Kisah Ahok Seusai Keluar dari Penjara, Tak Punya Harta & Survei Terkini Kepuasan Warga Jakarta
Setelah keluar dari penjara, Ahok pun mengisahkan pengalamannya dari mulai tak berani masuk kerja hingga masa-masa menghirup udara bebas.
TRIBUN-BALI.COM - Kisah Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok setelah keluar dari penjara karena kasus penistaan agama, menjadi babak baru dalam merintis karirnya.
Setelah keluar dari penjara, Ahok pun mengisahkan pengalamannya dari mulai tak berani masuk kerja hingga masa-masa menghirup udara bebas.
Berikut curhatan pilu Ahok setelah keluar dari penjara karena kasus penistaan agama.
Simak ulasan lengkapnya berikut ini.
Ahok menceritakan tentang kisahnya yang tidak memiliki harta setelah terbebas dari penjara di Mako Brimob Depok karena kasus penodaan agama.
Ia mengisahkan curhatannya tersebut saat menghadiri peluncuran buku berjudul Panggil Saya BTP: Perjalanan Psikologi Ahok Selama di Mako Brimob di Kantor Tempo, Palmerah, Jakarta Selatan, Senin (17/2/2020).
Rupanya, Ahok sempat ingin membuat perseroan terbatas (PT) saat menjalani masa tahanan di penjara.
Namun, dia akhirnya mengurungkan niatnya tersebut karena keterbatasan dana.
Ahok menambahkan, ada perkataan salah satu pengawal yang menyayat hatinya.
Pegawai tersebut melarang Ahok untuk naik mobil Avanza jika tidak jadi gubernur lagi.
"'Pak, kalau Bapak enggak jadi gubernur lagi, naik mobil jangan naik Avanza ya, Pak'," kata Ahok meniru ucapan pengawalnya seperti yang dikutip dari Kompas.com.
Mendengar hal itu, Ahok menjawab dia sudah bersyukur kalau bisa membeli mobil Avanza tersebut.
"Terus saya bilang, 'Avanza pun kalau saya bisa beli, saya bersyukur'," jawab Ahok.
Kala itu, Ahok merasa tidak memiliki apa-apa.
Selain itu, ia juga khawatir jika tidak ada perusahaan yang menerimanya.
Mengingat dirinya sudah dicap sebagai penista agama.
"Pas di penjara duit enggak ada, orang mau kerja enggak berani masuk kerja takut menerima penista agama," kata pria yang kini menjabat Komisaris Utama Pertamina itu.
Ahok mengaku, setelah bercerai dengan Veronica Tan, ia menyerahkan seluruh aset kepada anak-anaknya.
Dalam peluncuran buku ini, turut hadir beberapa tokoh, seperti anggota DPR RI Djarot S Hidayat, Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi, dan keluarga Ahok.
Ahok sebelumnya divonis dua tahun penjara oleh majelis hakim Pengadian Negeri Jakarta Utara.
Dia dinyatakan terbukti menodai agama dan melanggar Pasal 156a KUHP.
Setelah menjalani masa hukuman, Ahok bebas dari penjara di Rutan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, pada 24 Januari 2019. (TribunNewsmaker/ Irsan Yamananda)
Kepuasan Warga DKI Soal Penanganan Banjir Jakarta pada Ahok 10 Kali Lipat Lebih Besar dari Anies
Survei Penanganan Banjir Jakarta, Kepuasan Warga Pada Ahok 10 Kali Lipat Lebih Besar dari Anies.
Hasil survei Indo Barometer soal penanganan banji DKI Jakarta jadi pusat perhatian publik.
Dalam survei tersebut, tingkat kepuasan warga terkait penanganan banjir pada Basuki Tjahaja Purnama jauh lebih besar daripada Anies Baswedan.
Bahkan, perbedaan angkanya mencapai 10 kali lipat.
Langsung saja, simak ulasan lengkapnya berikut ini.
Anies Baswedan dan Ahok (Kolase TribunNewsmaker - KOMPAS.com)
Lembaga Survei Indo Barometer turut menyoroti bencana banjir yang melanda ibu kota Indonesia.
Mereka bahkan sampai melakukan survei tentang penanganan banjir di DKI Jakarta.
Survei itu dilakukan mulai dari masa Jokowi, periode 5 Oktober 2012 - 16 Oktober 2014.
Lalu dilanjutkan ke masa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, periode 16 Oktober 2014 - 9 Mei 2017.
Hingga yang sekarang, masa Anies Baswedan periode 16 Oktober 2017 - sekarang.
Hasilnya, tidak ada yang memuaskan dalam hal penanganan banjir.
Pasalnya, ketiga tokoh tersebut mendapatkan presentase di bawah 50 persen.
Kendati demikian, tingkat kepuasan warga DKI terhadap Ahok sepuluh kali lipat lebih besar daripada Anies Baswedan.
"Dan Anies Baswedan (4,1%)," kata Direktur Eksekutif Indo Barometer Qodari, di Hotel Century Park Senayan, Minggu (16/2/2020) siang.
Dari hasil survei nasional 'Evaluasi Publik dan Isu-isu Nasional dalam 100 Hari Jokowi-Amin' itu, 61,4 persen responden menyatakan Pemprov DKI Jakarta lebih bertanggung jawab dalam menyelesaikan masalah banjir di DKI Jakarta.
Sedangkan yang menyatakan pemerintah pusat lebih bertanggung jawab dalam menyelesaikan masalah banjir di DKI Jakarta sebesar (26.2%).
"Sebanyak (60.3%) publik menyatakan masalah banjir di DKI Jakarta dapat diselesaikan."
"Yang menyatakan masalah banjir di DKI Jakarta tidak dapat diselesaikan (27.3%)," beber Qodari.
Lima alasan tertinggi masalah banjir di DKI Jakarta dapat diselesaikan adalah:
- Penyebab banjir akibat manusianya (buang sampah, penyalahgunaan pembangunan) (34.7%);
- Penanganan banjir di Jakarta adalah masalah cara (21.3%);
- Kepemimpinan gubernur di Jakarta berpengaruh terhadap penanganan banjir (11.7%);
- Tergantung kebijakan pemerintah (pusat dan Jakarta) (11%); dan
- Tergantung gubernur tegas dan berani (9%).
Lima alasan tertinggi masalah banjir di DKI Jakarta tidak dapat diselesaikan adalah:
- Jakarta sudah padat penduduk dan bangunan (26.3%);
- Tiap musim hujan dari dulu Jakarta sudah selalu banjir (16.8%);
- Jakarta berada di daratan rendah (16.8%);
- Kesadaran masyarakat Jakarta rendah (14.1%); dan
- Jakarta akan tetap banjir sampai kapan pun (langganan banjir) (6.1%).
• Setelah Ganjar Pranowo Singgung Politik Identitas, Kamera ILC tvOne Soroti Ekspresi Anies Baswedan
• Reaksi Anies Baswedan dan Sandiaga Uno Saat Ganjar Pranowo Singgung Politik Identitas di ILC tvOne
• 5 FAKTA Rekomendasi Formula E, Anies Baswedan Dituding Lakukan Kebohongan Publik, Tak Mau Komentar
Indo Barometer melaksanakan survei nasional jelang 100 hari pemerintahan Jokowi-Maruf Amin.
Survei itu melihat bagaimana tingkat kepuasan pada Presiden Jokowi, Wapres Maruf Amin, dan menteri-menteri Jokowi-Maruf Amin?
Juga, bagaimana opini publik Indonesia terhadap aneka isu yang ramai dalam 100 hari pemerintahan Jokowi-Maruf Amin.
Seperti, amandemen UUD 1945, pemindahan ibu kota negara, banjir Jakarta, serta majunya Gibran Rakabuming Raka di Solo dan Bobby Nasution di Medan.
Pelaksanaan survei di seluruh provinsi di Indonesia yang meliputi 34 provinsi.
Jumlah sampel pada survei ini sebanyak 1.200 responden, dengan margin of error sebesar ± 2.83%, pada tingkat kepercayaan 95%.
Responden survei adalah warga negara Indonesia yang sudah mempunyai hak pilih berdasarkan peraturan yang berlaku.
Yaitu warga yang minimal berusia 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah pada saat survei dilakukan.
Metode penarikan sampel yang digunakan adalah multistage random sampling.
Anies Baswedan (Kolase TribunNewsmaker KOMPAS IMAGES/RODERICK ADRIAN MOZES/WARTA KOTA/Nur Ichsan)
Waktu pengumpulan data pada tanggal 9–15 Januari 2020.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara tatap muka responden menggunakan kuesioner.
Pada sesi pemaparan, turut hadir Rokhmin Dahuri (PDIP), Bima Arya Sugiarto (PAN), Habiburokhman (Gerindra), dan Ledia Hanifa Amaliah (PKS).
Bukan Kiriman
Banjir pada 1 Januari 2020 di Jakarta bukanlah banjir kiriman atau banjir besar.
Banjir itu masuk ke dalam katagori banjir hujan lebat di DKI Jakarta.
Pengamat tata kota Nirwono Joga mengatakan, ada 4 tipe banjir yang kerap melanda Ibu Kota Jakarta.
Banjir pertama ialah banjir kiriman, yang disebabkan curah hujan tinggi di wilayah Bogor.
Kedua, banjir hujan lebat, yakni karena volume dan curah hujan berlebih di Ibu kota.
Ketiga, banjir rob di mana air laut naik karena beberapa penyebab faktor alam, misalnya bulan purnama.
Terakhir, banjir besar di mana ketiga unsur tersebut tergabung menjadi satu dan biasa terjadi dalam siklus 5 tahun sekali.
"Tapi kalau yang kemarin itu bukan banjir kiriman, itu banjir karena curah hujan tinggi, kenapa banjir?"
"Karena dua faktor, penyempitan sungai dan buruknya drainase," ujar Nirwono saat diskusi di Populi Center, Kemanggisan, Jakarta Barat, Rabu (15/1/2020).
Nirwono mengatakan, hal tersebut dapat dibuktikan dari Bendung Katulampa yang tidak masuk status Siaga, saat Jakarta dan wilayah sekitarnya mulai tergenang.
Ia menduga satu di antara penyebab dari banjir 1 Januari lalu ialah karena normalisasi beberapa sungai di Jakarta yang belum rampung.
Misalnya saja Sungai Ciliwung, Sungai Angke, dan Sungai Pesanggrahan.
"Jadi makanya terlihat kemarin yang terendam itu 80 persen perumahan yang terletak dekat dengan bantaran kali, dan 20 persen terletak di wilayah cekungan," jelas Nirwono.
Oleh karenanya, kata Nirwono, DKI Jakarta perlu menormalisasi sungai yang mengalami penyempitan.
Menurutnya, normalisasi sungai bukan pilihan, namun keharusan.
"Ini memang bukan kebijakan populis, mungkin akan banyak pertentangan."
"Tapi suka tidak suka, Pak Gubernur harus lakukan cara tersebut kalau mau Jakarta tidak alami hal serupa di tahun depan," papar Nirwono.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebut penyebab banjir di wilayahnya adalah kiriman air dari daerah lain.
Ia bahkan sempat beradu argumen dengan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, soal penyebab banjir di Jakarta seusai diguyur hujan deras pada malam pergantian tahun 2020.
Keduanya berbeda pendapat saat menyampaikan pernyataan pers di kawasan Monas, setelah memantau dampak banjir melalui udara.
Basuki menilai banjir terjadi akibat luapan air sungai.
Dari 33 kilometer Kali Ciliwung, baru 16 kilometer yang dinormalisasi.
Menurutnya, luapan air tidak terjadi pada aliran sungai yang dinormalisasi.
Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Anies Baswedan (Kolase TribunNewsmaker - Kompas Image/Tribunnews.com/ Danang Triatmojo)
"Mohon maaf Bapak Gubernur, selama penyusuran Kali Ciliwung, ternyata sepanjang 33 kilometer itu yang sudah ditangani, dinormalisasi 16 kilometer."
"Di 16 kilometer itu kita lihat insyaallah aman dari luapan," kata Basuki di Monas, Rabu (1/1/2020).
Menurut Basuki, harus didiskusikan sisa panjang sungai yang belum dinormalisasikan itu.
Termasuk, Kali Pesanggrahan yang menuju Banjir Kanal Timur.
Pihaknya, kata Basuki, sedang menunggu kesepakatan dengan masyarakat untuk pembebasan lahan yang akan terdampak normalisasi sungai.
"Kami menunggu sekarang kesepakatan dengan masyarakat."
"Alhamdulillah menurut beliau masyarakat sudah diskusi dan insyaallah masyarakat bisa menerima itu, mudah-mudahan bisa kita tangani," tuturnya.
Mendengar pernyataan tersebut, Anies Baswedan yang berada di sebelah Basuki lalu menyanggahnya.
Menurut Gubernur, selama tidak ada pengendalian air yang masuk ke Jakarta, maka upaya apa pun yang dilakukan tidak akan berdampak signifikan.
"Mohon maaf Pak Menteri, saya harus berpandangan karena tadi bapak menyampaikan."
"Jadi, selama air dibiarkan dari selatan masuk ke Jakarta dan tidak ada pengendalian dari selatan."
"Maka apa pun yang kita lakukan di pesisir termasuk di Jakarta, tidak akan bisa mengendalikan airnya, " paparnya.
Anies Baswedan mencontohkan wilayah Kampung Melayu yang tetap dilanda banjir pada Maret lalu, padahal sungai yang ada di sekitarnya sudah dinormalisasi.
"Artinya kuncinya itu ada pada pengendalian air sebelum masuk pada kawasan pesisir," urainya.
Anies Baswedan mengapresiasi keputusan Kementerian PUPR yang membangun dua bendungan di Bogor, Jawa Barat, untuk mengendalikan air yang masuk ke Jakarta.
Kementerian PUPR membangun Bendungan Sukamahi dan Bendungan Ciawi di Megamendung, Bogor, Jawa Barat.
Dua bendungan tersebut diprediksi akan rampung pada 2020.
"Kalau dua bendungan itu selesai, maka volume air yang masuk ke pesisir bisa dikendalikan."
"Kalau bisa dikendalikan, insyaallah bisa dikendalikan."
"Tapi selama kita membiarkan air mengalir begitu saja, selebar apa pun sungainya, maka volume air itu akan luar biasa."
"Karena makin banyak kawasan yang digunakan untuk perumahan, sehingga air pun mengalir ke sungai," paparnya. (TribunNewsmaker/ *)
Artikel ini telah tayang di TribunNewsmaker.com dengan judul Curhat Pilu Ahok Setelah Keluar dari Penjara: Enggak Berani Masuk Kerja, Takut Dicap Penista Agama
