Ngopi Santai

Merangkul Kesendirian

Theresia baru saja membereskan tempat tidurnya. Di luar masih gelap. Halaman rumah basah oleh sisa hujan semalam.

Penulis: DionDBPutra | Editor: Rizki Laelani
(Shutterstock)
ilustrasi lansia. 

LONCENG gereja berdentang lima kali. Dentingannya terdengar sampai jauh di lembah itu, seakan mengingatkan penghuni semesta bahwa fajar tak lama lagi menyingsing. Subuh.

Theresia baru saja membereskan tempat tidurnya. Di luar masih gelap. Halaman rumah basah oleh sisa hujan semalam. Theresia berjalan gontai ke dapur. Termos kosong.

Dia menyalakan kompor, memanaskan air untuk bikin teh. Hangatkan tubuhnya yang mulai ringkih.

“Puji Tuhan, Dede sudah sampai di Malang. Ros sekeluarga dalam perjalanan ke Bontang. Johni pulang ke Kupang kemarin dulu. Sepi..”

Theresia menulis status di akun Facebooknya. Wanita pensiunan guru SMP berusia 66 tahun ini memang gaul.

Masih sempat bermain media sosial, sarana yang menurut dia membuatnya tetap berpikir dan terutama bisa terhubung dengan orang lain.

Ya, rumah tua dengan lima kamar tidur tak jauh dari bibir laut selatan Pulau Flores itu sepi lagi di pekan pertama awal Januari 2020.

Tiga anak dan cucu-cucu Theresia sudah pulang ke kota masing-masing setelah menjalin kebersamaan selama masa libur Natal 2019 dan Tahun Baru. Mereka melanjutkan hidup.

Sama seperti hari-hari yang lalu, tinggalah Theresia sendirian. Dua tiga hari sekali dia ditengok keponakannya, Konrad, yang rumahnya berjarak kira-kira satu setengah kilometer dari situ.

Itupun kalau Konrad sedang rehat kerja di ladang. Cukup sering berminggu-minggu bahkan bulan Konrad tak datang. Theresia sendirian di rumah. Suaminya, Stefanus sudah meninggal 24 tahun lalu.

Theresia, sepupu jauh ayahku yang sudah almarhum, sesuai angka usianya masuk kategori manusia lanjut usia (lansia) muda di negeri ini.

Banyak orang seperti dirinya yang pada masa tua hidup sendiri di rumah. Tanpa keluarga inti atau keluarga dekat.

Kesepian mengisi hari-hari mereka. Dan, banyak lansia sebenarnya tidak siap menghadapi kenyataan tersebut. Hanya mereka enggan omong atau mengeluh. Mau mengeluh pun entah kepada siapa, adakah yang sudi mendengar?

Bagi sosok seperti Theresia yang sibuk dengan tugas ketika masih aktif bekerja, waktu seolah melintas amat lekas.

Tiba-tiba sudah di titik akhir pengabdian, pensiun dan harus menjalani aktivitas fisik dan otak yang kian minim. Banyaklah yang menyebut lansia ibarat senja menjemput malam.

Semburat lembayung senja memang indah pesona namun tak pernah lama durasinya. Langit gelap segera menyelimuti dan menuju kesunyian.

Hukum alam membuktikan saat berusia 60 tahun dan seterusnya, orang-orang terdekat di sisi seseorang akan terus menciut jumlahnya.

Generasi yang lebih tua selevel kakek nenek malah sebagian besar telah pergi dari dunia ini, teman sebaya berkurang satu per satu dan generasi muda (usia produktif) sibuk dengan pergumulan hidup mereka masing-masing.

Agar hari-hari jauh dari kehampaan maka seorang lansia, suka tidak suka, harus belajar menikmati dan merangkul kesendirian. Tak mudah memang!

Theresia merasakan itu. Cukup sering dia merindukan telepon, video call, pesan singkat melalui SMS atau WA dari anak dan cucunya. Ya sekadar say hello mengusir sepi dan jenuh.

Namun, hari berganti hari HP edisi terbaru yang dibelikan anaknya amat jarang berdering. Mungkin baru tiga sampai empat bulan sekali, kalau anak dan cucunya ingat.

Jadi Theresia lebih banyak mengisi hari-harinya dengan kesendirian. Untung dia pelihara ayam kampung beberapa ekor sebagai cara agar tetap beraktivitas fisik dan sesekali tengok kebun cengkeh dan kelapa tak seberapa luas warisan suami.

Kegalauan para lansia adalah kenyataan bahwa jalan di depan mereka akan berbatu dan terjal.

Kemunduran fungsi organ tubuh diiringi penurunan daya tahan fisik memudahkan terjadinya gangguan kesehatan.

Lansia hidup dengan aneka penyakit semisal gula, hipertensi, jantung, patah tulang, kanker dan sebagainya.

Jika mau litani sesungguhnya masih segudang pemicu kegalauan bagi para lansia yang kalau tidak dikelola secara bijak justru memperpendek usia mereka.

Hal terbaik bagi lansia adalah merangkul semua itu, mensyukurinya sebagai teman hidup agar kerhamonisan jiwa raga terjaga. Idealnya, lansia harus tetap aktif, sehat dan produktif.

Meningkat Dua Kali Lipat

Indonesia membagi lansia dalam tiga kategori. Lansia muda (kelompok umur 60-69 tahun), lansia madya (kelompok umur 70-79 tahun) dan lansia tua (kelompok umur 80 ke atas).

Badan Pusat Statistik (BPS) memproyeksikan pada tahun 2045, Indonesia akan memiliki kira-kira 63,31 juta penduduk lanjut usia atau hampir mencapai 20 persen populasi.

Proyeksi PBB juga menyebutkan persentase lansia Indonesia akan mencapai 25 persen pada tahun 2050 atau sekitar 74 juta lansia.

Peningkatan pesat ini membawa konsekuensi terhadap pembangunan nasional. Di satu sisi, peningkatan lansia menunjukkan keberhasilan program-program layanan kesehatan dari pemerintah beserta segala turunannya.

Bahkan jika kondisi lansia dalam keadaan mandiri, sehat, aktif, dan produktif, secara tidak langsung akan berdampak pada perekonomian masyarakat dan negara ini kelak.

Akan tetapi, di sisi lain, peningkatan jumlah lansia akan menjadi tantangan tersendiri ketika persiapan pra-lansia untuk menyambut masa senja tidak terlalu baik sehingga kaum lansia jauh dari kata sehat, aktif, dan produktif.

Hal tersebut berimplikasi terhadap berbagai aspek kehidupan, baik kesehatan, sosial, ekonomi, maupun lingkungan.

Selama kurun waktu hampir 50 tahun (1971-2018), persentase penduduk lansia Indonesia meningkat sekitar dua kali lipat. Pada tahun 2018, persentase lansia mencapai 9,27 persen atau sekitar 24,49 juta orang.

Adapun persentase lansia di Indonesia didominasi oleh lansia muda (kelompok umur 60-69 tahun) yang persentasenya mencapai 63,39 persen, sisanya lansia madya (kelompok umur 70-79 tahun) sebesar 27,92 persen, dan lansia tua (kelompok umur 80+) sebesar 8,69 persen.

Pada tahun 2018 setiap 100 orang penduduk usia produktif harus menanggung 15 orang penduduk lansia.

Secara total, persentase lansia yang jadi Kepala Rumah Tangga (KRT) sekitar 61,29 persen atau dengan kata lain enam dari sepuluh lansia di Indonesia berperan sebagai KRT, terlepas apakah mereka produktif atau tidak.

Selain itu, sebagian besar lansia masih punya pasangan, sekitar 60,87 persen lansia berstatus kawin (Statistik Penduduk Lanjut Usia, BPS 2018).

Lansia Telantar

Problem yang mendera Indonesia dewasa ini adalah makin meningkatnya jumlah lansia telantar.

Menurut Peraturan Menteri Sosial (Permensos) RI No 5 Tahun 2018 tentang Standar Nasional Rehabilitasi Sosial Lanjut Usia, lanjut usia telantar adalah seseorang yang berusia 60 tahun keatas karena faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya dan hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

Data Kementerian Sosial menyebutkan, kurang lebih 2,1 juta lansia di Indonesia terlantar dan 1,8 juta lainnya berpotensi serupa.

Khofifah Indar Parawansa ketika masih menjabat Menteri Sosial (2017) pernah mengatakan, negeri ini masuk ageing country (negara dalam kelompok berstruktur lansia).

Lalu bagaimana kondisi lansia di Bali? Rupanya setali tiga uang. Total lansia di Pulau Dewata (2018) sebanyak 441 ribu jiwa.

Jumlah tersebut merupakan 10,5 persen dari total penduduk Provinsi Bali yang mencapai 4,2 juta jiwa.

Hal ini menempatkan Bali sebagai satu di antara provinsi yang penduduk lansianya tertinggi di Indonesia selain DIY, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Selanjutnya dari jumlah 441 ribu lansia tersebut 31 ribu lansia di Bali masuk kategori telantar.

Data tersebut diungkap Ketua Panitia Khusus Perda Kesejahteraan Lanjut Usia I Nyoman Parta dalam rapat Paripurna DPRD Provinsi Bali, Selasa (6/11/2019).

Para lansia telantar di Bali umumnya hidup sebatang kara, menyendiri tanpa didampingi keluarganya.

Itulah sebabnya Pemerintah Provinsi Bali merancang peta jalan (road map) menuju terwujudnya Pulau Dewata yang ramah bagi kaum lansia sebelum tahun 2023. Entah bagaimana agenda aksinya sekarang.

Wajar jika jumlah lansia di Bali tergolong tinggi. Data menunjukkan Provinsi Bali menempati posisi kelima dalam Angka Index Pembangunan Manusia (IPM). IPM Bali saat ini 74,3, lebih tinggi dari rata-rata nasional yang angkanya hanya 70,1.

Parameter IPM meliputi kualitas pendidikan, umur panjang dan kualitas kesehatan serta kemampuan daya beli (standar hidup layak).

Dengan angka IPM tinggi, harapan hidup di Bali juga tinggi sampai mencapai usia rata-rata 72 tahun. Harapan hidup lebih tinggi membuat jumlah lansia di Bali juga ikut bertambah.

Celakanya sebagian dari mereka hidup telantar karena ya itu tadi, anak, cucu atau keluarga sibuk dengan kehidupan mereka sendiri.

Sebuah penelitian yang dilakukan Prof LK Suryani dari Suryani Institute memperlihatkan banyak lansia di Bali yang tidak dipedulikan oleh keluarganya. Malah keluarga dekat sekalipun menanggap mereka sebagai beban.

Prof Suryani mendapati kenyataan tersebut setelah melakukan penelitian di Kintamani, Kabupaten Bangli. Hasilnya, 34 persen orang yang merawat lansia, entah anak atau menantu, menganggapnya sebagai beban.

Suryani mengatakan responden yang ia wawancarai beranggapan lansia itu cerewet, tidak bisa diatur dan ingin menang sendiri.

Padahal sebagai anak harusnya menyadari usia tua makin lama makin cerewet, apalagi yang sudah pikun.

"Meskipun orangtua ini dulunya seorang profesor, tapi kalau sudah pikun ya ngomongnya bolak-balik," kata Prof Suryani (Tribun Bali, 23 Agustus 2018).

Lansia menjadi beban. Kiranya ini pula yang mungkin mengisi relung hati tuan dan puan yang masih punya orangtua, kakek atau nenek berusia 60 tahun ke atas apalagi yang kondisi fisiknya makin menurun bahkan sakit-sakitan.

Penuaan adalah keniscayaan. Dikau yang hari ini cantik dan ganteng, gagah berdasi atau anggun mewangi, suatu ketika akan menjadi pria tua dan wanita tua biasa. Kesendirian dan sepi akan bersamamu kelak.

Selagi masih ada waktu mengurus orang tua, lakukanlah semampumu. Sebisa-bisanya. Toh tua usia tak mengenal jalan pulang. Muda pun hanya sekejap jua. (dion db putra)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved