Kasus Djoko Tjandra Harusnya Ditangani KPK

Idealnya dugaan tipikor oleh aparat penegak hukum ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi. Itu akan lebih fair

Editor: I Putu Darmendra
KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO
Terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra tiba di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Kamis (30/7/2020). Djoko Tjandra ditangkap di Malaysia. 

TRIBUN-BALI.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nawawi Pomolango menyampaikan kasus-kasus dugaan korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum idealnya ditangani oleh lembaga antikorupsi. Menurutnya, penanganan oleh KPK dapat menghindari terjadinya konflik kepentingan.

"Menurut saya, idealnya dugaan tipikor oleh aparat penegak hukum ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi. Itu akan lebih 'fair' untuk menumbuhkan rasa kepercayaan publik," kata Nawawi lewat pesan singkat, Rabu (19/8/2020).

Belakangan ini, terdapat sejumlah kasus dugaan korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum. Kejaksaan Agung saat ini sedang mengusut kasus dugaan suap terkait skandal Djoko Tjandra yang menjerat mantan Kepala Sub-Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung, Pinangki Sirna Malasari.

Bareskrim juga sedang mengusut keterlibatan pejabat di internal Korps Bhayangkara. Bareskrim telah menetapkan mantan Kepala Biro Pengawasan (Korwas) Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bareskrim, Brigjen Prasetijo Utomo dan mantan Kepala Divisi (Kadiv) Hubungan Internasional (Hubinter Polri), Irjen Napoleon Bonaparte sebagai tersangka penerima suap terkait surat jalan dan hapusnya nama Djoko Tjandra dalam daftar red notice Interpol Polri.

Lebih Adil

Nawawi menyatakan, selain lebih adil dan dapat menumbuhkan kepercayaan publik, berdasar aturan, KPK berwenang menangani kasus dugaan korupsi yang melibatkan penegak hukum.

Hal ini sebagaimana tugas dan fungsi KPK yang tercantum dalam Pasal 11 ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2019 Tentang KPK, yang menyatakan, lembaga antikorupsi berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum, Penyelenggara Negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau Penyelenggara Negara.

"Kewenangan yang sebenarnya bersifat spesialis ini secara jelas disebutkan dalam Undang-undang KPK, yaitu dalam Pasal 11 yang menyebukan, pada pokoknya, KPK berwenang menangani perkara korupsi yang dilakukan 'aparat penegak hukum'," katanya.

Kata Nawawi, di sejumlah negara, kehadiran lembaga antikorupsi seperti KPK dilatari ketidakpercayaan terhadap aparat penegak hukum di negara-negara tersebut dalam menangani perkara korupsi yang dilakukan oleh dan dalam lingkungan kerja aparat itu sendiri.

Untuk itu, Nawawi menilai wajar jika ada kelompok masyarakat seperti ICW yang meminta KPK mengambil alih kasus-kasus dugaan korupsi yang melibatkan penegak hukum. Meski demikian, Nawawi menekankan, pernyataannya bukan berarti KPK akan mengambil alih kasus-kasus tersebut. Nawawi menilai akan lebih elok jika perkara-perkara tersebut dilimpahkan Kejaksaan atau Kepolisian atas kehendak sendiri.

"Saya tidak bicara soal pengambilalihan, tapi menurut saya akan lebih 'pas' kalau ada kehendak sendiri untuk melimpahkan penanganan-penanganan perkara semacam itu kepada KPK dan KPK tidak hanya berada dalam koridor supervisi," katanya.

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved