Ini Perbedaan Pria dan Wanita Saat Putus Cinta, Benarkah Pria Cenderung Susah 'Move On'?
Para peneliti menemukan bahwa pria jauh lebih mungkin berpikir positif tentang mantan mereka daripada wanita.
Penulis: Widyartha Suryawan | Editor: Huda Miftachul Huda
TRIBUN-BALI.COM - Apa yang Anda lakukan jika putus hubungan dengan kekasih Anda?
Beberapa orang mungkin lekas move on dan siap untuk memulai kehidupan yang baru.
Mereka mudah mengalihkan perhatian ke pekerjaan atau olahraga, agar tak berlama-lama dalam keadaan yang terpuruk.
Namun, beberapa orang lainnya mungkin masih belum bisa melupakan dan beranjak dari mantan kekasihnya.
Ada yang mencoba untuk memperbaiki hubungan meskipun hal itu bisa saja mustahil karena salah satu pihak sudah merasa tidak nyaman untuk melanjutkan.
Dilansir dari Psychology Today, sebuah penelitian dengan sampel 876 orang dewasa yang baru-baru ini mengalami putus cinta menunjukkan bahwa strategi yang digunakan untuk pulih dari putus cinta tergantung pada jenis kelamin.
Pertama, para peneliti menemukan bahwa pria jauh lebih mungkin berpikir positif tentang mantan mereka daripada wanita.
Ada kecenderungan para pria masih berpegang teguh pada harapan bahwa mereka akan kembali dengan mantan kekasih mereka.
Sementara itu, para wanita cenderung membuat terobosan yang bersih dari hubungan dengan mantan mereka.
Perempuan yang patah hati, menurut artikel ini, lebih berfokus pada kesan negatif dari hubungan mereka dengan mantan dan cenderung mengabaikan hal-hal postifnya.
Hal ini bisa jadi karena pria lebih menekankan kepentingan reproduksi mereka dengan terlibat dalam beberapa hubungan jangka pendek.
Sedangkan wanita menjalankan sebuah hubungan cenderung berpikir untuk membentuk hubungan jangka panjang dengan seorang pria yang suatu hari akan berkontribusi untuk membesarkan anak.
Berikutnya, para peneliti juga menemukan perbedaan gender dalam usaha memulihkan rasa sakit setelah putus cinta.
Para pria cenderung akan "kehilangan diri sendiri", seperti bekerja berjam-jam atau melakukan olahraga ekstrem - atau dengan mematikan rasa sakit melalui alkohol atau narkoba.
Lebih jauh, pria lebih mungkin daripada wanita untuk memaksakan kembali memperbaiki hubungan, bahkan ketika prospek jangka panjangnya tidak baik.
Sebaliknya, wanita cenderung mencari dukungan sosial dan emosional kepada teman dan keluarga saat putus cinta.
Mereka juga memberi diri mereka waktu untuk pulih sebelum membuka diri terhadap kemungkinan hubungan baru.
Dari perspektif jejaring sosial, temuan ini sangat masuk akal: Wanita biasanya memiliki lebih banyak teman dan ikatan emosional yang lebih kuat dengan mereka daripada pria.
Juga, wanita terbiasa berbagi emosi dan kekhawatiran mereka dengan wanita lain, baik sebagai pembicara maupun pendengar.
Sebaliknya, pria cenderung menjalani kehidupan yang lebih menyendiri dan memiliki hubungan yang lebih kompetitif dengan pria lain.
Mereka juga lebih bergantung pada pasangan mereka untuk dukungan sosial dan emosional.
Penelitian juga menunjukkan bahwa pria dan wanita berbeda dalam cara mereka memandang penyebab putusnya hubungan.
Bagi wanita, penyebabnya cenderung terlihat jelas: Ini adalah kesalahan pria.
Penjelasan yang jelas untuk retaknya hubungan ini membantu wanita membuat istirahat hingga pulih dan mereka dapat melanjutkan hidup mereka.
Namun, pria sering mengklaim bahwa mereka tidak tahu mengapa suatu hubungan putus.
Mereka tidak dapat menyalahkan mantan mereka, karena mereka masih memiliki harapan untuk bersatu kembali dengannya.
Dan, tentu saja, mereka tidak mau menyalahkan diri sendiri.
Namun, pada akhirnya, berpikir positif tentang seorang mantan tampaknya adalah pertanda bahwa Anda masih belum bisa mengatasi perpisahan. (*)