Corona di Bali
Lolos di Gilimanuk, Dishub Denpasar Buntuti 15 Calon ABK dari Brebes Yang Menuju Pelabuhan Benoa
Dikarenakan mereka datang dari daerah terjangkit Covid-19, sehingga langsung dilaksanakan karantina.
Penulis: Putu Supartika | Editor: Eviera Paramita Sandi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR- 15 orang calon Anak Buah Kapal (ABK) asal Brebes, Jawa Tengah diamankan oleh Dinas Perhubungan Kota Denpasar di Pelabuhan Benoa, Senin (13/4/2020) pukul 04.30 Wita.
Kelimabelas calon ABK ini diamankan setelah sebelumnya lolos pemeriksaan di Pelabuhan Gilimanuk.
Setelah diamankan, semua calon ABK tersebut langsung dikarantina di Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Jalan Cok Agung Tresna, Denpasar.
Kadis Perhubungan Kota Denpasar, I Ketut Sriawan mengatakan pengamanan ini dilakukan untuk menekan penyebaran Covid-19 di Kota Denpasar.
Menurutnya kelimabelas orang tersebut datang dari Brebes ke Benoa untuk bekerja sebagai ABK pada perusahaan kapal penangkap ikan di Pelabuhan Benoa.
"Mereka datang ke Denpasar dan kami buntuti, mereka menuju ke Pelabuhan Benoa. Karena itu kami amankan mereka," kata Sriawan.
Dikarenakan mereka datang dari daerah terjangkit Covid-19, sehingga langsung dilaksanakan karantina.
Karantina tersebut dilakukan sementara, sebelum kemudian mereka akan dipulangkan ke daerah asalnya.
Pihaknya mengaku semakin memperketat akses masuk ke Kota Denpasar mengingat kasus positif di Kota Denpasar cukup tinggi.
Dan untuk di Pelabuhan Benoa sendiri, pemantauan dilakukan dengan bekerjasama dengan KSOP Pelabuhan Benoa.
Sementara itu Juru Bicara Gugus Tugas Penanggulangan Covid-19, I Dewa Gede Rai meminta agar perusahaan penangkapan ikan di Pelabuhan Benoa tidak mendatangkan ABK dari luar daerah.
"Masih suasana seperti ini, kami minta perusahaan penangkap ikan untuk tidak mendatangkan ABK dari luar daerah. Apalagi dari daerah yang terjangkit untuk menekan penyebaran virus Covid-19 ini," katanya.
Tak Karantina 14 Hari Alasan Tak Ada Tempat
Data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Bali per Sabtu (11/4/2020) menyebutkan, bahwa kasus positif Covid-19 di Bali sudah mencapai 79 orang.
Sebanyak 79 orang tersebut terdiri atas 72 orang Warga Negara Indonesia (WNI) dan tujuh orang merupakan Warga Negara Asing (WNA).
Dari 72 kasus positif pada WNI, 51 diantaranya merupakan imported case atau dialami oleh PMI yang baru pulang dari luar negeri.
Namun sayangnya, ditengah kasus yang didominasi oleh PMI, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali tidak bisa melaksanakan karantina secara ideal dalam kurun waktu 14 hari.
"Idealnya (karantina) sih 14 hari, tapi kalau hasil tesnya sudah negatif kita sarankan dia melanjutkan karantina di rumah masing-masing," kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali Ketut Suarjaya saat dihubungi Tribun Bali melalui sambungan telepon, Minggu (12/4/2020).
Suarjaya menuturkan, pihaknya tidak melakukan karantina selama 14 hari terhadap PMI yang pulang ke Bali dikarenakan tempatnya tidak cukup.
Apalagi, rencana Pemprov Bali yang akan menyiapkan tempat karantina di beberapa tempat ditolak oleh masyarakat setempat.
"Gimana caranya karantina sekian banyak orang kalau masyarakat juga menolak," sesal Suarjaya.
Beberapa tempat karantina yang ditolak oleh masyarakat yakni di Politeknik Angkatan Darat (Poltrada) Bali di Banjar Samsam, Desa Samsam, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan dan di Sesetan.
Rencana Pemprov Bali yang akan menyiapkan karantina di salah satu tempat milik Kementerian Perhubungan di Sesetan Denpasar Selatan juga turut ditolak oleh masyarakat.
Namun apa daya, upaya Pemprov Bali yang akan melakukan Poltrada Bali yang berlokasi di Banjar Samsam, Desa Samsam, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan mendapatkan penolakan dari warga setempat.
"Tempatnya saja ditolak gimana mau banyak-banyak (melakukan karantina), apalagi PMI yang datang itu banyak, makanya kita seleksi. Di bandara kita seleksi, di karantina (diseleksi). Tujuannya kan menyelematkan masyarakat, tapi masyarakat menolak," kata dia.
Suarjaya menuturkan, sedari awal pihaknya telah melakukan screening kepada seluruh PMI yang baru datang di Bandar Udara (Bandara) Internasional I Gusti Ngurah Rai dengan rapid test.
Bagi PMI yang hasil rapid test-nya positif maka langsung dibawa ke lokasi karantina.
Namun pelaksanaan screening di bandara ini sebenarnya bukanlah rencana awal.
Rencana awal yang sebenarnya yakni semua PMI yang datang langsung dibawa ke karantina, di sanalah mereka dilakukan screening.
Tapi untuk mempercepat proses, screening akhirnya dilakukan di bandara.
Selama di karantina para PMI itu dijaga kesehatannya oleh tim medis dengan diajak berolahraga setiap pagi, diberikan konsumsi sebanyak tiga kali dalam sehari dan dikasi susu serta vitamin.
Begitu hasil swab PMI tersebut datang dan dinyatakan negatif, maka PMI bersangkutan diijinkan pulang dan harus melakukan isolasi mandiri selama 14 hari.
Ia mengimbau agar para PMI melakukan isolasi secara tertib guna mencegah adanya transmisi lokal di Bali.
"Maka dari itulah screening ini menjadi penting, supaya jangan sampai mereka sudah pulang ternyata dia menyebarkan virus. Tujuan dari screening dan karantina di provinsi ini kan seperti itu," jelasnya.
Ia juga meminta kesadaran kepada PMI yang baru akan pulang ke Bali supaya jangan nyelonong saat pulang.
Dirinya mengakui bahwa sudah terdapat kejadian PMI yang ketika petugas lengah malah memilih lari dari proses screening dan akhirnya positif Covid-19 di rumahnya.
"Ini kan potensi menyebarkan ke masyarakat, makanya harus sadar mereka dan masyarakat juga jangan nolak (tempat karantina). Ini kan tujuannya juga menyelamatkan masyarakat sebenarnya. Ini harus disadarkan masyarakat juga supaya jangan sampai ada penolakan," jelasnya.
Mengenai anggaran karantina ini, Suarjaya mengatakan bahwa semuanya berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah APBD Semesta Berencana Provinsi Bali.
Biaya itu sudah termasuk konsumsi, akomodasi, alat alat seperti sabun, hand sanitizer, masker hingga handuk. Semua ini sudah masuk dalam satu paket anggaran penanggulangan Covid-19 Provinsi Bali. (*)