Kisah Warga di Perbatasan, Hidup Makin Sulit di Masa Pandemi Covid-19 dan Sejak Malaysia Lockdown
Selain letaknya yang terisolasi di perbatasan Indonesia dengan Malaysia, harga barang untuk kebutuhan hidup juga tinggi.
Sejak sulitnya barang dari negara tetangga masuk, warga Krayan juga beralih menggunakan kayu bakar untuk memasak.
Pasalnya, harga gas sudah tidak lagi terjangkau.
"Kan semua dari Malaysia, mereka tutup ya pakai kayu semua sekarang. Pesawat tidak mengangkut gas, bahkan seandainya mengangkut LPG, harganya bisa Rp 700.000 untuk yang tabung 12 kilogram, mana lah masyarakat mau," jelas Gat.
Sebagai informasi, hingga kini Dataran Tinggi Krayan lebih mudah diakses lewat transportasi udara ketimbang darat.
Bahkan, untuk perjalanan darat dalam Dataran Tinggi Krayan perlu merogoh kocek dalam-dalam.
"Musim sekarang (hujan) tidak jalan mobil kalau tidak bayar Rp 6 juta, pulang pergi Rp 12 juta. Itu untuk daerah antar-Krayan, dari Krayan Tengah ke Long Bawan Krayan Induk," sebut Gat.
Sudah Terbiasa Hidup Serba Sulit
Bagi Gat, berkurangnya suplai barang dari Malaysia secara drastis memang membuat hidup warga Krayan makin sulit.
Namun, hal itu bukan barang baru bagi mereka.
Orang yang tinggal di dataran tinggi tersebut sudah punya berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan hidup saat arus masuk barang terputus.
Baca juga: 5 Negara Terkaya di Dunia, Dua Diantaranya Ada di Asia Tenggara
Baca juga: Habib Rizieq Disebut akan Pulang ke Indonesia dan Memimpin Revolusi, Begini Tanggapan Istana
"Kami ini orang desa, sesulit apa pun masih bisa survive. Tak akan kekurangan kalau urusan makan, sawah kami masih luas. Kebun kami masih menghasilkan tanaman dan umbi-umbian. Jadi dari sisi kebutuhan hidup, alam menyediakan untuk kami. Keadaan sulit sudah biasa kami jalani," jelas Gat.
"Kami sudah terisolasi dari dulu, sudah biasa hidup susah. Kami survive sudah turun temurun. Persawahan kami menunjang pangan, sungai menyediakan protein dengan banyaknya ikan. Alam Krayan subur," sambungnya.
Minta Pemerintah Bangun Jalan
Kendati demikian, Gat meminta pemerintah tetap membangun infrastruktur di Krayan.
Setidaknya untuk menghubungkan Desa Bungayan dan Desa Wa Yagung dengan daerah sekitar.
Menurut Gat, untuk masuk ke dua desa itu dari XXXX butuh waktu hingga delapan jam.
Medan yang dilalui pun tidak mudah, harus menembus hutan belantara.