Corona di Indonesia

Cara Bertahan Saat Terjadinya Resesi Ekonomi, Simpan Dana Cadangan Hingga Jangan Kredit

Apabila benar pertumbuhan ekonomi masih minus pada kuartal III 2020, ini adalah resesi pertama yang dialami Indonesia sejak 1998.

Editor: Eviera Paramita Sandi
Pixabay
ilustrasi gedung perkantoran. 

TRIBUN-BALI.COM - Pandemi virus Corona atau Covid-19 menyebabkan banyak negara terperosok ke jurang resesi. 

Indonesia pun tak bisa lari dari ancaman minusnya pertumbuhan ekonomi akibat hantaman pandemi ini. 

Resesi ekonomi adalah suatu keadaan ketika pertumbahan ekonomi mengalami kontraksi atau minus selama dua kuartal beruturut-turut.

Secara tersirat, pemerintah mengindikasikan Indonesia bisa masuk ke jurang resesi pada kuartal III 2020.

Hal ini mengikuti pertumbuhan ekonomi yang terkontraksi atau minus sejak kuartal II 2020.

Periode Terburuk Perekonomian Dunia, 6 Negara Maju Ini Masuk ke Jurang Resesi, Bagaimana Indonesia?

Pertumbuhan Ekonomi RI Minus 5,32 Persen, Sektor Hotel & Restoran Terkontraksi Paling Dalam

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia minus 3,8 persen pada kuartal II 2020.

Adapun pada kuartal III 2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa minus 1 persen atau tumbuh 1,2 Itu pun, angka proyeksi kuartal II 2020 adalah versi sebelum Sri Mulyani di DPR mengoreksi sendiri perkiraannya.

Ancaman Resesi Ekonomi di Indonesia, Pengertian Dan Dampaknya

Di depan DPR, Rabu (15/7/2020), dia menyebut realisasi kinerja ekonomi Indonesia pada kuartal II 2020 diperkirakan minus 3,5 persen sampai minus 5,1 persen, dengan nilai tengah minus 4,3 persen.

Apabila benar pertumbuhan ekonomi masih minus pada kuartal III 2020, ini adalah resesi pertama yang dialami Indonesia sejak 1998.

Jika benar resesi terjadi, dampak seperti apa yang akan ditimbulkan, terutama bagi masyarakat kelas bawah?

Naiknya angka kemiskinan Pakar Finansial Ahmad Gozali mengatakan dampak resesi ekonomi, terutama pada masyarakat kelas bawah adalah tingkat pengangguran yang bertambah.

"Produksi dalam negeri berkurang otomatis lapangan kerja juga berkurang. Hal ini menyebabkan naiknya angka kemiskinan," kata Gozali saat dihubungi Kompas.com, Selasa (4/8/2020).

Selain itu, resesi juga bisa menyebabkan deflasi atau penurunan harga, tapi resesi yang berkelanjutan justru menyebabkan hyper inflasi (kenaikan harga sangat tinggi).

Gozali mengatakan, hal ini juga akan berdampak sangat berat bagi masyarakah menengah ke bawah.

"Pekerjaan makin sulit, dan harga-harga yang melambung naik," kata Gozali.

Meski demikian, ia menambahkan bahwa hyper inflasi belum tentu terjadi.

Biasanya yang pertama terjadi adalah deflasi terlebih dulu.

"Nah, deflasi ini sudah kita rasakan sekarang," kata dia.

Gozali menjelaskan, inflasi tinggi akan terjadi jika resesi berkepanjangan, sehingga perusahaan tidak sanggup bertahan kemudian tutup.

Akibatnya, kapasitas produksi makin berkurang, sehingga jumlah barang beredar berkurang.

"Ini yang kemudian sebabkan inflasi tinggi. Hal ini masih bisa dicegah dengan adanya intervensi dari pemerintah," kata Gozali.

Cara bertahan saat resesi

Agar bisa bertahan saat resesi, Gozali menyebut ada beberapa hal yang secara umum bisa dilakukan, yaitu:

Melindungi sumber penghasilan

Sebagai karyawan menurut dia sebaiknya tidak agresif pindah pekerjaan dahulu sebelum ada kepastian pekerjaan baru lebih stabil.

"Untuk yang punya usaha, pertimbangkan kembali rencana ekspansi," kata Gozali

Miliki dana cadangan

Dia menyampaikan dana cadangan sebaiknya dijaga 3-12 kali pengeluaran bulanan dalam bentuk likuid.

"Artinya, kalau sekarang kurang dari itu, bisa ditambah dengan mengurangi aset risiko tinggi dan menambah likuiditas," kata Gozali.

Tahan pembelanjaan besar, terutama kredit

Apabila sebelumnya ada rencana kredit kendaraan atau rumah, maka perlu dipelajari lagi risikonya.

"Apakah cukup aman untuk melanjutkan rencana tersebut. Jangan terlalu memaksakan, misalnya menggunakan dana cadangan untuk bayar DP (down payment)," kata Gozali

"Intinya dana cadangan menjadi semakin penting, jangan terpakai untuk hal lain dulu. Bahkan kalau bisa ditambah," imbuhnya.

Tetap belanja secara rutin

"Karena pembelanjaan konsumtif rumah tangga di Indonesia justru menjadi salah satu pendorong ekonomi yang dominan," kata Gozali. 

Disarankan Tiru China

Terlepas Indonesia bakal resesi atau tidak, Ekonom Bank Permata Josua Pardede menyarankan Indonesia bercermin pada China.

Ekonomi Negara Tirai Bambu ini langsung menanjak usai membukukan pertumbuhan negatif yang curam akibat pandemi.

"Dia (China) bukan hanya stimulusnya yang cepat, tapi penanganan Covid-nya juga sangat baik. Jadi artinya, ini harus jadi contoh sukses sebagai negara yang bisa keluar dari jebakan ataupun jeratan resesi," kata Josua kepada Kompas.com, Senin (3/8/2020).

Informasi saja, China sempat mencatatkan PDB terkontraksi 6,8 persen pada kuartal I 2020 sejak pandemi Covid-19 menyerangnya di akhir 2019.

Namun pertumbuhan ekonomi kembali menyentuh angka positif 3,2 persen pada kuartal II 2020, meski Negara Xi Jinping tak berani menargetkan pertumbuhan ekonomi sepanjang 2020.

Josua bilang, Indonesia perlu memitigasi kemunculan resesi sebelum terlambat.

Caranya adalah mempercepat penyaluran bantuan sosial secara tepat sasaran dalam bentuk tunai dan stimulus lainnya yang mampu menopang ekonomi.

Sekalipun nantinya terjadi resesi, percepatan penyaluran stimulus akan membuat ekonomi kembali positif di kuartal IV 2020. "

Resesi atau tidak resesi, bukan itu konsennya.

Tapi next-nya yang menjadi konsen kita apa, itu yang harus disiapkan pemerintah.

"Jadi sekalipun resesi, bisa langsung kembali ke (pertumbuhan) positif lagi di kuartal IV," ucap Josua.

Sebelumnya, Pemerintah, Bank Indonesia (BI), dan sejumlah pihak lain mengonfirmasi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada di zona negatif alias minus.

Kondisi ini diyakini masih akan berlanjut hingga kuartal III 2020.

"Jadi kita ekspektasi kuartal II itu kontraksi. Saya sampaikan di sini (rentang kontraksi antara) minus 3,5 persen sampai minus 5,1 persen. Titik poin (nilai tengah) minus 4,3 persen," ungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Gedung DPR RI, Rabu (15/7/2020).

Bank Indonesia (BI) pun memproyeksi, pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2020 akan mengalami tekanan atau kontraksi dengan tumbuh negatif antara 4 persen hingga 4,8 persen.

Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti menjelaskan, Indonesia saat ini tengah menghadapi masa-masa yang sangat sulit.

Bahkan, menurut dia, proses pemulihan pun akan berlangsung sangat lambat atau berbentuk huruf U (U-Shape).

"Kuartal II, Kemenkeu (memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia) negatif 4 persen. (Proyeksi) BI kurang lebih angkanya sama, antara 4 persen sampai 4,8 persen. Itu range kita," ujar Destry dalam konferensi video di Jakarta, Senin (20/7/2020).

 "Dengan U-shaped recovery, (pemulihan) relatif lambat," sambung dia.(*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jika Terjadi Resesi Ekonomi, Berikut yang Dapat Dilakukan Masyarakat "

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved