi satu di antara beberapa lokasi angker yang dijadikan wisata spiritual.

Berdasarkan kisah turun menurun dari masyarakat, dahulu di sekitar Gua Panji Landung tinggal sepasang suami istri.

Namun suami istri itu diterjang banjir besar hingga jenazahnya ditemukan di Sanur, Denpasar.

Namun secara niskala, keduanya masih bersemayam di Gua Panji Landung.

Lokasi ini terdiri dari gua yang memiliki tinggi sekitar 10 meter dengan lebar sekitar lima meter.

Di lokasi itu juga terdapat tiga mata air yang diyakini dapat menyembuhkan berbagai penyakit, terutama penyakit nonmedis.

Selain Gua Panji Landung, lokasi sakral yang juga diubah jadi destinasi wisata spiritual adalah Kuburan Dadong Guliang yang terletak di tegalan milik keluarga I Ketut Konten di Banjar Sukaduka Hyangapi, Desa Pakraman Akah, Kecamatan Klungkung.

Dadong Guliang merupakan sosok yang melegenda di Desa Akah, dan tercatat dalam lontar yang mengisahkan asal mula Desa Pakaman Akah.

Dadong Guliang merupakan perempuan asal Desa Guliang, Bangli.

Karena ada persoalan di tempat asalnya, Dadong Guliang memilih berkelana menuju sebuah lahan kosong ke Klungkung yang kini disebut Banjar Sukaduka Hyangapi, Desa Akah.

Banyak masyarakat yang takut oleh kesaktian Dadong Guliang sehingga warga sampai mengungsi ke desa lain.

Bahkan sampai memindahkan lokasi Pura Dalem.

Dadong Guliang menghabiskan sisa hidupnya di Desa Akah, dan dibuatkan kuburan yang luasnya hanya 3x3 meter.

Saat ini kuburan itupun sangat dikeramatkan, dan dipercaya memiliki dimensi niskala.

Karena sarat akan nuansa magis dan historis, maka kuburan Dadong Guliang itupun akan dijadikan sebagai obyek wisata spiritual.

3. Pura Tirta Dawa Gunung Kawi di Gianyar

Pura Tirta Dawa Gunung Kawi, di Banjar Sebatu, Desa Sebatu, Tegalalang, Gianyar
Pura Tirta Dawa Gunung Kawi, di Banjar Sebatu, Desa Sebatu, Tegalalang, Gianyar (Tribun Bali)

Sejak tahun 1972, Pura Tirta Dawa Gunung Kawi merupakan destinasi pariwisata spiritual yang terletak di Banjar Sebatu, Desa Sebatu, Tegalalang, Gianyar.

Wisatawan macanegara sudah beramai-ramai mengunjung Pura Tirta Dawa Gunung Kawi.

Sebagian besar dari wisatawan yang datang ke sini untuk mencari ketenangan.

Sebab, udaranya yang sejuk, jauh dari kebisingan, serta pekatnya aura suci di kawasan ini membuat semua beban pikiran hilang begitu saja.

4. Air Terjun Tukad Cepung

Air Terjun Tukad Cepung
Air Terjun Tukad Cepung (Tribun Bali/Ni Putu Diah Paramitha Ganeshwari)

Air Terjun Tukad Cepung memiliki pesona yang berbeda.

Pesona tersebut terletak pada imaji petualangan yang dapat dirasakan sebelum mencapai air terjun ini.

Perjalanan ini dimulai dengan sesuatu yang sangat umum bagi penjelajah air tejun.

Setelah meninggalkan loket karcis, pemandangan hijau berupa hutan dan padang rumput gajah hadir di depan mata.

Sambil menikmati momen tersebut, satu per satu anak tangga telah menunggu untuk dipijak.

Di pertengahan, pengunjung mulai melihat aliran sungai.

Sungai ini pun nantinya akan terbagi menjadi dua jalur.

Satu jalur mengalir secara alami, yang nantinya akan jatuh membentuk air terjun Tukad Cepung.

Sementara satunya lagi mengalir di kanal buatan yang sesekali akan berhadapan beberapa pintu dam.

Sampai di bagian ini, rasa-rasanya suasana mulai terlihat berbeda dengan kebanyakan air terjun.

Anda pun bisa saja bertanya-tanya letak air terjun yang dijanjikan itu.

Jalanan yang terlihat datar seolah tak menunjukkan tanda-tanda akan adanya air terjun.

Ketika Anda mulai melewati sebuah jembatan kayu kecil, barulah suasana air terjun terasa.

Anda bisa mendengar gemericik air yang jatuh dari ketinggian.

Anda pun akan menemukan papan petunjuk menuju air terjun, mengarah pada jalan turunan yang agak curam.

Namun begitu melewati tangga ini, sebuah keindahan telah menanti Anda.

Tebing-tebing batu padas berdiri di depan mata.

Tebing tersebut membentuk celah lorong seperti sebuah gua, namun pada bagian atasnya masih ada celah yang membiarkan cahaya masuk.

Ketinggiannya seolah membangun rasa takjub sekaligus menimbulkan kesan misteri.

Di antara tebing padas tersebut, sebuah sungai kecil mengalir.

Aliran airnya termasuk kecil dan tak begitu dalam.

Hanya sekitar mata kaki hingga di bagian bawah betis orang dewasa.

Aliran ini merupakan terusan dari air terjun Tukad Cepung yang akan Anda lihat di ujung dinding padas.

Berdiri di depan Air Terjun Tukad Cepung seolah membayar semua lelah selama perjalanan.

Karena terletak di antara dua tebing, cahaya di tempat ini pun terbatas biarpun pada siang hari.

Namun hal inilah yang barangkali membuat suasana di sana begitu sejuk.

Jumlah jatuhnya air tak seberapa besar, namun tetap menawan.

Selain dapat menikmati indahnya air terjun, tempat ini juga dapat dijadikan sebagai berwisata spiritual.

Ada sebuah tempat pengelukatan bernama Tirta Nawa Ratna yang letaknya beberapa meter dari air terjun.

Menurut kepercayaan masyarakat setempat, tempat ini dianggap mampu membersihkan diri dari segala keluhan.

Hari yang dianggap baik untuk melukat biasanya bertepatan dengan hari suci.

Kawasan ini memang sejak lama dianggap sakral oleh masyarakat.

Beberapa orang yang pernah berkunjung beranggapan aura di sekitar Tukad Cepung ini sangat cocok sebagai tempat kegiatan spiritual.

5. Pura Gunung Kawi Sebatu di Gianyar

Pancoran di area Pura Gunung Kawi
Pancuran di area Pura Gunung Kawi (Tribun Bali/Cisilia Agustina S)

Pura sudah menjadi bagian dari objek wisata spiritual, seperti Pura Gunung Kawi Sebatu, yang terletak di Banjar Sebatu, Desa Sebatu, Tegalalang, Gianyar, Bali.

Pura yang memiliki lahan seluas sekitar 50 are ini sudah mulai dikunjungi wisatawan sejak tahun 1970-an.

Tak hanya Pura Gunung Kawi, masih di areal yang sama, terdapat dua pura lainnya, yaitu Pura Pemaksan Pasek Gelgel dan Pura Beji.

Untuk Pura Pemaksan Gelgel ini terletak di timur, yang disungsung Krama Pasek Gelgel yang ada di Desa Adat Sebatu.

Sedangkan Pura Beji untuk pertirtaan menjadi milik wilayah Desa Adat Telepud.

Lokasi desa yang berdekatan ini yang menjadikan Pura Gunung Kawi, pura letaknya di tengah-tengah dengan ukuran paling besar dibandingkan dua pura lainnya ini, sebagai tapal batas antara Desa Adat Sebatu dan Desa Adat Telepud.

Suasana yang masih asri juga disuguhkan Pura Gunung Kawi.

Tepat di belakang pura tersebut terdapat tebing dan hutan yang memberikan kesan hijau.

Untuk wilayahnya, seperti pura pada umumnya, Pura Gunung Kawi menganut sistem tri mandala, terdiri dari Jaba Pura, Jaba Tengah dan Jeroan.

Di area Jaba Pura atau halaman luar terdapat pemandian umum yang kerap digunakan warga sekitar untuk mandi.

Upacara besar yang diselenggarakan di sini adalah piodalan tiap Purnamaning Sasih Kasa.

Seperti umumnya memasuki kawasan suci, bagi wisatawan yang datang wajib memakai pakaian adat.

Di area pembelian karcis pun disediakan kain untuk dipinjamkan kepada pengunjung selama di kawasan pura.

6. Pura Dalem Pasung Grigis di Gianyar, Bali

Pura Dalem Pasung Grigis Gianyar, Bali.
Pura Dalem Pasung Grigis Gianyar, Bali. (Tribun Bali/I Wayan Eri Gunarta)

Tribunner yang gemar berwisata spiritual, tidak ada salahnya bila mengunjungi Pura Dalem Pasung Grigis, Desa Pakraman Tengkulak Kelod, Sukawati, Gianyar, Bali.

Di sana terdapat patung Ki Patih Pasung Grigis berperawakan brewok dan berambut panjang yang sedang menghunus keris.

Beliau ditemani seekor anjing ras Bali berbulu hitam legam.

Pasung Grigis adalah mahapatih andalan kerajaan Bali pada masa pemerintahan Sri Astha Sura Ratna Bumi Banten pada abad ke-14.

Ahli strategi militer yang bertempat tinggal di desa Tengkulak ini adalah mentor dari mahapatih Kebo Iwa.

Setelah kematian Kebo Iwa akibat tipu muslihat mahapatih Gajah Mada, Pasung Grigis memimipin perlawanan kerajaan Bali melawan ekspedisi militer Majapahit pada tahun 1343.

Dalam perang yang berlangung sengit itu, panglima berpusaka keris Ki Padang Lembu ini kemudian tertawan dan akibatnya perlawanan rakyat Bali kemudian melemah dan akhirnya berakhir untuk sementara.

Pasung Grigis kemudian memutuskan untuk ikut bergabung dalam pemerintahan kerajaan vasal Bali bentukan Majapahit.

Sebagai tanda kesetiaan ia diperintahkan memimpin pasukan Majapahit untuk memadamkan pemberontakan kerajaan Sumbawa yang dipimpin Raja Dedela Nata.

Sumbawa berhasil ditaklukkan, namun baik Pasung Grigis maupun Dedela Nata gugur, mati sampyuh, dalam sebuah duel.

7. Sumber Mata Air Tebing Pancoran Solas di Tabanan, Bali

Beberapa warga sedang melukat di Pancoran Solas di Banjar Batannyuh, Desa Pakraman Belayu, Marga, Tabanan, belum lama ini. Menurut Lontar Para Arya Tattwa Pancoran Solas tempat awal berkembangnya Puri Perean, Baturiti.
Beberapa warga sedang melukat di Pancoran Solas di Banjar Batannyuh, Desa Pakraman Belayu, Marga, Tabanan, belum lama ini. Menurut Lontar Para Arya Tattwa Pancoran Solas tempat awal berkembangnya Puri Perean, Baturiti. (Tribun Bali/ I Made Argawa)

Desa Belayu yang terkenal dengan wayang kulit Cenk Blonk memiliki wisata spiritual bernama Pancoran Solas.

Yakni sebuah sumber mata air yang keluar dari tebing dan dialirkan ke-11 pancoran yang sering didatangi umat Hindu untuk melukat.

Suasana tenang dan rimbun terasa saat menyusuri tegalan di Banjar Batannyuh, Desa Pakraman Belayu, Kecamatan Marga, Tabanan, Bali, untuk menuju ke Pancoran Solas.

Lokasi Pancoran Solas memang lumayan jauh dan sulit, yakni sekitar satu kilometer dari jalan utama.

Mantan Perbekel Desa Batannyuh, Made Yadnya, menyebutkan awalnya di sekitar Pancoran Solas adalah tempat tinggal dari I Pacung Sakti sebelum pindah ke Perean membangun kerajaan.

Tempat sekitar pancoran tersebut dijadikan kandang untuk memelihara kuda.

Dia menyebutkan, dari Lontar Para Arya Tattwa wilayah sekitar pancoran tersebut berkembang sekitar tahun 1600 Masehi.

Wilayah di sekitar Pancoran Solas adalah cikal bakal Puri Perean, karena I Pacung Sakti menurut lontar Para Arya Tattwa mendapatkan pawisik agar pindah dan menempati tanah merah.

Perean sendiri berarti tanah merah.

8. Pura Telaga Waja di Gianyar

WISATA SPIRITUAL- Pura Telaga Waja, Banjar Kepitu, Desa Kendran, Gianyar. Di bagian luar terdapat pemandian untuk pasangan suami istri. Bagian tengah tempat warga melasti. Goa Paling Kiri adalah tempat bertapanya Danghyang Nirarta.
WISATA SPIRITUAL- Pura Telaga Waja, Banjar Kepitu, Desa Kendran, Gianyar. Di bagian luar terdapat pemandian untuk pasangan suami istri. Bagian tengah tempat warga melasti. Goa Paling Kiri adalah tempat bertapanya Danghyang Nirarta. (Tribun Bali/I Wayan Eri Gunarta)

Di Banjar Kepitu, Desa Kendran, Gianyar ada objek wisata spiritual Pura Telaga Waja.

Di situ terdapat pancuran yang diyakini bisa mengharmoniskan hubungan suami istri dan menghilangkan segala sial pada diri manusia.

Selain itu juga terdapat kolam suci yang airnya jernih.

Pura Telaga Waja terletak di perbatasan sebelah barat Banjar Kepitu.

Untuk bisa mencapai pura ini, harus menuruni lebih dari 100 anak tangga.

Sepanjang perjalanan terdapat pohon perindang dan dinding tanah yang ditumbuhi lumut.

Setelah sampai di Telaga Waja, suara gemercik air suci dan kicauan burung di atas pepohonan membuat suasana terasa sangat alami.

Di kawasan pura terdapat satu kolam dan pancuran suami istri.

"Mandi di pancuran ini harus telanjang bulat. Kalau melanggar, akan tidak sadarkan diri. Itu sudah sering terjadi," kata Kelian Dinas Banjar Kepitu, I Nyoman Marsa. Di Kolam Telaga Waja terdapat ikan julit berwarna abu-abu.

Panjangnya satu meter dan lebar badan 15 cm.

Hewan ini adalah penjaga kolam Pura Telaga Waja.

Karena itulah sangat disakralkan warga.

"Sulit dilihat. Kalau keluar, biasanya dua ekor dan tiga ekor," ujar Warsa.

Di dalam kolam tersebut juga terdapat telapak tangan Patih Kebo Iwa. (Tribun Bali/ Meika Pestaria Tumanggor)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved