Adu Ampuh Cara Anies Baswedan dan Ahok Mengatasi Banjir Jakarta, Ini Perbedaan Program-programnya
Dalam kurun lima tahun ini, terdapat perbedaan cara dalam pengendalian banjir oleh Pemprov DKI Jakarta.
Normalisasi ini adalah langkah melebarkan sungai dengan cara memindahkan atau menggusur warga yang tinggal di bantaran sungai.
Setelah dipindahkan, pinggiran sungai itu kemudian dilakukan betonisasi.
Warga di bantaran sungai yang dipindah atau digusur kemudian dipindahkan ke rumah-rumah susun yang disiapkan oleh Pemprov DKI Jakarta.
Di akhir masa jabatannya, Ahok bahkan menegaskan komitmennya tetap melanjutkan normalisasi sungai yang menjadi program andalannya itu.
Hal itu diungkapkan Ahok pada 2017.
"Tetap normalisasi, sampai saya berhenti dari sini," kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Rabu (3/5/2017) seperi diberitakan Kompas.com.
Ahok seharusnya berhenti dari jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta pada Oktober 2017.
Namun, belum sampai Oktober, Ahok mengundurkan diri sebagau Gubernur DKI pada 23 Mei 2017 karena kasus penodaan agama.
- Optimalisasi dan Perbaikan Pompa
Selain melakukan normalisasi sungai, di masa pemerintahannya, Ahok juga menekankan perbaikan pompa-pompa yang rusak.
Ahok meminta kepada camat dan lurah agar mengawasi pompa di wilayahnya.
Hal itu ditekankan Ahok pada 2015. "Saya instruksikan seluruh lurah harus tahu persis seluruh kondisi pompa di wilayahnya, harus ditungguin itu pompa, masih ada minyaknya enggak, hidup jam berapa, mati jam berapa," kata Ahok di gedung DPRD DKI Jakarta, Sabtu (19/12/2015) dikutip dari Kompas.com.
- Pengendalian Banjir Lewat Pembuatan Situ, Waduk, Embung dan Kanal
Langkah pengendalian banjir lainnya yang dilakukan Ahok adalah membuat situ, waduk, embung dan kanal.
Saat menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) APBD 2014, di Gedung DPRD DKI, Senin (6/4/2015) Ahok mengklaim telah melakukan pengembangan situ hingga waduk.