IDI Ungkap 2 Hal Ini Pengaruhi Kesembuhan Pasien Akibat Corona 

Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Daeng Faqih menyebut sebenarnya pasien corona di Indonesia ada harapan untuk sembuh.

Pixabay
Ilustrasi tes virus corona 

TRIBUN-BALI.COM - Tingkat kematian atau fatality rate akibat Virus Corona di Indonesia dinilai cukup tinggi, yakni di atas 8 persen.

Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Daeng Faqih menyebut sebenarnya pasien corona di Indonesia ada harapan untuk sembuh.

Faqih menjelaskan dua hal yang sangat mempengaruhi kesembuhan pasien.

Dilansir Tribunnews.com, dua hal tersebut diungkapkan Faqih dalam tayangan YouTube KOMPASTV, Kamis (26/3/2020).

Faqih menyebut tingkat kematian akibat corona di Indonesia memang cukup tinggi jika dibandingkan seluruh dunia.

Cegah Covid-19, Polda Bali Semprot Cairan Disinfektan di Sepanjang Jalan WR. Supratman Denpasar

Setop Gunakan Tisu Basah untuk Bersihkan Kulit Wajah, Bisa Picu 3 Masalah Kulit Ini

Ini Cara Menyeimbangkan Antara Kerja dari Rumah dan Mengasuh Anak

"Secara internasional, angkanya itu memang berkisar antara 3-4 persen fatality rate-nya," ujar Faqih.

"Di Indonesia ini cukup tinggi sampai 8 sekian persen, di luar itu memang kemungkinan sembuhnya tinggi," sambungnya.

Namun, tingkat kesembuhan pasien corona di Indonesia sebenarnya masih bisa diharapkan.

Faqih menjelaskan dua penyebab pasien corona bisa cepat sembuh.

Di antaranya adalah penyakit penyerta atau penyakit yang awalnya sudah dimiliki oleh pasien.

"Tapi semua itu tergantung pada kondisi-kondisi khusus."

"Maksudnya misalnya penyakit penyerta, seberapa besar penyakit penyerta yang terjadi pada orang yang terkena infeksi virus," terang Faqih.

Berisikan Informasi Terpercaya, Twitter Bikin Halaman Khusus Covid-19, Bagaimana Cara Mengaksesnya?

Pasien Sembuh Covid-19 Beri Tips: Jangan Sampai Stres

Mulai Hari Ini Pasar Badung Terapkan Sistim Belanja Online, Begini Caranya

Penyebab berikutnya adalah tingkat daya tahan tubuh pasien corona.

"Yang kedua seberapa besar daya tahan tubuh atau imunitasnya," kata Faqih.

"Itu meskipun angkanya (kematian) dikatakan cukup besar, kemungkinan sembuh secara individual."

"Bergantung pada dua hal tadi, imunitas dan penyakit penyerta," paparnya.

Yuri bahas soal tingkat kematian

Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Virus Corona Achmad Yurianto mengimbau masyarakat untuk tidak terpaku pada persentase tingkat kematian.

Yuri kemudian mengambil contoh daerah yang memiliki 1 pasien positif corona dan meninggal dunia.

Bagi Yuri, tidak mungkin untuk dikatakan bahwa tingkat kematian di daerah itu 100 persen.

Dilansir Tribunnews.com, hal itu diungkapkan Yuri dalam sebuah wawancara eksklusif acara FAKTA 19 Maret 2020 lalu, yang diunggah YouTube Talk Show tvOne pada Senin (24/3/2020).

Lapas Berpotensi Jadi Kuburan Massal Karena Virus Corona Jika Kelebihan Kapasitas

Wali Kota Tegal Terapkan Local Lockdown Selama 4 Bulan, Perbatasan Ditutup Beton

Yuri menanggapi persentase tingkat kematian atau case fatality rate (CFR) Indonesia yang disebut-sebut paling tinggi se-Asia Tenggara.

Ia mengimbau masyarakat untuk tidak terpaku pada angka itu yang nantinya memunculkan kepanikan.

"Kita jangan terpaku pada persentase ya, karena ini data yang dinamis ya, selalu bergerak," ujar Yuri.

Yuri kemudian mengambil contoh Provinsi Bali pada 19 Maret ketika pasien corona saat itu masih 1 orang dan meninggal dunia.

Jika dihitung dengan rumus CFR pada umumnya, maka tingkat kematian di Bali bisa dianggap 100 persen.

Bagi Yuri, sampel 1 pasien yang meninggal dunia tidak lantas bisa merepresentasikan tingkat kematian di Bali.

"Bahkan coba kalau kita persempit, di Bali (19 Maret) kasus positif 1, dan meninggal, 100 persen dong?" kata Yuri.

"Itu sudah paling tinggi, angka persennya sudah habis," sambungnya.

Sama halnya dengan wilayah lain di Indonesia yang mana tidak ada pasien corona yang meninggal, seolah tingkat kematian 0 persen.

"Tetapi di beberapa tempat, kasusnya ada tapi enggak meninggal, 0 persen dong," ungkap Yuri.

Menurut Yuri, angka persentase harusnya tidak menjadi patokan untuk menyimpulkan kasus corona.

Terlebih wabah Covid-19 ini memang belum selesai.

"Artinya angka 8 persen atau 11 persen yang kemarin, bukan patokan untuk kita dalam menyimpulkan episode ini keseluruhan, ini kan belum selesai," jelas Yuri.

"Dinamis sekali, oleh karena itu bukan itu (persentase) yang diperhatikan," tambahnya.

Yuri lebih memilih melihat dengan patokan lain, yang juga memperhatikan jumlah penduduk dan sebaran corona.

"Kemudian kita juga melakukan pemodelan, pemodelan ini kita hitung jumlah penduduk, kemudian tren sebaran, dan seterusnya," paparnya.

Memang, untuk saat ini grafik jumlah korban corona di Indonesia masih terus menanjak.

Yuri percaya nantinya jumlah korban akan berangsur menurun hingga wabah ini mereda.

"Maka kita akan melihat bahwa grafik ini akan naik terus, dan nantinya akan mencapai puncaknya, dan kemudian tapering off, turun pelan-pelan," kata Yuri.

Ia membeberkan ada pakar yang memprediksi wabah corona berakhir pertengahan Mei 2020.

Namun Yuri mengaku tidak bisa mengiyakan atau menolak lantaran masing-masing ahli punya dasar alam pendapatnya.

"Tapi ada juga, di perhitungan mereka, ada di pertengahan Mei," ucap Yuri.

"Kita tidak akan bisa menolak kajian apapun, karena di antara para pakar pun banyak yang beda-beda kan," tambahnya. (*)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Tingkat Kematian Corona di Indonesia Tinggi, IDI: Pasien Covid-19 Bisa Sembuh karena Dua Hal Ini

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved