Jakob Oetama Dimakamkan di TMP Kalibata
Suasana Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata Jakarta tampak hening, Kamis (10/9) siang.
Jakob Oetama memberikan kebebasan kepada anak-anaknya untuk memilih sekolah atau jenjang pendidikan dan pasangan hidup masing-masing.
"Kedua demokrasi. Kayak sekolah, terserah mau sekolah di mana, mau ambil jurusan apa. Bapak memberikan ini dan bilang yang akan menjalankan itu kan kamu sendiri. Juga soal jodoh. Jodoh juga sama, terserah," tambah Lilik.
Mengenai kesederhaan ini Lilik mengingat pengalaman kala duduk di Sekolah Menengah Atas (SMA) di Jakarta.
Saat itu tengah tren gesper bermerek mahal. Lilik ingin memiliki gesper itu yang juga sudah dipakai sejumlah temannya di sekolah.
Namun permintaan Lilik, tak diluluskan Jakob Oetama.
"Saya pengen mas, tapi nggak kesampaian. Dulu itu toplah. Bapak bilang 'kenapa beli yang semahal itu? Apa tidak ada yang lain. Kamu itu masih sekolah, masih belum bisa cari uang untuk itu," kata Lilik.
Lilik juga mengenang hingga SMA, ayahnya Jakob Oetama selalu menyatakan kepada anak-anaknya, dirinya hanya seorang pekerja, bukan pemilik Kompas Gramedia.
Roso Daras, wartawan Senior sekaligus Pemimpin Redaksi Jayakartanews menyebut sosok Jakob Oetama sebagai jurnalis senior level empu.
Meski demikian, kata dia, Jakob tetaplah pribadi yang humanis, rendah hati dan inspiratif. Roso Daras sempat “sowan” ke Jakob Oetama di ruang kerjanya, lantai 6 gedung Kompas Gramedia Palmerah, Jakarta, Kamis, 13 Agustus 2009 sekira 10.00 WIB. Saat itu, Roso Daras mewawancarai Jakob terkait sejarah berdirinya Kompas Gramedia Group.
"Berbicara dengan Jakob Oetama selalu saja ada tekanan berat yang membuat siapa pun harus membuka mata batin, mata hati dan mata nalar," kata Roso Daras.
Menurut dia, tanpa melakukan itu, siapapun yang berbicara dengan Jakob Oetama akan melewatkan wejangan maha penting.
Berbincang dengan seorang Jakob Oetama harus menyamakan "frekwensi" agar bisa menangkap semua mutiara hikmah yang mengalir dari hati yang bening.
"Terakhir bertemu beliau itu masih lancar bertutur tentang hakikat jurnalis sebagai sebuah profesi. Ia masih runtut bertutur tentang keasyikan menjadi wartawan karena setiap hari melakukan perang," kenang Roso Daras. (tribun network/reza denis/genik)