Bareskrim Polri Telah Lengkapi Berkas Perkara Surat Jalan Djoko Tjandra, Pekan Ini Ditargetkan P21
Ditargetkan pekan ini berkas perkara dikembalikan lagi ke Kejaksaan dan diharapkan sudah lengkap atau P-21.
TRIBUN-BALI.COM - Bareskrim Polri kini sudah melengkapi berkas perkara surat jalan palsu Djoko Tjandra, sesuai dengan petunjuk Kejaksaan.
Ditargetkan pekan ini berkas perkara dikembalikan lagi ke Kejaksaan dan diharapkan sudah lengkap atau P-21.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono mengatakan berkas perkara surat jalan palsu Djoko Tjandra, dikembalikan ke penyidik oleh kejaksaan, pada pekan lalu, karena dianggap belum lengkap atau P-19.
Menurutnya saat itu, ada beberapa petunjuk jaksa yang harus dilengkapi penyidk dalam berkas.
• Kenali Penyebab Kanker Ginjal, Serta Faktor Risikonya
• Polri Minta Perda Soal Penerapan Sanksi Pelanggar Protokol Kesehatan Segera Dirampungkan
• Terungkap, Alasan Atta Halilintar Ingin Menikahi Aurel Hermansyah, Berawal dari Perhatian Kecil
"Semua petunjuk JPU yang harus dilengkapi sudah dilakukan penyidik pekan lalu. Beberapa hal yang dilengkapi penyidik diantaranya melakukan pemeriksaan saksi yang meringankan, pemeriksaan tambahan saksi ahli IT dan terakhir pemeriksaan tambahan tersangka PU (Brigjen Pol Prasetyo Utomo-Red)," kata Awi di Mabes Polri, Senin (14/9/2020) sore.
Karenanya kata Awi, ditargetkan semua hal yang diperlukan untuk kelengkapan itu sudah bisa dituangkan dalam berkas perkara pekan ini.
"Minggu ini diharapkan semua selesai dan bisa langsung dikirim ke JPU lagi," katanya.
Dalam kasus surat jalan palsu ini, Polri menetapkan 3 tersangka yakni Djoko Tjandra, Brigjen Prasetyo Utomo dan Anita Kolopaking, pengacara Djoko Tjandra.
Sementara dalam berkas perkara red notice Djoko Tjandra yang juga dikembalikan oleh JPU pada 11 September karena dianggap belum lengkap atau P-19, menurut Awi saat ini penyidik berkordinasi dengan JPU untuk pemenuhan petunjuk.
"Terkait beberapa kekurangan materil dan formil untuk segera dipenuhi," katanya.
Dalam kasus red notice Djoko Tjandra, Bareskrim menetapkan 3 tersangka yakni Irjen (Pol) Napoleon Bonaparte, Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo dan Tommy Sumardi (TS).
Pinangki bantu urus Fatwa MA
Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mengungkapkan istilah yang digunakan jaksa Pinangki Sirna Malasari dan Anita Kolopaking, dalam mengurus fatwa Mahkamah Agung (MA).
Istilah tersebut adalah 'Bapakmu' dan 'Bapakku'.
"KPK hendaknya mendalami aktifitas PSM dan ADK dalam rencana pengurusan fatwa dengan diduga sering menyebut istilah 'Bapakmu' dan 'Bapakku'," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman lewat keterangan tertulis kepada Tribunnews, Jumat (11/9/2020).
• Keterlaluan, Ibu Aniaya Anak Usia 4 Tahun hingga Kakinya Patah
• Pisau Tertancap di Jantung Pengantar Galon, Nyawa Melayang hanya karena Ketersinggungan
• Jika Ada Pemain Covid-19 di Tengah Kompetisi, Pelatih Persib Setuju Liga 1 Tetap Dilanjutkan
Hari ini KPK bersama Kejaksaan Agung melangsungkan gelar perkara terkait kasus dugaan suap pengurusan Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan permintaan fatwa di MA.
Boyamin mengatakan sudah mengirimkan informasi tersebut melalui surel kepada KPK, untuk diselisik lebih jauh saat gelar perkara.
Selain soal istilah, MAKI juga mendesak KPK perlu mendalami berbagai inisial nama yang diduga sering disebut Pinangki, Anita, dan Djoko Tjandra dalam rencana pengurusan fatwa.
Inisial-inisial tersebut yaitu T, DK, BR, HA, dan SHD.
Kemudian, Boyamin juga meminta KPK mendalami peran Pinangki yang diduga pernah berbicara kepada Anita, yang pada intinya pada Hari Rabu akan mengantar orang berinisial R menghadap pejabat tinggi di Kejagung.
Boyamin mengatakan, KPK juga hendaknya mendalami peran Pinangki untuk melancarkan rencana transaksi perusahaan power plant dengan Djoko Tjandra, yang diduga melibatkan orang berinisial PG.
"Yang hingga saat ini belum didalami oleh penyidik Pidsus Kejagung," katanya.
Jual Nama
Jaksa Pinangki Sirna Malasari menjual nama seseorang, agar Djoko Tjandra percaya dan memilihnya mengurus fatwa Mahkamah Agung (MA).
Fatwa MA diurus agar Djoko Tjandra bisa lolos dari eksekusi sebagai terpidana kasus korupsi cassie Bank Bali.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Febrie Ardiansyah.
Namun demikian, dia masih enggan membeberkan ihwal siapa daftar nama orang yang dijual oleh jaksa Pinangki.
"Kalau ini kan mufakat ibaratnya orang untuk meyakinkan menjual nama seseorang."
"Peristiwa ini seperti itu, untuk meyakinkan Djoko Tjandra dijual nama-nama yang nanti kita buka di dakwaan," kata Febrie di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (8/9/2020).
Namun demikian, Febrie mengatakan nama yang dijual oleh aksa Pinangki untuk meyakinkan Djoko Tjandra, belum tentu mengetahui kasus tersebut.
Sebaliknya, pihaknya belum memutuskan memeriksa nama-nama yang dijual oleh jaksa Pinangki.
"Belum tentu orang yang dijual namanya itu tahu akan persoalan itu."
"Masa kalau dia jual nama umpamanya bisa 10 orang untuk meyakinkan, ini harus misalnya 15 orang, masa 15-15-nya harus diperiksa?'
"Kan juga tidak seperti itu. Sepanjang tidak ada alat bukti yang kira-kira mereka berhubungan."
"Kalau umpamanya dia sudah berhubungan dengan pihak pegawai negeri, atau seperti tadi dia jual nama hakim, nah mungkin."
"Tapi kalau sementara tidak ada alat bukti bahwa dia sudah ada perbutan permulaan untuk mengurus itu, ya janganlah orang terganggu," sambungnya.
Sementara, Kejaksaan Agung belum bisa membeberkan proses pemeriksaan terhadap seorang swasta bernama Rahmat.
Rahmat yang juga kerabat dekat jaksa Pinangki, telah diperiksa dua kali oleh penyidik.
Rahmat adalah orang yang memperkenalkan jaksa Pinangki kepada Djoko Tjandra.
"Kalau untuk Rahmat belum bisa saya buka."
"Karena penyidik masih melakukan pendalaman, saya khawatir penyidik nanti terganggu," ucap Febrie.
Menurut Febrie, pihaknya masih terus melakukan penyidikan terkait perkara tersebut.
Sebaliknya, imbuh dia, penyidik masih enggan berbicara kemungkinan adanya tersangka baru.
"Kalau penyidikan kan ini tidak pernah usai."
"Di persidangan nanti yang menjadi kekuatan alat bukti yang terungkap di persidangan ini akan kita lihat," paparnya.
Jaksa Pinangki Sirna Malasari telah ditetapkan tersangka kasus suap untuk membantu pengurusan fatwa MA, terkait eksekusi Djoko Tjandra dalam statusnya sebagai terpidana korupsi cassie Bank Bali.
Dalam kasus ini, jaksa Pinangki ditetapkan sebagai tersangka bersama Djoko Tjandra dan mantan politikus Partai Nasdem Andi Irfan Jaya.
Karena, bersama-sama diduga melakukan pemufakatan jahat terkait pengurusan fatwa MA agar Djoko Tjandra batal dieksekusi.
Diduga, Pinangki menerima hadiah sebesar USD 500.000 atau Rp 7 milliar dari Djoko Tjandra.
Uang itu diduga telah digunakan oleh jaksa Pinangki untuk sejumlah peruntukkan.
Terakhir, penyidik menyita satu mobil mewah berjenis BMW SUV X5 milik jaksa Pinangki.
Hingga saat ini, Kejagung telah memeriksa lebih dari 14 saksi.
Dalam kasus ini, Pinangki dijerat pasal 5 ayat 1 huruf A Undang-undang tindak pidana korupsi nomor 31 tahun 1999, sebagaimana diubah undang-undang nomor 20 tahun 2001.
Pinangki juga disangka melanggar pasal 5 ayat 1 huruf b dan pasal 15 UU 31/1999, sebagaimana diubah Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Uang Muka Rp 7 Milliar
Uang 500 ribu dolar AS atau Rp 7 milliar yang diberikan Djoko Tjandra kepada jaksa Pinangki Sirna Malasari, ternyata hanya sebagai uang muka alias down payment (DP) untuk mengurus fatwa Mahkamah Agung (MA).
Direktur Penyidikan JAM Pidsus Kejaksaan Agung Febrie Ardiansyah menyampaikan, nominal yang diajukan jaksa Pinangki sejatinya jauh lebih besar dari Rp 7 milliar.
"Lebih lah, itu kan DP, uang muka."
"Ketika uang muka dibayar, ternyata Djoko Tjandra curiga, sehingga putus urusan fatwa, sebatas itulah kejadian Pinangki," kata Febrie di Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (3/9/2020) malam.
Ia mengatakan, proposal biaya mengurus fatwa MA yang diajukan oleh jaksa Pinangki untuk sejumlah peruntukkan.
Namun demikian, dia enggan membeberkan lebih lanjut terkait rinciannya.
"Waduh itu banyak item-nya. Macem-macem itu biaya-biayanya. Pasti sidang dibuka tuh ada biaya ini lah, macem-macem itu," ungkapnya.
Usai gagal mengurus fatwa, Febrie menyebutkan Djoko Tjandra memilih mengurus melalui jalur peninjauan kembali (PK).
Dalam kasus ini, Djoko Tjandra menunjuk Anita Kolopaking yang mengurus prosesnya.
"Kemudian masuklah Anita yang sudah dikenalkan Pinangki untuk meyakinkan Djoko Tjandra lagi bahwa sebenernya yang bisa diurus itu PK."
"Nah, jalannya proses PK itu yang sedang disidik di Bareskrim," jelasnya.
Namun demikian, ia enggan menjelaskan lebih lanjut terkait materi penyidikan yang berada di ranah penyidik Bareskrim Polri.
Dalam kasus ini, uang yang diberikan Djoko Tjandra untuk mengurus PK berbeda dengan uang yang diberikan kepada Pinangki.
"Itu prosesnya di Mabes Polri lah. Yang jelas prosesnya Pinangki itu jualannya fatwa."
"Anita setelah putus urusan fatwa masuk sendiri menawarkan PK."
"(Uang suap) beda lagi, itu Mabes Polri lah yang tahu," paparnya.
Sebelumnya, tim penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) mengungkapkan jaksa Pinangki Sirna Malasari menawarkan diri mengurus fatwa MA kepada Djoko Tjandra.
Dalam perjanjiannya itu, Djoko Tjandra berharap tidak dieksekusi oleh Kejaksaan Agung, dalam kasus korupsi cassie Bank Bali.
"Fakta hukum yang kita temukan Pinangki ini menawarkan penyelesaian (pengurusan fatwa MA) dengan Djoko Tjandra."
"Dan Djoko Tjandra percaya," kata Direktur Penyidikan JAM Pidsus Febrie Ardiansyah di Kejagung, Jakarta, Selasa (1/9/2020).
Namun, usai diberikan uang oleh Djoko Tjandra, Pinangki justru gagal melaksanakan tugasnya mengurus fatwa MA.
Namun demikian, ia tidak menjelaskan lebih lanjut cara tersangka mengurus fatwa MA tersebut.
"Dia (Djoko Tjandra) keluar uang untuk fatwa, dan memang tidak selesai karena memang ada permasalahan dengan Djoko Tjandra dengan Pinangki," bebernya.
Karena gagal, imbuh Febrie, Djoko Tjandra pun beralih memilih mengurus peninjauan kembali (PK) dalam kasus korupsi cassie Bank Bali yang membelitnya.
Dia pun menunjuk pengacara Anita Kolopaking untuk tangani kasus ini.
Kasus kepengurusan PK Djoko Tjandra telah ditangani oleh Bareskrim Polri.
Dalam kasus itu, Anita Kolopaking, Djoko Tjandra, dan Brigjen Prasetijo Utomo ditetapkan sebagai tersangka.
"(Djoko Tjandra) kemudian beralih kepengurusan peninjauan kembali, itu yang berperan Anita Kolopaking."
"Sehingga Mabes Polri yang kita koordinasikan sudah ditangani di sana," terangnya.(*)
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Bareskrim Telah Lengkapi Berkas Perkara Surat Jalan Djoko Tjandra, Pekan Ini Ditargetkan Sudah P21,