Corona di Indonesia
Di Bawah Langit Kita Bersaudara: Wuhan Jiayou, Pameran yang Tunjukkan Persahabatan Indonesia-China
Konsulat Jenderal China di Denpasar, Bali Art Club, Perhimpunan Persahabatan Indonesia Tiongkok (PPIT) Bali, dan Sudakara Artspace menggelar pameran
Penulis: Ni Kadek Rika Riyanti | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Laporan Wartawan Tribun Bali, Ni Kadek Rika Riyanti
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Di tengah gemparnya persoalan virus corona di Indonesia, Konsulat Jenderal China di Denpasar, Bali Art Club, Perhimpunan Persahabatan Indonesia Tiongkok (PPIT) Bali, dan Sudakara Artspace bekerja sama menggelar pameran bertajuk “Di Bawah Langit Kita Bersaudara: Wuhan Jiayou” bertempat di Sudakara Art Space, Sudamala Suites and Villas, Jalan Sudamala Sanur, Bali, Jumat (6/3/2020).
Diselenggarakannya pameran ini untuk menyampaikan simpati dan solidaritas bagi warga Wuhan khususnya dan masyarakat China pada umumnya yang tengah melakukan penanganan serius terhadap virus corona (Covid-19).
Kongjen China di Denpasar, Gou Haodong menyambut baik gagasan sejumlah seniman untuk pameran ini dan sekaligus mengemas acara tersebut dengan menyongsong peringatan 70 tahun hubungan diplomatik Republik Rakyat Tiongkok dan Republik Indonesia yang terjalin sejak 13 April 1950.
Sebelumnya, hubungan antara Tiongkok dan Indonesia sudah dimulai dari ribuan tahun lalu, bahkan jauh sebelum itu, dimana puncaknya pada Dinasti Ming sekitar 600 tahun silam, ketika armada Cheng Ho berlayar sampai di Asia Tenggara yakni tahun 1405 sampai 1433.
• Bali United Menang, Laga Berlangsung Fair, Berhasil Ganti Poin yang Sempat Hilang
• Dua Umpan Akurat Il Capitano Fadil Sausu Bawa Bali United Menang Lawan Barito Putera
• BMW Astra Berikan Layanan Pembersihan Sirkulasi Udara Mobil Gratis
“Mulai saat itu, pertukaran dan perdagangan dua daerah tidak pernah putus. Peninggalan atau jejak sejarah dan budaya persahabatan Tiongkok dan Indonesia bisa kita jumpai di mana saja zaman sekarang,” ujar Gou Haodong, pada press conference pembukaan pameran di Sudakara Artspace, Sudamala Suites and Villas, Sanur, Jumat (6/3/2020).
Melaui pameran ini, Gao mengatakan, dapat mencerminkan rasa persahabatan dan doa dari masyarakat Bali.
Melalui karya seni, dapat mengingatkan akan hubungan persahabatan kedua bangsa sejak lama.
Pameran ini dibuka langsung oleh Kepala Dinas Kebudayaan (Disbud) Provinsi Bali I Wayan Kun Adnyana, mewakili Wagub Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana S. yang pada kesempatan ini tidak bisa hadir.
Kun Adnyana mengapresiasi digelarnya pameran ini sebagai sebuah inisiatif yang luar biasa bagus.
Di tengah-tengah kengerian yang coba dihidupkan oleh beberapa pihak atas kondisi yang sebenarnya tidak dikehendaki bersama, ada etikat baik dari para seniman dan Kongjen China di Denpasar.
“Melalui pameran ini, bisa dikatakan sebagai terobosan dalam melawan ketakutan yang coba disebar di seluruh dunia, sehingga menyebabkan ikatan persahabatan menjadi berkurang,” kata Kun Adnyana dalam sambutannya.
Dirinya juga menyayangkan ajakan untuk tidak bersalaman sejak maraknya pemberitaan virus corona di seluruh dunia.
“Jika hal itu dilihat secara kebudayaan kok terasa tidak membuat nyaman. Jadi seni, melampaui itu semua. Seni melampaui itu, bahkan seni ada dalam ekstase untuk melawan kengerian, ketakutan, dan sebagainya. Dengan seni kita rayakan persahabatan, tidak ada jalan berhenti untuk bersahabat karena sekali lagi di bawah langit kita bersaudara,” tuturnya.
Selain menghadirkan karya Gou Haodong, Ketua Bali Art Club Djaja Tjandra Kirana mengatakan pameran ini menampilkan karya dari Wayan Redika, Chusin Setiadikara, Niluh Listya Wahyuni, Made Kaek, I Made Somadita, Made Duatmika, Made Wiradana, Djaja Tjandra Kirana, dan Polenk Rediasa, dan seniman lainnya.
Konjen Gou yang juga seniman kaligrafi menyertakan sebuah karya kaligrafi bertahuk ‘Meskipun berada di Tempat yang Berbeda-beda, Kita Masih di Bawah Langit yang Sama’.
Karya Gou ini menginspirasi judul pameran yang selain untuk memperingati hubungan diplomatik kedua negara juga solidaritas bagi Wuhan.
Karya lain yang merespons langsung kondisi Wuhan dan dampak virus corona baru di antaranya bisa dilihat pada karya Tjandra, Duatmika, Loka Suara, dan Polenk Rediasa.
Menariknya, lukisan karya Polenk Rediasa yang bertajuk ‘1.118 Tahun Membisu’ yang ia buat pada tahun 2019, tampak sangat mewakili situasi saat ini.
Karya 1.118 Tahun Membisu menggambarkan lima perempuan bermasker yang menyimbolkan aksi tutup mulut atau membisu, yang dimana ini sangat merealisasikan situasi pasca merebaknya virus corona, sehingga di seluruh dunia orang-orang tampak menggunakan pelindung masker.
“Sebenarnya lukisan ini ide awalnya dari cerita Desa Bengkala di Singaraja, dimana masyarakat Kolok yang dikutuk oleh Dewi Danu karena merahasiakan pernikahan Raja Jaya Pangus dengan putri dari China Kang Wei,” tuturnya ketika diwawancarai Tribun Bali.
“Saya juga tidak sadar, kenapa dulu buatnya pakai masker. Saya juga tidak tahu akan ada virus dan segala macam. Kebetulan saja saya ingin menunjukkan orang bisu, tapi itu sulit, saya coba pakai masker. Ternyata hari ini semua masyarakat pakai masker. Intinya dari karya ini, dari dulu kita menghormati orang China, sampai sekarang kita akan tetap bersama mereka,” imbuhnya.
Sementara itu, karya yang lain menggambarkan kesalehan sosial kita sebagai warga bangsa bergotong-royong menghadapi musibah, saling memberikan semangat, mendorong persahabatan, solidaritas, senasib sepenanggungan, dan meniupkan keinginan positif menjalin hubungan antar bangsa.
Pameran ini menampilkan sebanyak 30 karya dari para seniman, dan akan berlangsung selama 10 hari yakni dari 6 Maret 2020 sampai 16 Maret 2020.(*)