Serba Serbi Dirumahaja
Seniman Terpuruk Alihkan Kegiatan untuk Berkontemplasi dan Mencipta
Merebaknya Covid-19 (Corona Virus Disease 19) dan ditutupnya sentra-sentra seni wisata, dan dibatalkannya Pesta Kesenian Bali 2020, baik di Kabupaten
Oleh: I Made Bandem
TRIBUN-BALI.COM -- Merebaknya Covid-19 (Corona Virus Disease 19) dan ditutupnya sentra-sentra seni wisata, dan dibatalkannya Pesta Kesenian Bali 2020, baik di Kabupaten/Kota maupun Provinsi Bali, menyebabkan para seniman mulai kelimpungan tanpa kegiatan dan penghasilan secara rutin.
Lebih-lebih ditunda atau dibatasinya kegiatan keagamaan seperti odalan menyebabkan tak ada kesempatan dan tempat bagi seniman untuk “ngayah” (mengabdi).
Pada saat maraknya kegiatan pariwisata di Bali ada sedikitnya 12 sentra Barong Kuntisraya yang aktif mengadakan pergelaran setiap harinya di kawasan Batubulan dan Celuk (Gianyar), Sanur dan Kesiman (Denpasar) yang sangat ramai dikunjungi oleh wisatawan mancanegara maupun wisatawan Nusantara.
Sejumlah sentra Kecak dan Legong aktif mengadakan pergelaran di daerah Ubud, Kuta, Sanur, dan Pusat Wisata lainnya di Nusa Dua, menyebabkan para seniman sibuk mengikuti kegiatan itu mulai pagi, sore, dan malam.
Dibatalkannya PKB 2020 di Kabupaten/Kota dan Provinsi Bali berakibat sejumlah koreografer, komposer, sutradara, pencipta dan seniman lumpuh kegiatannya, tidak ada aktivitas.
Biasanya mereka mondar-mandir dari satu tempat ke tempat lain untuk menyiapkan garapan yang akan ditampilkan dalam PKB, baik di Kabupaten/Kota maupun Provinsi.
Para desainer atau pusat penyewaan busana tari juga tak memiliki kegiatan yang signifikan untuk menyiapkan desain-desain baru mengantisipasi kreativitas seniman untuk kegiatan tahunan itu.
Para seniman seni lukis, patung, kriya dan desainer menghentikan aktivitas mereka karena tak ada ajang pameran dan dilarangnya para apresiator banyak berkumpul guna memutus penyebaran Covid 19 secara masif.
Pembahasan dan rencana penghargaan seni pun seperti Kerti Budaya, Wija Kusuma, Dharma Kusuma, dan Parama Satya Budaya, sementara tak terdengar lagi.
Akibatnya para seniman kelimpungan, terpuruk, dan bahkan ada yang menggigit jari.
Kendatipun penghasilan mereka untuk pentas pariwisata setiap harinya belum sesuai dengan kepakaran mereka, tetapi setidaknya menyebabkan dapur mereka masih bisa mengepul.
Demi kemanusian dan keselamatan sejagat mereka disiplin mematuhi peraturan pemerintah, tunduk kepada protokol kesehatan.
Memang berbeda sedikit dengan para seniman yang kebetulan bekerja di sekolah-sekolah Kejuruan Seni, dan Perguruan Tinggi Seni yang berfungsi ganda yaitu sebagai seniman praksis dan guru atau dosen, di mana mereka masih bisa menikmati gaji setiap bulan, karena mereka masih bisa mengajar walaupun dengan sistim daring atau online.
Apa langkah seniman ke depan?