Hanya Hidup di Dataran Tinggi Papua & Tak Bisa Menggonggong, Ini Keunikan Anjing Bernyanyi Papua
Baru-baru ini media sosial kembali dihangatkan dengan munculnya foto anjing bernyanyi Papua atau Papuan singing dog.
Berdasarkan strategi pengelolaan satwa dilindungi, anjing bernyanyi Papua belum masuk kategori spesies prioritas di Taman Nasional Lorentz.
"Kami masih terbatas pada tiga spesies, yaitu kangguru pohon, cenderawasih dan kura-kura moncong babi," kata dia.
Tersebar di dua wilayah adat
Berdasarkan hasil dokumentasi Balai Taman Nasional Lorentz dan masyarakat, populasi singing dog menyebar di dua wilayah adat, yakni Megapo dan Lapago.
Kedua wilayah adat tersebut berada di dataran tinggi dan sebagian besar masuk di kawasan Taman Nasional Lorentz.
"Kalau yang warna hitam dan dadanya putih itu teman-teman ambil gambarnya di wilayah Kaki Gunung Trikora di sekitar Danau Habema (Kabupaten Jayawijaya), kemudian ada warna coklat itu umumnya ditemukan di dekat Cartenz," kata Anis.
Anis mengatakan, anjing itu dianggap sakral bagi masyarakat yang berada di wilayah Mepago.
"Tepat sekali, dari suku Moni dan beberapa suku pegunungan menganggap ini hewan sakral, tapi dengan perkembangan zaman dan pergeseran budaya yang kadang menjadi ancaman tergadap spesies-spesies yang secara kearifan lokal sebenarnya disakralkan," tutur Anis.
Kesakralan satwa tersebut, menurut dia, juga terbukti dengan tidak mudahnya orang menemui dan mendokumentasikan anjing tersebut.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Anjing Bernyanyi Papua Disebut Paling Primitif, Sensitif Terhadap Cahaya Bulan Purnama",