Ngopi Santai
Kisah Uang Berkaki Empat dan Pandemi
Ketika diajak ahli relationship nasional yang juga pakar komunikasi, Dr Aqua Dwipayana M.Ikom, untuk bertamu ke kediaman pengusaha Vincentius Lianto
Penulis: Sunarko | Editor: Ady Sucipto
Dalam bukunya The Corporate Mystic, Gay Hendricks dan Kate Ludeman menulis bahwa di era pasar global, cukup mudah dijumpai para santa, mistikus atau sufi di perusahaan-perusahaan besar atau organisasi-organisasi modern, bukan malah di tempat-tempat ibadah.
Setelah melakukan tak kurang dari 1000 jam wawancara dengan ratusan pengusaha dan eksekutif perusahaan-perusahaan sukses di Amerika Serikat (AS), Hendricks dan Ludeman mendapati bahwa para pebisnis itu memiliki sifat-sifat yang biasanya dimiliki oleh para mistikus.
Dikemukakan, belakangan ini concern perusahaan besar terhadap aspek etik telah berkembang ke semacam “spiritualisasi” manajemen.
Perusahaan-perusahaan itu melihat kaitan yang amat erat antara spiritualitas dengan keberhasilan bisnis.
Spiritualitas didefinisikan sebagai keadaan yang melampaui (beyond), serta visioner. Bukan sekadar urusan di sini, di dunia ini saja, yang sempit dan hanya jangka pendek. Dia sudah transendental, ilahiah.
Siapakah mistikus korporat itu?
Hendricks dan Ludeman menyebut, mereka adalah orang-orang yang melihat perusahaan bukan sekadar sebagai mesin-mesin pencari keuntungan atau kumpulan makhluk ekonomi.
Namun, perusahaan merupakan perwujudan kolektif dari jiwa (spirit) manusia-manusia yang bekerja di dalam perusahaannya, yang memiliki nurani.
Mereka terlibat dalam bisnis tidak cuma karena digerakkan oleh urusan dompet, tapi juga oleh hati.
Mereka adalah para visioner, namun dengan kaki tetap menginjak tanah. Intinya, bagaimana sukses berbisnis dengan hati.
Di rumah Lianto malam itu, sepertinya apa yang ditulis oleh David R. Hawkins sebagai like goes to like (dalam bukunya Letting Go) menemukan buktinya.
Maksud Hawkins, orang dengan energi positif akan ditemukan dengan orang yang berenergi positif pula. Yang serupa akan saling bertemu. Saya merasa beruntung.
Apalagi, dalam kesempatan itu Dr Aqua Dwipayana M.Ikom juga mengungkapkan bahwa praktik silaturahim dan komunikasi yang dijalaninya selama ini, menekankan tentang pentingnya ketulusan.
“Saya mengenal dan memiliki network dengan banyak pengusaha serta pejabat, dan saya berusaha membantu mereka satu sama lain untuk kepentingan kebaikan bersama. Saya tak sampai berpikir tentang fee atau komisi dalam membantu mereka, karena saya bukan makelar. Terlalu murah harga saya kalau diukur dengan komisi. Saya sudah ikut senang ketika melihat teman-teman saya terbantu dan sukses," terang Aqua.
"Ajaibnya, karena saya berniat serta berusaha membantu sebisanya dengan tulus, rezeki malah datang sendiri. Jadi, tidak usah khawatir nggak dapat rezeki asalkan kita terus bergerak, terus berikhtiar sembari berdoa,” imbuh Aqua, yang pernah jadi jurnalis dan profesional kehumasan di sebuah perusahaan multinasional selama belasan tahun sebelum memilih 'pensiun' untuk berusaha secara mandiri sebagai 'orang bebas' pada tahun 2005.