Corona di Indonesia

Kisah Perawat di Tengah Pandemi Corona: Berisiko Tinggi Terpapar Covid-19 Hingga Stigma Negatif

Seorang perawat, Nurdiansyah, berbagi kisah pengalaman selama merawat pasien Covid-19

Penulis: Zaenal Nur Arifin | Editor: Irma Budiarti
Foto istimewa kiriman Humas BNPB.
Foto istimewa kiriman Humas BNPB. 

Laporan Wartawan Tribun Bali, Zaenal Nur Arifin

TRIBUN-BALI.COM, JAKARTA – Penyebaran virus Corona Covid-19 masih terus terjadi di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Ini menyebabkan tingkat risiko tenaga medis terpapar virus Corona Covid-19 pun semakin tinggi.

Seorang perawat, Nurdiansyah, berbagi kisah pengalaman selama merawat pasien Covid-19.

Nurdiansyah yang bekerja di RSPI Sulianti Saroso, berharap semua pihak, pemerintah dan masyarakat melakukan pencegahan virus Corona Covid-19

Karena masyarakat adalah garda terdepan perlawanan Covid-19.

"Mari sama-sama lakukan pencegahan. Dalam hal ini garda terdepan adalah masyarakat,” ungkap Nurdiansyah.

“Kami, perawat, tenaga kesehatan, ada di lini paling belakang, ketika sudah terinfeksi, karena memang kita sudah melakukan pencegahan dengan ketat, tapi masih terinfeksi, itu. Jadi, masyarakat mari kita sama-sama,” ajak Nurdiansyah saat konferensi pers di Graha BNPB Jakarta, Minggu (19/4/2020).

Ia juga meminta agar teman-temannya sesama perawat mendapatkan alat perlindungan diri (APD) saat bekerja. 

Selama menangani pasien Covid-19 di rumah sakit, banyak teman-teman perawat yang positif tertular. 

Saat bekerja, ia dan teman-teman lain sempat mengenakan pita hitam tanda berduka cita.

Nurdiansyah yang juga pengurus Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk wilayah Jakarta Utara berharap pemerintah menjamin ketersediaan APD terstandar bagi tenaga medis saat mengobati dan merawat pasien Covid-19

Pria yang tadinya bekerja untuk pasien HIV/AIDS itu, mengaku para perawat bekerja keras dari pagi hingga malam, sehingga mereka membutuhkan istirahat cukup.

“Jadi, kalau bisa pemerintah, harapannya ada waktu (istirahat tim medis), memang kami bekerja tidak seperti biasa, misalnya 14 hari masuk, 14 hari libur,” ungkapnya.

Di sisi lain, ia berterimakasih kepada dukungan semua pihak, khususnya pemerintah, karena menyediakan penginapan sebagai tempat transit atau beristirahat. 

Sehingga dapat dimanfaatkan tenaga medis untuk melepas lelah setelah melaksanakan tugas melayani pasien.

"Alhamdulillah pemerintah sudah memberikan penginapan sebagai transit dan tempat untuk beristirahat,” pungkasnya.

Ia berkisah, saat bekerja sebagai perawat di RSPI Sulianti Saroso, khusus penanganan penyakit infeksi, salah satu prosedur bekerja adalah menggunakan APD yang tepat.

“APD yang lengkap ini dari atas sampai bawah. Jadi, betul-betul harus tertutup,” jelasnya.

Tidak hanya pakaian aman, tetapi Nurdiansyah juga menggenakan masker N95 dan kacamata atau google. 

Apa yang ia kenakan sudah sesuai standar keamanan yang tinggi, sehingga mampu terhindar paparan virus Corona. 

Dalam memonitor pasien, pihak rumah sakit juga menggunakan kamera pemantau di setiap kamar pasien.

“Nah, di sini, kami bisa melihat kondisi pasien dari monitor. Kami bicara ke pasien lewat monitor, ketika misalnya pasien ada butuh apa, nanti ketika masuk, baru kami lakukan perawatan,” katanya.

Seiring berjalannya waktu, ia mengaku mengalami banyak kisah suka dan duka.

Ia menceritakan, salah satunya banyak sekali teman sesama perawat mendapatkan stigma negatif. 

Ia pun menegaskan kembali harapannya kepada masyarakat, agar bersama-sama mencegah penyebaran Covid-19.

Menurutnya, banyaknya kasus perawat atau dokter terinfeksi Covid-19 dipicu oleh beberapa faktor, salah satunya ketidakjujuran pasien ketika berobat atau saat ditanya perihal kronologi penyakitnya. 

Padahal keterbukaan pasien menjadi kunci, Covid-19 dapat disembuhkan dan penularan dapat dicegah.

Sudah banyak tenaga medis terinfeksi hingga gugur dalam melaksanakan tugasnya. 

Bagi Nurdiansyah, hal itu semakin menambah cerita duka bagi dirinya dan para tenaga medis lainnya, saat melaksanakan tugas menangani Covid-19.

“Sudah mulai banyak kasus-kasus yang terjadi pada kami. Beberapa teman ada yang dirawat. Teman-teman tertular dari pasien. Ada yang tertular karena mungkin ketidakjujuran (pasien). Bulan ini kami penuh duka, angka positif dari teman-teman kami semakin banyak, yang meninggal juga,” ungkap Nurdiansyah.

Melihat itu, Nurdiansyah juga berkisah tentang apa yang dialami rekan-rekannya tentang stigma negatif tenaga medis, khususnya di lingkungan tempat tinggalnya. 

Mulai dari diusir hingga anggota keluarganya diasingkan dan dikucilkan tetangga.

“Stigma negatif tentang perawat Covid-19, mulai dari diusir dari rumah kontrakan, kemudian anak dari perawat juga diasingkan dengan anak tetangganya,” kata Nurdiansyah.

(*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved