Corona di Bali

Wawancara Khusus Ida Bawati Prof I Gede Pitana: Angin Segar untuk Pariwisata Bali

Pulau Bali bersiap kembali dibuka (re-opening) di tengah pandemi Covid-19.

Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Ady Sucipto
Tribun Bali/Wema Satya Dinata
Prof. I Gede Pitana 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR -- Pulau Bali bersiap kembali dibuka (re-opening) di tengah pandemi Covid-19.

Termasuk sektor pariwisata, yang dibuka dalam tiga tahapan. Yakni 9 Juli untuk tamu lokal Bali, 31 Juli untuk kunjungan domestik atau nusantara, dan 11 September untuk wisatawan mancanegara.

Guru Besar Ilmu Pariwisata Universitas Udayana, Ida Bawati Prof I Gede Pitana, mengapresiasi langkah pemerintah melakukan re-opening Bali, dengan konsep new normal pada 9 Juli 2020.

Prof Pitana pun mengaku optimistis pariwisata Bali akan segera pulih seperti sediakala.

“Itu semua akan menggerakkan ekonomi, apalagi saat nanti dilanjutkan ke wisatawan nusantara dan internasional,” kata Prof Pitana di Denpasar, Jumat (3/7/2020).

Berikut wawancara khusus wartawan Tribun Bali, Anak Agung Seri Kusniarti, bersama Prof Pitana yang lama berkiprah di Kementrian Pariwisata dan sekarang memilih jalan spiritual.

Bagaimana tanggapan Prof tentang re-opening Bali?

Saya sangat setuju, dan mengapresiasi langkah pemerintah provinsi Bali.

Apakah Anda optimis pariwisata Bali akan kembali pulih?

Saya sangat optimistis pariwisata Bali akan segera pulih seperti sediakala. Re-opening Bali dengan konsep new normal pada 9 Juli 2020 ini sangat baik.

Ini memberi angin segar bagi pariwisata Bali yang mati suri sejak pandemi Covid-19 melanda Bali mulai Maret 2020.

Apakah ini juga menjadi pemikiran Prof?

Sejatinya ini persis seperti yang saya usulkan dulu, dibuka secara bertahap mulai dari yang paling dekat sampai yang paling jauh.

Pertama orang Bali bisa ke Karangasem, main ke Buleleng, sembahyang ke Besakih, dan sebagainya.

Itu semua akan menggerakkan ekonomi, apalagi saat nanti dilanjutkan ke wisatawan nusantara dan internasional.

Lalu apa saja yang harus dipersiapkan?

Apapun yang dilakukan harus memenuhi protokol kesehatan mencegah penularan Covid-19. Memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan.

Saya sudah mengobrol dengan swasta, mereka sangat mengharapkan segera ke Bali. Tentunya dengan syarat sesuai new normal.

Kenapa Prof yakin pariwisata segera pulih?

Sebab begitu ada pergerakan maka ada peluang. Intinya, setiap adanya pergerakan manusia maka pasti diikuti pergerakan uang.

Nah kalau di rumah saja, tentu kan tidak ada uang yang bergerak, apalagi kondisi ekonomi belakangan ini juga tidak baik.

Selain itu, apalagi yang menjadi keyakinan Prof pariwisata Bali akan membaik?

Kita kan mengenal kearifan lokal, apalagi re-opening didahului dengan melakukan persembahyangan di Batur dan Besakih, sesuai konsep Tri Hita Karana di Hindu.

Tentu ini baik sekali.

Optimismenya, karena melihat kecenderungan kepanikan warga Bali dan Indonesia bahkan dunia mulai menurun.

Semua mulai sadar pentingnya protokol kesehatan. Bila dibandingkan awal virus ini masuk dan menjangkiti warga.

Apa indikator bahwa warga tidak panik?

Kebetulan saya kan peneliti, saya melihat sekarang pasar mulai ramai, dan 90 persen menggunakan masker.

Jadi new normal setidaknya sudah berjalan dari masker, cuci tangan, dan jaga jarak.

Sehingga jika semua berjalan lancar, sesuai rencana re-opening Bali tanpa adanya kenaikan transmisi lokal.

Maka dipastikan Natal dan tahun baru 2020 Bali kembali ramai. Walaupun tentu tidak seramai tahun lalu.

Mengapa belum bisa kembali optimal?

Sebab, masalahnya pandemi ini menjangkiti seluruh dunia. Sehingga semua orang sedang kesulitan secara finansial.

Termasuk turis yang biasanya datang plesiran ke Bali.

Apalagi sekarang kan memang syaratnya ketat, harus swab, rapid, dan lain sebagainya.

Jadi tentu tidak semudah dulu.

Sehingga, memang untuk okupansi dari turis asing masih single digit. Sedangkan wisatawan domestik atau wisatawan nusantara akan bisa dua digit.

Apakah itu bisa dipastikan?

Hal ini terbukti dari bom Bali I, dimana wisatawan nusantara yang dianggap sebagai pelengkap saja ternyata sangat membantu pemulihan pariwisata Bali saat itu.

Kemudian kasus Gunung Agung, wisatawan mancanegara tidak datang tapi wisatawan nusantara masih ada.

Memang kelemahannya, tidak ada devisa masuk jika tidak ada wisman, namun pergerakan ekonomi dari wisatawan nusantara sangat tinggi.

Berapa spending power wisatawan nusantara dan wisatawan mancanegara?

Rata-rata pengeluaran wisatawan domestik atau wisatawan nusanatara itu Rp 800 ribu per kunjungan.

Wisman rata-rata 1.112 USD per kunjungan.

Tapi wisman kan cuma 16 juta, sedangkan wisatawan nusantara sampai 273 juta jadi lebih besar. Saya rasa, 2021 pariwisata akan pulih sedikit demi sedikit seperti sediakala. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved