Cadangan Kelistrikan di Bali Kritis, Gubernur Ajukan Raperda RUED ke DPRD Bali

Gubernur Bali Wayan Koster mengatakan, cadangan kelistrikan di Bali masih berada dalam kondisi kritis.

Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Ady Sucipto
Tribun Bali/I Wayan Sui Suadnyana
Gubernur Bali, Wayan Koster memberikan keterangan pers seusai mengikuti rapat paripurna DPRD Bali, Senin (29/6/2020) 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Gubernur Bali  Wayan Koster mengatakan, cadangan kelistrikan di Bali masih berada dalam kondisi  kritis.

Saat ini cadangan kelistrikan di Bali sebesar 0,77 persen.

Padahal, cadangan aman kelistrikan harusnya minimal 30 persen dari beban puncak.

Adapun beban puncak tertinggi kelistrikan di Bali sebesar 920 MW.

"Sehingga apabila dibandingkan dengan daya mampu maka kondisi cadangan kelistrikan Bali hanya 0,77 persen dan ini masuk kategori sangat kritis mengingat cadangan aman adalah minimal 30 persen dari beban puncak," kata Gubernur Koster dalam rapat paripurna DPRD Bali, Senin (29/6).

Gubernur Bali, Wayan Koster mengatakan, kapasitas terpasang kondisi kelistrikan di Bali tahun 2019 sebesar 1.440,85 MW.

Jika dirinci, jumlah tersebut di antaranya berasal dari kabel laut dari Pulau Jawa sebesar 400 MW, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Celukan Bawang 426 MW, Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) Pesanggaran 201,60 MW dan Pembangkit Listik Tenaga Energi Baru Terbarukan (PLT EBT)  2,4 MW.

Sementara sisanya adalah Pembangkit Listrik Tenaga Bahan Bakar Minyak (PLT BBM) di Gilimanuk, Pemaron dan Pesanggaran sebesar 410,85 MW.

Dikatakannya, meskipun kapasitas terpasang kondisi kelistrikan di Bali tahun 2019 sebesar 1.440,85 MW, tetapi daya mampunya hanya sebesar 927,20 MW. Hal itu dikarenakan PLT BBM tidak dioperasikan, kecuali dalam keadaan darurat.

Selain pemanfaatan energi untuk pembangkit listrik, tutur Koster, energi juga digunakan pada sektor lain, terutama pada sektor transportasi,  komersil, industri, rumah tangga dan sektor lainnya, terutama yang mendukung pariwisata.

Melihat kondisi tersebut, Gubernur Koster mengajukan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Bali Tahun 2020-2050 ke DPRD Bali.

Raperda tersebut diajukan sebagai regulasi dalam merumuskan serta menetapkan kebijakan dan strategi yang diperlukan untuk membangun sistem energi yang mandiri, berkeadilan dan berkelanjutan.

Regulasi yang dijalankan dalam Raperda tersebut lebih mengedepankan pemanfaatan energi bersih demi menjaga kesucian dan keharmonisan alam Bali.

"Berkenaan dengan hal tersebut penting untuk segera disiapkan regulasi yang dapat mengimplementasikan visi dan misi Pemerintah Provinsi Bali dengan mengedepankan penggunaan energi bersih yang mandiri dan berkelanjutan di Bali," kata gubernur.

Menurut Gubernur Koster, Raperda RUED Provinsi Bali merupakan amanat Pasal 18  Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi dan Pasal 16 ayat (5) Peraturan Presiden (PP) Nomor 1 Tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Umum Energi Nasional.

RUED merupakan sebuah dokumen perencanaan energi Bali tahun 2020-2050 yang mengatur penerapan dan pengelolaan energi bersih di Bali.

RUED Provinsi Bali juga bertujuan mewujudkan Pulau Bali yang bersih, hijau dan indah dengan membangun sistem energi bersih yang ramah lingkungan.

Berbagai muatan yang terdapat dalam Raperda tersebut di antaranya isu dan permasalahan energi; kondisi energi daerah saat ini, kondisi energi daerah di masa mendatang; kebijakan dan strategi energi daerah; rogram dan kegiatan pengembangan energi bersih daerah dan kelembagaan energi daerah.

Raperda juga memuat dokumen perencanaan energi daerah. Menurut Gubernur Koster, Bali merupakan daerah pertama di Indonesia yang mengedepankan penggunaan energi bersih.

Menurutnya, kebijakan itu diambil agar Bali menjadi mandiri energi, berkelanjutan dan berkeadilan dengan tetap mendukung tujuan nasional.

Gubernur mengaku secara bertahap akan meningkatkan bauran energi terbarukan, yang saat ini hanya berada di angka 0,4 persen.

Gubernur mengatakan, pemerintah akan meningkatkan bauran energi menjadi 11,15 persen pada 2025 dan menjadi 20,10 persen pada tahun 2050.

Hal itu dilakukan sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi pemanfaatan EBT dan juga melibatkan peranserta masyarakat dan adat.

"Hal itu menjadi sangat penting agar kita bersama-sama, antara eksekutif dan legislatif untuk mengawal dan menindaklanjuti rancangan peraturan daerah agar dapat digunakan sebagai acuan dalam pengembangan energi bersih di Bali ke depannya," tutur Koster.

Mandiri Energi

Selain karena amanat dari UU, Koster mengatakan rancangan energi merupakan sebuah kebutuhan untuk masyarakat Bali dan juga wisatawan domestik serta mancanegara mengingat Bali sebagai destinasi pariwisata dunia.

Baginya, kebutuhan kelistrikan di Bali sudah sangat mendesak dan perlu didesain secara terencana dan mulai menyiapkan diri sebagai daerah yang mandiri energi.

Hal itu diperlukan guna menjaga kebutuhan dan juga sebagai upaya dalam mengantisipasi permasalahan dan tantangan yang mungkin saja bisa terjadi di masa mendatang.

"Jadi kita harus rancang betul untuk merancang dan menskenariokan, Bali ini harus mandiri energi," tegasnya.

Meskipun saat ini Bali sudah memiliki kapasitas terpasang 1.440,85 MW, namun sebanyak 400 MW masih didatangkan dari Pulau Jawa yang disalurkan dengan kabel laut.

Situasi ini dinilai oleh Gubernur Koster sangat berbahaya.

"Kalau ada orang nakal itu tiba-tiba dipotong bisa gelap, karena bisa langsung putus. Bisa mati, bisa gelap kita di Bali," tuturnya.

Oleh karena itu, Gubernur berkeinginan agar ketergantungan Bali terhadap pembangkit listrik dari luar harus dikendalikan.

Jika hal tersebut terus dilakukan maka secara berkelanjutan Bali akan mengalami ketergantungan dan bakal menyulitkan posisi Bali ke depan.

"Jadi karena itu saya punya prinsip dan tentu kita berharap dewan mendukung, Bali memang harus mewujudkan mandiri energi dengan menyiapkan pembangkit tenaga listrik yang bisa kita bangun sendiri di Bali dan menghitung proyeksi pertumbuhan setiap tahunnya," kata dia.

"Saya benar-benar memberi perhatian serius masalah kebutuhan energi ini dan menjadi perhatian serius mengenai penyediaan energi dari luar Bali yang besarnya 400 MW," imbuh Gubernur Bali asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng itu.

Dia menceritakan, pemerintah pusat sudah pernah menawarkan agar Bali menambah lagi suplai energi dari luar daerah sebanyak 700 MW dan sudah ditolak oleh Gubernur Koster.

Terlebih, bahan bakal listrik yang disalurkan ke Bali berasal dari batu bara yang dinilai tidak sesuai cita-cita Bali mewujudkan diri sebagai daerah yang mandiri energi dengan energi bersih.

Gubernur Koster menyampaikan penolakan tersebut secara terbuka dan beberapa hari lalu berkomunikasi dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dan Direktur Utama PT PLN. 

Disampaikan bahwa pihaknya berencana mewujudkan Bali sebagai daerah mandiri energi dengan energi bersih.

Selain menyiapkan Perda tentang RUED, Koster  telah menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) tentang Energi Bersih dan Pergub tentang Penggunaan Kendaraan Listrik Berbasis Baterai.

"Agar alam kita di Bali ini bersih, tidak dihujani oleh kotoran asap dari pembangkit tenaga listrik dan kendaraan bermotor.

Jadi agar udara di Bali ini sehat, alam di Bali ini sehat bersih sehingga kita menghirup udara yang bersih. Kalau kita di Bali menghirup udara yang bersih maka paru-paru kita akan makin sehat," kata Gubernur Koster. (sui)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved