Kapal China Bertahan di Laut Natuna, Bakamla Tambah 2 Kapal Perang & TNI AU Kirim 4 Jet Tempur F-16

Merespon aksi Kapal Coast Guard China yang memasuki Perairan Natuna, Tentara Nasional Indonesia menambah kekuatan mesin perangnya untuk menjaga

Editor: Ady Sucipto
Tribunnews/@_TNIAU
Kapal perang Indonesia jenis korvet, KRI Teuku Umar - 385 bersama KRI Tjiptadi - 381 melakukan tembakan RBU-6000 untuk peranan anti-kapal selam (ASW RL) dalam Gelar Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista) TNI AL. (Kanan) Jet tempur F-16 Fighting Falcon sedang melakukan latihan tempur pengeboman. 

TRIBUN-BALI.COM,  - Merespon aksi Kapal Coast Guard China yang memasuki Perairan Natuna, Tentara Nasional Indonesia menambah kekuatan mesin perangnya untuk menjaga kedaulatan Republik Indonesia. 

TNI AU mengirimkan 4 pesawat jet tempur F-16 Fighting Falcon dari Lanud Roesmin Nurjadin, Pekanbaru untuk memperkuat patroli udara di Perairan Natuna.

Sementara Badan Keamanan Laut (Bakamla) berrencana mengirimkan dua unit kapal perang tambahan ke Perairan Natuna

Kepala Bakamla Laksmana Madya Achmad Taufiqoerrochman bersiap mengirim tambahan lagi 2 unit Kapal perang (KRI). 

Upaya tersebut dilakukan untuk mengusir sekaligus mengimbangi kekuatan kapal China yang masih bertahan di Perairan Natuna

Dua kapal perang KRI tersebut rencananya akan diberangkatkan dari Batam. 

"Kita imbangi mereka, yang jelas saya akan memberangkatkan dua KRI dari Batam," kata Achmad seusai Rakorsus Pengamanan Laut di Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (7/1/2020).

Achmad mengatakan, jumlah kapal China yang masuk perbatasan Indonesia masih belum bertambah.

Namun, diduga akan memperkuat dengan menambah atau mengganti kapal di Natuna, Kepulauan Riau.

"Kalau jumlah di situ tetap, tapi kelihatannya ada perkuatan.

Apakah perkuatan itu untuk memperkuat atau mengganti, nanti kita akan lihat.

Ada tiga coast guard, dua di utara. Apakah dua ditarik masuk, tetap tiga, atau memang ditambah," katanya.

Selain itu, Achmad menyampaikan, saat ini China menyiapkan kapal logistik yang juga diduga salah satu bentuk penguatan di laut Natuna.

"Ada juga saya lihat mereka (China) menyiapkan kapal logistik," ujarnya.

TNI AU Kirim 4 Pesawat Jet Tempur F-16 ke Natuna 

Sementara itu mengutip dari laman Kompas.com, TNI AU pada Selasa (7/1/2020) juga mengirimkan satu flight atau empat pesawat jet tempur F-16 Fighting Falcon untuk memperkuat patroli udara di Perairan Natuna

Empat pesawat jet tempur F-16 Fighting Falcon tersebut diberangkatkan dari Skadron Udara 16 Pangkalan Udara Roesmin Nurjadin, Pekanbaru, dalam rangka melaksanakan operasi patroli di wilayah perbatasan Indonesia.

"Empat pesawat F-16 berangkat sekarang," kata Komandan Lanud Roesmin Nurjadin Marsekal Pertama Ronny Irianto Moningka, sebagaimana dikutip Antara.

Selain empat pesawat tempur yang masing-masing diawaki dua personel itu, TNI AU juga menerjunkan puluha personel ke Natuna.

Mobilisasi tersebut atas perintah Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto. Baik pesawat tempur atau personel akan melaksanakan patroli wilayah kedaulatan NKRI dengan sandi Operasi Lintang Elang 20. Ronny menekankan, mobilisasi personel ini merupakan operasi biasa.

"Ini sebenarnya operasi rutin di wilayah (Indonesia) barat yang kita geser ke Natuna saja," ujar dia.

Diketahui, tensi hubungan diplomatik antara Indonesia dengan China dalam beberapa hari terakhir memanas lantaran sejumlah kapal nelayan China masih bertahan di Perairan Natuna hingga saat ini.

Kapal-kapal asing tersebut bersikukuh melakukan penangkapan ikan yang berjarak sekitar 130 mil dari perairan Ranai, Natuna.

Sementara, TNI sendiri sudah mengerahkan delapan Kapal Republik Indonesia (KRI) berpatroli untuk pengamanan Perairan Natuna, Kepulauan Riau, hingga Senin (6/1/2020).

Berdasarkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut, The United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982, perairan Natuna merupakan wilayah ZEE Indonesia.

China tidak memiliki hak apa pun atas perairan tersebut. Namun China secara sepihak mengklaim kawasan itu masuk ke dalam wilayah mereka, dengan sebutan Nine Dash Line (sembilan garis putus-putus).

Sebelumnya, kapal pencari ikan dan coast guard milik China berlayar di kawasan Perairan Natuna yang berdasarkan Konvensi United Nations Convention on The Law of The Sea (UNCLOS) 1982 masuk dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.

Pemerintah Indonesia mencoba jalur diplomasi untuk menyelesaikan masalah ini dengan melayangkan nota protes terhadap China melalui duta besar yang ada di Jakarta.

Sementara itu, TNI dan Bakamla terus disiagakan di Perairan Natuna yang masuk dalam Provinsi Riau untuk memantau kondisi di sana.

Penjagaan ini dilakukan karena sejumlah kapal milik China masih ada di sana.

Adapun Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, melalui juru bicaranya Dahnil Anzar, menyatakan, pihaknya mengedepankan diplomasi damai untuk menyelesaikan persoalan ini dengan China.

Kronologi Masuknya 10 Rombongan Kapal Ikan dan Coast Guard China ke Laut Natuna

Konflik Laut Natuna memang tidak pernah berhenti terjadi.

Mempunyai letak yang strategis, membuat Laut Natuna menjadi primadona bagi para nelayan.

Tak heran, beberapa kali Indonesia terlibat konflik dengan negara tetangga seperti, Malaysia, Vietnam, Filipina hingga China.

Terbaru, Indonesia terlibat konflik laut natuna dengan China di wilayah ZEE Indonesia.

Kapal coast guard dan kapal ikan milik China diketahui telah melanggar batas ZEE Indonesia di perairan Natuna.

Video penghadangan KRI Tjiptadi terhadap kapal coast guard China pun viral di media sosial.

Dalam video yang direkam Bakamla RI, terlihat adu argumen antara crew KRI Tjiptadi dengan crew Kapal Coast Guard China.

Pihak China mengklaim, mereka telah berada di wilayah mereka atau yang dikenal dengan nine dash line.

Nine dash line inilah yang menjadi dasar pemerintah China atas hak wilayah di perairan Natuna.

Dir Operasi Laut Bakamla RI, Laksamana Pertama (Laksma) Nursyawal Embun mengungkapkan kronologi awal mula kapal China masuk ke Laut Natuna.

Awal mula atau kronologi kapal China masuk ke wilayah ZEE Indonesia terjadi pada pertengahan bulan desember 2019.

Laksma Nursyawal Embun mengatakan, awalnya pada tanggal 10 Desember 2019, pihak Bakamla RI mendapat laporan jika terdapat rombongan kapal ikan asing masuk ke Perairan Natuna.

Mendapat informasi itu, pihak Bakamla melakukan pantauan dan memonitor wilayah Perairan Natuna.

Dan benar, Bakamla menemukan rombongan kapal ikan yang dikawal 2 kapal coast guard dan 1 kapal fregat milik China.

Dibawah Pusat Komando dan Pengendalian (Poskodal) Bakamla berhasil mendeteksi dan mendapat posisi-posisi kapal China pada tanggal 15 desember 2019.

"Kami menemukan tindakan yang kurang baik oleh kapal China, yakni dengan mematikan sarana-sarana agar tidak mudah dideteksi," kata Nursyawal Embun.

Bakamla sempat kesulitan setelah rombongan kapal ikan China saat masuk ke perairan Indonesia selalu mematikan Vessel Monitoring System (VMS).

Sehingga dengan dimatikan alat tersebut, keberadaan kapal itu tidak terdeteksi radar aparat keamanan.

"Pada tanggal 19 Desember, kami bertemu dan melakukan pemeriksaan dan memang posisi waktu itu berada di landas kontinen," lanjut Nursyawal Embun.

Setelah diperiksa, rombongan kapal China itu digiring balik ke utara sesuai perintah Bakamla.

Namun pada tanggal 23 Desember 2019, Bakamla kembali mendeteksi keberadaan rombongan ikan China yang kembali melanggar wilayah ZEE Indonesia.

Dan pada waktu itu, mereka bersikukuh bahwa wilayah tersebut merupakan wilayah mereka.

Sementara itu, Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan 1 (Pangkogabwilhan 1), Laksdya TNI Yudo Margono akan menambah 4 kapal perang atau KRI ke Laut Natuna.

Dikutip Tribunbatam.id dari youtube tvOneNews, langkah tersebut diambil setelah Yudo Margono mendapati Kapal Coast Guard dan kapal ikan asing milik China masih bertahan di wilayah Laut Natuna melalui pemantauan udara, Senin (5/1/2020).

Sebelumnya, pihak TNI sudah mengerahkan dua unsur KRI untuk memantau dan operasi di perairan Natuna.

"Kemarin baru kita kirim dua, supaya melakukan komunikasi aktif dan dapat mengusir secara persuasif  dan tidak terdapat benturan", kata Yudo Margono.

Namun usaha pihak TNI untuk mengusir Kapal Coast Guard dan kapal ikan milik China tidak membuahkan hasil.

Untuk itu, Yudo Margono emenginstruksikan jajaran TNI untuk menambah kekuatan dengan mengerahkan tambahan 4 kapal perang ke Perairan Natuna.

"Sampai hari ini kita belum menemui kata sepakat, dan mereka masih (bertahan) ditempat itu. Dan nanti kita akan gerakkan lagi dua unsur, dan dua unsur dalam perjalanan jadi total nanti 6 unsur akan disana ( Perairan Natuna)," jelas Yudo Margono.

Sementara itu, Dir Operasi Laut Bakamla RI, Laksamana Pertama (Laksma) Nursyawal Embun mengungkapkan kondisi terkini laut natuna.

Menurut Laksma Nursyawal Embun, tim gabungan mendeteksi lima kapal coast guard milik China yang dua diantaranya di wilayah perairan ZEE Indonesia, sedangkan tiga lainnya berada di luar ZEE Indonesia.

Jumlah ini bertambah dari sebelumnya dimana hanya ada dua kapal coast guard China berada di Perairan ZEE Indonesia.

Pantauan dari Pusat Komando dan Pengendalian (Poskodal) Bakamla RI, lima kapal coast guard terekam dan termonitor berada di sekitaran wilayah ZEE Indonesia.

"Berita terbaru, yaitu kita monitor lima kapal coast guard China, dua berada di ZEE Indonesia, tiga diluar ZEE Indonesia," kata Laksma Nursyawal Embun. (Tribunbatam.id/Kompas.com)

 

Artikel ini telah tayang di tribunbatam.id dengan judul Imbangi Kekuatan China di Laut Natuna, Bakamla Tambah 2 Kapal Perang TNI AL dan di Kompas.com dengan judul "Empat Pesawat Tempur TNI AU Terbang ke Natuna",

Sumber: Tribun Batam
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved