Kisah Sukses Gede Yudi Ariawan, Jualan Laklak Beromzet Jutaan
Gede Yudi Ariawan, seorang pengusaha jajanan tradisional asal Desa Gobleg, memulai usaha laklak sejak tahun 2016
Penulis: Noviana Windri | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Laporan Wartawan Tribun Bali, Noviana Windri Rahmawati
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Usaha jajanan tradisonal tidak bisa selalu dipandang sebelah mata.
Salah satunya jajanan tradisional khas Bali, yaitu laklak.
Di balik rasanya yang gurih, ternyata laklak menyimpan potensi untung yang tidak sedikit.
Seperti yang dirasakan Gede Yudi Ariawan, seorang pengusaha jajanan tradisional asal Desa Gobleg, Singaraja.
• Kabar Bahagia, Pemain Bali United Spaso Kembali Fit, Siap Hadapi Madura United
• Manfaat Luar Biasa dari Cuci Tangan, Begini Cara Cuci Tangan yang Tepat
• 10 Daftar Artis, Publik Figur Hingga Atlet Terinfeksi Virus Corona
Ia memulai usaha laklak sejak tahun 2016 yang saat itu ia masih berusia 19 tahun dan baru saja menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas.
Pada awalnya, Yudi, sapaan akrabnya, memulai usahanya dengan memberi nama '168' dimana hal tersebut diambil dari filosofi China yang dianggap sebagai angka keberuntungan.
Dimana angka 1 memiliki arti kelahiran manusia di dunia, angka 6 memiliki arti kerja keras, dan angka 8 melambangkan kisah sukses dan kaya raya.
"Ini awalnya semua perusahaan saya diberi nama 168. Yang menurut fengsui artinya sekali melangkah pasti maju," ceritanya.
Berkat kejeliannya melihat peluang usaha jajanan tradisonal, Yudi, sapaan akrabnya kini telah memiliki 2 cabang warung laklak dengan 7 orang karyawan.
Warung pertama bernama Laklak Bali 'Laku 168' di Jalan Sanghyang, Panjer, Denpasar, Bali.
Sedangkan warung kedua bernama Laklak Buleleng 'Laku 168' di Jalan Drupadi, Sumerta, Denpasar, Bali.
"Dulu modal awal membuka usaha ini sekitar 50 juta itu tahun 2016. Omzet yang saya dapatkan sekitar 15 juta/bulan," ungkapnya.
Meski laklak yang dijualnya sama seperti laklak pada umumnya, namun cita rasa dan kualitas dari laklak tetap ia jaga.
Bahan dasar dari tepung beras dan pewarna laklak masih dari pewarna alami yaitu dari daun suji.
Tungku dari tanah liat dan kayu bakar menggunakan kayu kopi agar aroma laklak lebih khas dan mendapatkan hasil yang sempurna.
"Bahan-bahan yang kami gunakan itu masih alami dan membuat laklak kami istimewa. Kayu bakar kami menggunakan kayu kopi. Pewarnanya kami masih menggunakan pewarna alami yaitu dari daun suji," sambungnya pria kelahiran 29 November 1994 ini.
Usaha kuliner jajanan tradisional saat tidak bisa dipandang sebelah mata.
Laklak 'Laku 168' sendiri telah menjadi langganan pesanan dari acara di Kantor Gubernur Bali, kantor-kantor kedinasan, atau kantor bank di bali.
Bahkan mantan wakil Gubernur Bali, I Ketut Sudikerta dan keluarga menjadi pelanggan Laklak 'Laku 168'.
(*)