Jejak Langkah RA Kartini: Sosok Pelopor Kesetaraan Kaum Perempuan di Tanah Air

Raden Adjeng Kartini atau RA Kartini, yang hidup pada zaman kekuasaan feodal dan kolonial memiliki cara pandang modern dan berani mengkritik

Editor: Ady Sucipto
tribunnews.com
RA Kartini 

TRIBUN-BALI.COM - Setiap tanggal 21 April 2020, bangsa Indonesia selalu memperingati Hari Kartini yang disebut sebagai tokoh pelopor yang menuntut persamaan hak kaum perempuan di Tanah Air. 

Sejarah mencatat, Raden Adjeng Kartini lahir pada 21 April 1879 di Jepara, Hindia Belanda (pada waktu itu nusantara masih dikuasai kolonial Belanda). 

Raden Adjeng Kartini atau RA Kartini, yang hidup pada zaman kekuasaan feodal dan kolonial memiliki cara pandang modern dan berani mengkritik atas keterbatasan yang terjadi di sekitarnya ketika itu.

Lewat tulisan suratnya yang berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang, Kartini mencurahkan pikiran-pikiran modernnya untuk kemajuan perempuan di Tanah Air, seperti emansipasi dan kesetaraan kaum perempuan

Dan dalam rangka memperingati Hari Kartini yang dirayakan pada Selasa (21/4). Berikut sejarah singkat RA Kartini yang mempelopori kebangkitan perempuan di Nusantara. 

Berikut sekilas kisah RA Kartini

Sosok RA Kartini rupanya tak pernah punya keinginan untuk tumbuh di tengah keluarga bangsawan yang dipandang tinggi masyarakat umum.

Ayah Kartini, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, merupakan Bupati Jepara di masanya. Ibu tirinya, Raden Ayu Muryam, merupakan keturunan keluarga raja di Madura.

Kepada sahabat penanya, Estella Helena Zeehandelaar, Kartini mengungkapkan kekesalannya dipandang tinggi sebagai keluarga bangsawan.

"Apakah saya seorang anak raja? Bukan. Seperti kamu juga bukan," tulis Kartini dalam suratnya kepada Stella, sebagaimana tertulis dalam buku Surat-surat Kartini. Renungan tentang dan untuk Bangsanya (1979).

"Raja terakhir dalam keluarga kami, yang langsung menurunkan kami menurut garis keturunan laki-laki, saya kira sudah berlalu 25 keturunan jauhnya," lanjutnya.

Kartini tidak peduli dengan gelar apa pun yang dimiliki moyangnya terdahulu. Menurut dia, hanya ada dua macam bangsawan, yakni bangsawan jiwa dan bangsawan budi.

Dalam suratnya, Kartini pun menyindir orang-orang yang begitu bangga memamerkan gelar kebangsawanannya.

"Di manakah gerangan letak jasa orang bergelar graaf atau baron (gelar untuk bangsawan)? Pikiran saya yang picik tidak sampai untuk memikirkan hal itu," kata Kartini.

Kepada Stella, Kartini bercerita betapa marah dia dan saudarinya saat dipanggil "putri-putri Jawa" oleh sejumlah perempuan asal Den Haag. Saat itu, Kartini dan keluarganya tengah menghadiri Pameran Karya Wanita.

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved