Corona di Bali
Perajin Tenun di Jembrana Kebanjiran Order Masker di Tengah Pandemi Corona
Perajin tenun di Jembrana ini mengaku dua pekan belakangan permintaan garapan masker kain kian tinggi
Penulis: I Made Ardhiangga Ismayana | Editor: Irma Budiarti
TRIBUN-BALI.COM, JEMBRANA - Merebaknya virus Corona Covid-19 di Indonesia, khususnya Bali, membuat sebagian perajin tenun Bali, yang memiliki keterampilan menjahit kebanjiran order masker.
Bukan banting setir, namun karena berkurangnya pesanan kerajinan tenun dan bahan baku langka, beberapa perajin sementara memilih mengambil order jahitan masker.
Apalagi, dalam dua pekan belakangan permintaan garapan masker kain kian tinggi.
Berbagi instansi baik swasta dan pemerintah serta komunitas, memesan masker untuk kebutuhan pegawai atau disumbangkan.
Beberapa perajin tenun Jembrana kini fokus menggarap masker kain.
Satu di antaranya, Gusti Ayu Kade Winda Lestari warga Banjar Anyar, Desa Batuagung, Kecamatan Jembrana.
Winda menuturkan, ia mengurangi produksi tenun karena bahan baku sedikit dan jangkauan harga belum stabil.
Orderan masker ia berikan kepada keluarganya, yang memiliki keterampilan menjahit, seperti ke mertua dan bibinya.
"Kerja sama ini karena saya ikut dalam IKM Pemda. Kemudian ada banyak orderan yang diberi. Jadi saya ambil, tapi saya beri juga ke bibi sama mertua. Karena memang bisa menjahit," ucapnya, Jumat (10/4/2020), saat dihubungi Tribun Bali melalui selulernya.
Winda mengaku, selama dua pekan ini sedikitnya ada hampir 1.000 lebih masker yang harus digarapnya.
Untuk masker kain, itu berbahan baku kain katun dengan tali sebagai pengikat di kepala.
Diakuinya, ia juga mondar-mandir membeli kain di beberapa tempat.
Sebab, kain bahan baku yang biasanya digunakan telah habis, dan harga kain sendiri saat ini sedang naik.
"Sekarang dijual paling Rp 6.500 sampai Rp 7.500 eceran dan bordir juga sekalian. Dulu waktu kain masih murah, malah dijual Rp 5.000," ungkapnya.
Winda menyebut, ia hanya sebagai penjembatan atau memberi garapan kepada beberapa kerabatnya.
Ia mengorder kain, kemudian mengumpulkan barang jadi masker, selanjutnya mengirim ke pemesan.
Biasanya 1 meter kain dalam dua lapis, bisa dibuat 15 masker.
"Sekarang permintaan pelanggan itu masker kain yang pengikut di telinga itu harus pakai benang kain. Bukan pengikat karet itu yang dimau. Ya pokoknya satu meter kain dua lapis itu, jadi 15 masker lah," jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, seorang perajin tenun Bali atau pemilik Arca Colecttion, Kadek Anggariasih yang gerainya berada di Banjar Tegalasih, Desa Batuagung, Kecamatan Jembrana, Kabupaten Jembrana, mengaku banjir order masker kain.
Anggariasih menuturkan, pesanan masker dari sepekan lalu, membuatnya banting setir dari penjahit kebaya atau atribut pakaian adat Bali, menjadi perajin masker hingga 2000-an buah.
Biasanya ia hanya menjahit dengan seorang pekerjanya.
Karena pesanan membeludak, akhirnya meminta bantuan ke dua rekannya untuk membantu.
"Ada bank (plat merah) yang memesan 1.000 masker. Baru empat hari kami kerjakan. Kalau yang lain ada dari komunitas dan bank lainnya juga. Tapi cuma sekitar 100 sampai 200 buah masker," ucapnya ketika ditemui Tribun Bali di gerainya.
Ia melanjutkan, pesanan masker belum sepenuhnya rampung.
Hampir sepekan ia hanya bisa memproduksi sekitar 1.000-an masker dan masih harus menjahit lagi sekitar hampir 700-an untuk pesanan bank plat merah.
Banjirnya pesanan ini memang seiring dengan merebaknya Covid-19.
Bahkan, pendemi ini menjadi keuntungan tersendiri dibanding saat dulu menenun kebaya dan pakaian adat Bali.
(*)