Fenomena Halo Matahari di Langit Bali Saat Umanis Kuningan Bukan Pertanda Bencana

Warganet yang sempat mengabadikan momen tersebut ramai-ramai membagikan di lini media sosial mereka.

Penulis: Adrian Amurwonegoro | Editor: Eviera Paramita Sandi
Tribun Bali/Rizal Fanany
Fenomena Halo Matahari di Bali, Minggu (27/9/2020). 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR -Liingkaran cahaya seperti cincin yang mengelilingi matahari menghiasai langit Pulau Dewata Bali pada hari Umanis Kuningan, Minggu (27/9/2020) siang.

Warganet yang sempat mengabadikan momen tersebut ramai-ramai membagikan di lini media sosial mereka.

Fenomena itu antara lain terlihat di kawasan Kota Denpasar, Legian dan Kuta, Badung.

Fenomena ini terjadi para pukul 11.45 Wita. Saat matahari sedang bersinar dengan teriknya.

Sebelumnya fenomena alam yang sama terjadi di Pulau Dewata pada awal tahun 2020.

Kepala Bidang Data dan Informasi Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Wilayah III Denpasar Iman Faturahman, menjelaskan fenomena ini lazim disebut fenomena Halo.

"Halo merupakan fenomena optis berupa lingkaran cahaya yang mengelilingi matahari ataupun bulan. Halo terjadi karena adanya refleksi dan pembiasan sinar matahari oleh permukaan es yang berbentuk batang atau prisma dari awan cirrus yang sangat dingin di atmosfer," jelasnya saat dikonfirmasi Tribun Bali, Minggu (27/9/2020).

Iman Faturahman memastikan fenomena ini tidak terkait tanda-tanda semisal adanya bencana yang akan datang.

"Ini fenomena biasa yang tidak menunjukkan sesuatu hal lain ataupun bencana," ujarnya.

Menurut dia, penampakan fenomena Halo bergantung pada ada tidaknya awan Cirrus di wilayah tersebut sehingga tidak semua wilayah di Bali bisa menyaksikan fenomena alam yang menakjubkan tersebut.

"Fenomena Halo bukan fenomena astronomis seperti halnya gerhana matahari. Bisa terjadi di tempat yang sedang mengalami cuaca cerah dan terdapat awan Cirrus. Saat ini tidak semua wilayah Bali dapat melihatnya, karena kondisi cuaca di Bali tidak sama di semua wilayah. Ada yang sedang cerah dan ada yang kondisinya berawan," kata Iman.

Dikatakannya, fenomena Halo terjadi hanya beberapa saat dan akan berakhir jika awan Cirrus sudah mulai punah atau menghilang dan atau ditutupi oleh awan-awan lainnya.

Masyarakat tidak dianjurkan melihat fenomena Halo dengan mata telanjang.

"Karena ada pancaran sinar ultra violet dari matahari dan radiasi maka sebaiknya tidak dilihat dengan mata telanjang, bisa berbahaya bagi mata," demikian Iman Faturahman. (ian/zal)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved