Imlek di Bali

Kongco Dwipayana Tanah Kilap Sebagai Cikal Bakal Barongsai di Bali, Rampung Dibangun Tahun 1999

Kongco Dwipayana Tanah Kilap Sebagai Cikal Bakal Barongsai di Bali, Rampung Dibangun Tahun 1999

Tribun Bali/Putu Supartika
Beberapa orang sedang melakukan persembahyangan di Kongco Dwipayana Tanah Kilap, Denpasar, Bali, Sabtu (25/1/2020) 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Pemangku di Kongco Dwipayana, Ida Bagus Adnyana atau yang juga dipanggil Atu Mangku mengatakan jika Barongsai pertama di Bali ada di Griya Kongco Dwipayanan, Jalan Tanah Kilap Denpasar, Bali.

Hal itu dikatakan Adnyana saat diwawancarai Sabtu (25/1/2020) siang.

"Di sini adalah cikal bakal dari barongsai yang ada di Bali. Begitu kongco ini selesai Barongsai juga dipertunjukkan di sini," kata Adnyana.

Griya Kongco Dwipayana atau Ling Sii Miao ini rampung dibangun tahun 1999.

Rayakan Tahun Baru Imlek, Tokopedia Beri Diskon hingga 80 Persen dari Berbagai Produk 

Timnas Indonesia U19 Kalah Melawan Kyung Hee University, Shin Tae-yong Tetap Puas

2 Investasi Ini Diprediksi Bakal Menguntungkan di Tahun Tikus Logam

Pembangunannya dimulai sejak 1987.

Ia menyebut jika klenteng ini merupakan klenteng kehendak dewa.

"Ini klenteng kehendak dewa, karena yang mendirikan beberapa orang, hadir dan berbuat. Kami ini kan orang Bali, kenapa kok oleh orang Bali bisa terwujud, inilah klenteng kehendak dewa," katanya.

Kongco ini berdiri di dekat Pura Luhur Candi Narmada Tanah Kilap.

Dari awal rampungnya Kongco ini hingga kini, umat silih berganti datang untuk berdoa ke sini.

Bahkan umat dari berbagai negara pun berdoa ke sini mulai dari China, Jepang, Thailand, Singapura, maupun Malaysia.

Dan presiden RI ke-4, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur saat masih menjabat sebagai presiden sempat berkunjung ke Kongco ini.

"Saat masih jadi presiden beliau sempat ke sini. Ya dalam rangka silaturahmi dan mempererat kerukunan umat beragama," katanya.

Selain itu, di Bali, Imlek juga disebut Galungan Cina.

"Ini wujud kearipan lokal di Bali yang artinya Chinese dan Bali itu menyatu seperti bersaudara," kata Adnyana.

Ia menambahkan setiap Galungan China ini ada ciri khas yakni turun hujan sehingga dikatakan bahwa Bhatara China turun ke dunia.

Dalam kehidupan masyarakat Tionghoa, hujan diyakini sebagai lambang kesejahteraan.

"Hujan secara logika kan air  yang membawa berkah yang jadi lambang kesejahteraan. Kalau sudah sejahtera pasti bahagia," kata Adnyana

Selain itu ada berbagai pernak pernik Imlek seperti tebu yang jadi simbol penuntun agar seseorang berjalan di jalan yang benar. 

"Kalau ang pao itu diberikan oleh yang lebih tua kepada yang muda. Ini sudah tradisi Chinese yang merupakan simbol suatu ikatan supaya tidak lupa berbakti pada orang tua," katanya.

Sementara itu, salah satu warga yang merayakan Imlek, I Made Julio Saputra, mengatakan Imlek disebut Galungan China agar lebih akrab.

"Imlek di Bali juga sering disebut Galungan Cina. Mungkin biar lebih akrab, daripada kata Imlek yang sedikit asing di telinga kita,” kata Julio.

Sebagaimana kebiasaan di desanya, yaitu Desa Baturiti, Tabanan, warga Hindu yang ada di sana akan membantu warga keturunan untuk mempersiapkan penyambutan Hari Raya Imlek.

Sebaliknya, nantinya warga keturunan juga akan melaksanakan tradisi ngejot (berbagi) kepada warga atau tetangga yang beragama Hindu di sana.

Adapun jotan tersebut berupa makanan seperti kue, sayur, dan makanan khas Tionghoa lainnya.  

Bahkan, ia mengatakan sering mendengar perkataan warga di sana, “Kapan Galungan China?”

Menurut Julio, yang ia dapatkan dari penuturan engkongnya, beberapa makanan maupun pernak-pernik Imlek memiliki makna dan arti yang mendalam.

"Jeruk Mandarin kata engkong merupakan simbol kekayaan dalam kepercayaan dan budaya Cina, karena terlihat seperti bola-bola emas," kata Julio.

Mie panjang umur memiliki makna panjang umur bagi orang-orang Tionghoa.

Permen dan manisan itu bermakna sebagai harapan yang ingin dicapai tahun ini.

"Kalau kue keranjang harus selalu disusun bertingkat dan tinggi. Ini memiliki makna peningkatan rejeki dan kemakmuran bagi orang-orang Tionghoa. Kue ini juga dimakan sebelum makan nasi, sebagai penghargaan agar selalu beruntung dalam melakukan apapun," imbuh Julio.

Penjor tebu di pintu masuk memiliki makna keberuntungan dan simbol panjang umur, semakin banyak ruas tebunya semakin beruntung.

Angpao memiliki makna hadiah bagi anak-anak karena umur mereka bertambah.

Sedangkan lampion bermakna sebagai simbol kebahagiaan seseorang. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved