Polri Sebut Red Notice Djoko Tjandra Dihapus Markas Interpol di Prancis
Polri sebelumnya menjelaskan bahwa red notice akan terhapus otomatis dari basis data Interpol setelah melewati batas waktu lima tahun.
TRIBUN-BALI.COM, JAKARTA - Penghapusan Red Notice terhadap buronan kasus pengalihan hak tagih Bank Bali, Djoko Sugiarto Tjandra diklaim dilakukan di kantor pusat interpol di Lyon, Perancis.
"Jadi jangan salah ya. Penghapusan red notice itu, siapa yang menghapus? Adalah dari markas besar interpol di Lyon Prancis," kata Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Argo Yuwono di Jakarta, Rabu (22/7).
Akibat tidak ada nama Djoko Tjandra dalam red notice Polri, Djoko Tjandra pun bisa kembali ke Indonesia.
Djoko Tjandra juga akhirnya bisa membuat KTP elektronik dan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas kasusnya ke Mahkamah Agung (MA).
Polri sebelumnya menjelaskan bahwa red notice akan terhapus otomatis dari basis data Interpol setelah melewati batas waktu lima tahun.
Polri merujuk pada article atau pasal nomor 51 dan 68 di "Interpol’s Rules on The Processing of Data".
Di article nomor 51, kata Argo, tertulis soal penghapusan data oleh sistem.
Kemudian, article nomor 68 disebutkan bahwa file atau red notice memiliki batas waktu lima tahun.
Maka dari itu, menurut keterangan Polri, red notice Djoko Tjandra terhapus secara otomatis pada 2014 karena telah melewati batas waktu sejak Kejaksaan Agung mengajukan pada 2009.
Adapun surat yang dikirimkan Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigjen (Pol) Nugroho Slamet Wibowo tertanggal 5 Mei 2020 ke Dirjen Imigrasi Kemenkumham, bukan berisi permintaan penghapusan red notice Djoko Tjandra.
Nugroho menyampaikan terhapusnya red notice untuk Djoko Tjandra sejak 2014 karena tidak ada permintaan perpanjangan dari Kejaksaan Agung.
Argo menegaskan, surat tersebut hanya untuk memberi informasi mengenai terhapusnya red notice Djoko Tjandra.
“Kalau surat yang dikirim Pak Sekretrasi NCB itu menyampaikan ke Imigrasi, ini lho red notice-nya (Djoko Tjandra) sudah terhapus,” ujarnya.
Meski begitu, Nugroho serta atasannya, Kepala Divisi Hubungan International Polri Irjen Napoleon Bonaparte telah dicopot jabatannya terkait masalah buronan Djoko Tjandra ini.
"Kita ada beberapa SOP di administrasi yang tidak dilakukan oleh BJP Nugroho dengan Kadiv Hubinter. Maka itulah yang bersangkutan diberikan etik di sana," pungkasnya.
Argo menyebutkan, keduanya diduga melanggar kode etik karena tak menjalankan prosedur perihal administrasi.
“Ada beberapa SOP (standar operasional prosedur) di administrasi yang tidak dilakukan oleh Brigjen NS dengan Kadiv Hubinter, maka itulah yang diberikan etik di sana,” tuturnya.
Argo menolak merinci lebih lanjut perihal pelanggaran yang diduga dilakukan oleh Nugroho dan Napoleon.
Namun, beberapa waktu lalu, Argo sempat menyebutkan, Napoleon dan Nugroho diduga lalai dalam mengawasi jajarannya sehingga harus dimutasi dan menjalani pemeriksaan Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri.
Argo menambahkan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Polisi Diraja Malaysia untuk menelusuri kebenaran kabar lokasi persembunyian buronan Djoko Tjandra di daerahnya.
Selain itu, Polri juga melakukan pengejaran terhadap Djoko Tjandra.
"Sudah melakukan kegiatan berupaya melakukan penangkapan dan pemulangan yang bersangkutan. Kita tunggu saja," kata Argo.
Sebelumnya, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane mengatakan Brigjen Nugroho Wibowo selaku Sekretaris NCB Interpol Indonesia diduga sebagai pihak yang mengajukan permintaan penghapusan red notice Djoko Tjandra.
Dari penelusuran IPW, Brigjen Nugroho dituding memiliki pelanggaran lebih berat dibandingkan Brigjen Prasetijo.
Sebab, Brigjen Nugroho sebagai pihak yang mengeluarkan surat yang menginformasikan pihak Imigrasi tentang sudah terpusnya red notice Djoko Tjandra. (tribun network/igm/coz)
Tiga Perwira Tinggi di Polri Dicopot
Kabareskrim Polri, Komjen Listyo Sigit Prabowo memastikan tidak akan pandang bulu dalam mengusut seluruh jajaran Polri yang terlibat dalam perkara buronan pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Sugiarto Tjandra.
Listyo menekankan, siapapun dia, apapun latar belakangnya serta dari angkatan manapun, pengusutan kasus tersebut tetap akan berjalan.
Menurutnya, menjaga kepercayaan, marwah dan institusi Polri jauh lebih penting dari apapun.
"Biar pun teman satu angkatan, kami tidak pernah ragu untuk menindak tegas tanpa pandang bulu," kata Listyo kepada wartawan, Senin (20/7/2020).
Dia mengatakan, kebijakan konkret dan bentuk ketegasan serta komitmen dari Kapolri Jenderal Idham Azis dan dirinya dibuktikan melalui dicopotnya tiga orang Jenderal dari jabatan sebelumnya. Mereka diduga terlibat dalam perkara Djoko Tjandra.
Listyo menyebut, tim khusus yang dibentuknya juga akan terus menelusuri pihak-pihak yang terlibat dalam perkara tersebut. Sebab kata dia, tak ada ruang bagi siapa pun yang terlibat terkait hal tersebut.
"Siapa pun yang terlibat akan kita proses, itu juga merupakan komitmen kami untuk menindak dan usut tuntas masalah ini," jelasnya.
Di sisi lain, Listyo menyatakan akan melakukan pengusutan secara transparan dan terbuka agar masyarakat bisa mengetahui yang sebenarnya.
Sebaliknya ia mengimbau kepada seluruh pihak manapun untuk tidak ikut memperkeruh suasana dan situasi. Polri, kata Listyo, akan bersikap profesional dalam menjalankan tugasnya.
"Kami pastikan akan transparan dalam melakukan pengusutan perkara ini. Kami meminta agar masyarakat percaya dan ikut membantu mengawasi hal ini," ujarnya.
Sejauh ini Kapolri Jenderal Idham Azis sudah mengambil sikap tegas menindaklanjuti dugaan keterlibatan oknum Polri yang membantu pelarian buronan kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra.
Selama kurun waktu satu minggu, tiga perwira tinggi Polri dicopot karena diduga melanggar kode etik ataupun bersangkutan dengan buronan tersebut.
Pertama, Idham mencopot Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim, Polri Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo dari jabatannya.
Prasetijo menjalani pemeriksaan di Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) dan ditahan selama 14 hari di ruang khusus Provos Mabes Polri.
Pada saat pemeriksaan, Prasetijo diketahui sempat berkomunikasi dengan Djoko Tjandra tanpa melalui perantara.
Lalu, dia membantu Djoko Tjandra membuat surat keterangan bebas Covid-19 sehingga berpergian. Dia membantu mendampingi dan memanggil dokter dari Pusdokkes Polri untuk memeriksa orang yang mengaku sebagai Djoko Tjandra.
Selain itu, dua perwira tinggi lain di Korps Bhayangkara dimutasi karena disinyalir terlibat sengkarut penghapusan red notice atas nama buronan itu dari data Interpol sejak 2014 lalu.
Mereka adalah Kepala Divisi Hubungan Internasional Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte dan Sekretaris NCB Interpol Indonesia, Brigadir Jenderal Nugroho Slamet Wibowo.
Pengamat hukum dan kebijakan publik, Nova Andika, mendukung pimpinan Polri menindak oknum aparat yang diduga telah melakukan penyimpangan atas tugas di Korps Bhayangkara.
Direktur Eksekutif LSM-IBSW itu meminta dugaan pelanggaran kode etik dengan membantu buronan Djoko Tjandra itu diusut tuntas. Hal ini, kata dia, menyangkut citra Polri.
"Kinerja Kepolisian RI yang selama ini profesional dan akuntabel tercoreng adanya kasus Tjoko Tjandra ini. Itu menjadi preseden," tambahnya.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni mengapresiasi keterbukaan dari Kabareskrim Polri Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo dalam menangani kasus buronan Djoko Sugiarto Tjandra.
"Saya apresiasi keterbukaan Polri dalam hal ini Kabareskrim yang dengan ketegasannya menuntaskan kasus ini," ujar Ahmad Sahroni, kepada wartawan, Senin (20/7/2020).
Ahmad Sahroni meminta semua pihak untuk menunggu hasil pemeriksaan internal serta pengusutan dugaan pidana terhadap Brigjen Prasetijo Utomo.
"Kita tunggu saja hasil yang sudah dilakukan oleh Polri," kata dia.(*)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Polri: Red Notice Djoko Tjandra Dihapus Markas Interpol di Prancis
