Ini Langkah BI Dorong Pertumbuhan Ekonomi di Tengah Pandemi
Bank Indonesia kembali mempertahankan suku bunga kebijakan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) pada September 2020, di angka 4 persen.
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Perkembangan ini terutama didorong perbaikan pertumbuhan ekonomi di Tiongkok dan Amerika Serikat (AS), sedangkan kinerja perekonomian Eropa, Jepang, dan India belum kuat.
“Perkembangan positif di Tiongkok dan AS, sejalan dengan melandainya penyebaran Covid-19 yang mendorong meningkatnya mobilitas masyarakat global ke level ekuilibrium normal baru dan dampak stimulus moneter dan fiskal yang cukup besar,” ujarnya.
Sejumlah indikator dini pada Agustus 2020, kata dia, mengindikasikan prospek positif pemulihan ekonomi global, seperti meningkatnya mobilitas, berlanjutnya ekspansi PMI manufaktur dan jasa di AS dan Tiongkok, serta naiknya beberapa indikator konsumsi.
• Tahapan Pilkada 2020 Masih Berjalan, KPU Tabanan Tunggu Juknis KPU RI
• Login www.prakerja.go.id Pengumuman Prakerja Gelombang 9, Jika Masih Gagal, Coba Daftar Gelombang 10
• Hasil dan Klasemen Liga Italia, Genoa Ada di Puncak, Juventus Menyusul
Perekonomian domestik secara perlahan juga membaik, meskipun masih terbatas sejalan mobilitas masyarakat yang melandai pada Agustus 2020.
“Kinerja ekspor membaik, sejalan kenaikan permintaan global khususnya dari AS dan Tiongkok untuk beberapa komoditas seperti besi dan baja, pulp dan waste paper, serta CPO,” sebutnya.
Sementara itu, konsumsi rumah tangga membaik secara terbatas seiring berlanjutnya stimulus fiskal, seperti penyaluran bansos dan pemberian gaji ke-13 kepada ASN.
Beberapa indikator dini menunjukkan perbaikan seperti penjualan ritel, indeks kepercayaan konsumen, dan PMI Manufaktur.
Inflasi tetap rendah, sejalan permintaan yang belum kuat dan pasokan yang memadai.
Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Agustus 2020 tercatat deflasi 0,05 persen (mtm) sehingga inflasi IHK sampai Agustus 2020 tercatat sebesar 0,93 persen (ytd). Secara tahunan, inflasi IHK tercatat rendah sebesar 1,32 persen (yoy).
“Pada Agustus 2020, Provinsi Bali kembali mengalami deflasi sebesar minus 0,16 persen (mtm), sedikit lebih rendah dibandingkan deflasi bulan sebelumnya (minus 0,39 persen),” sebutnya.
Penurunan harga terjadi pada kelompok makanan bergejolak (volatile food), dan barang yang diatur pemerintah (administered prices), sedangkan kelompok inflasi inti (core inflation) menunjukkan peningkatan.
Penurunan harga sebagian besar disebabkan berlanjutnya penurunan harga pada komoditas daging ayam ras, angkutan udara, sekolah dasar, bawang merah, dan pisang. Secara tahunan, inflasi IHK di Bali tercatat rendah sebesar 0,49 persen(yoy).
Berdasarkan Hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) pada minggu II September 2020, perkembangan harga mengalami penurunan sebesar minus 0,08 persen (mtm).
Komoditas yang menjadi penyumbang penurunan harga terdalam di Bali adalah daging ayam ras, cabai merah dan cabai rawit. Dengan kondisi tersebut, Provinsi Bali pada September 2020 diperkirakan mengalami inflasi pada kisaran 0,07 persen sampai minus 0,13 persen (mtm), dan secara tahunan inflasi diperkirakan 0,92 persen sampai 1,12 persen (yoy).
“Memasuki tatanan kehidupan era baru di triwulan III, kredit perbankan di Bali mulai menunjukkan peningkatan yang bersumber dari kredit modal kerja. Dari sisi lapangan usaha, peningkatan kredit bersumber dari kredit perdagangan dan akmamin. Risiko kredit secara keseluruhan meningkat namun masih berada di bawah threshold (5 persen),” imbuhnya. (*)