Mengenal Fenonema La Nina, Peningkatan Curah Hujan yang Harus Diwaspadai, Apa Saja Dampaknya?
BMKG mengingatkan adanya fenomena La Nina di Samudera Pasifik yang dapat berdampak anomali cuaca dan menyebabkan bencana hidrometeorologi di Indonesia
La Nina merupakan anomali sistem global yang cukup sering terjadi dengan periode ulang berkisar antara 2 sampai 7 tahun.
Kejadian La Nina terjadi saat Samudera Pasifik dan atmosfer di atasnya berubah dari keadaan netral (normal) pada periode waktu 2 bulan atau lebih.
Perubahan di Samudera Pasifik dan atmosfer yang ada di atasnya ini terjadi dalam siklus yang dikenal dengan sebutan ENSO (El Nino – Southern Oscillation).
Saat itu, atmosfer dan lautan saling berinteraksi, memperkuat satu sama lain, dan menciptakan putaran yang saling mengamplifikasi (memperkuat) perubahan kecil di lautan.
Jika kopel (couple) antara lautan dan atmosfer sudah sepenuhnya terjadi maka ENSO dikatakan telah terbentuk.
Bagaimana La Nina timbul?
Mekanisme terbentuknya La Nina secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut.
Saat Angin Passat (trade wind), kolam air laut yang hangat dapat mencapai lebih jauh ke Pasifik barat.
Hal ini termasuk pula Indonesia sehingga Perairan Indonesia lebih hangat dari biasanya.
Adapun Samudera Pasifik bagian tengah akan lebih dingin dari biasanya dan termoklin akan lebih dangkal di timur.
Akibatnya, air laut lebih dingin dari level bawah naik ke permukaan sebagai penguatan upwelling.
“Konveksi dan pembentukan awan menguat di wilayah Indonesia, seiring dengan sirkulasi Walker juga menguat,” kata Indra.
Dampak La Nina
Indra menjelaskan, secara umum dampak utama dari fenomena La Nina ke cuaca atau iklim di Indonesia yakni timbulnya peningkatan curah hujan.
Akan tetapi, ia mengatakan, kondisi topografi di Indonesia yang berbeda-beda maka dampak La Nina di Indonesia pun tidak seragam di seluruh wilayah.