Bade Roboh Timpa Rumah Warga
Bade Bawa Jenazah Roboh, Apa yang Perlu Dilakukan Pihak Keluarga Almarhum Menurut PHDI?
Benar-benar diperhitungkan dengan baik tidak boleh keluar dari pakem lontar Asta Kosala Kosali wadah
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Ida Ayu Made Sadnyari
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Ketua PHDI Bali, I Gusti Ngurah Sudiana, telah mendengar ihwal adanya bade roboh dalam upacara ngeben di Keliki Kangin, Gianyar, Bali.
“Saya sudah lihat di grup WA,” katanya kepada Tribun Bali, Minggu (25/10/2020).
Guru besar IHDN Bali ini, menjelaskan bahwa PHDI telah memberikan patokan-patokan mengenai pengabenan.
Sudah ada keputusan mengenai pengabenan.
Baik untuk pengabenan tingkat utama, madya, hingga nista.
Baca juga: Bade Tumpang Siya Roboh Saat Pelebon di Keliki Kangin Gianyar, Jenazah Jatuh di Atap Rumah Warga
Baca juga: Kronologi Bade Setinggi 20 Meter Roboh di Gianyar, Tumbang Perlahan Saat Sudah Dekat Kuburan
“Yang dimaksud utama, madya, dan nista itu, bukan karena sarana saja. Tetapi karena keikhlasan yang menjadi dasar dari melaksanakannya,” jelas Sudiana, sapaan akrabnya.
Tradisi budaya Bali, kata dia, memang dalam upacara ngaben, memukur, ngeroras, membuat sarana wadah (tempat).
Memukur ini bisa membuat wadah dari yang besar sampai bentuk kecil.
“Kalau mau membuat wadah yang besar, harus disesuaikan dengan kemampuan dan tujuan dari upacara tersebut. Tentu harus memperhitungkan arsitekturnya, benar-benar diperhitungkan dengan baik tidak boleh keluar dari pakem lontar Asta Kosala Kosali wadah,” tegasnya.
Sehingga nanti, dalam membuat wadah itu benar-benar kokoh.
Kemudian upakara pemlaspasan juga harus benar, dan mempertimbangkan lingkungan serta jalan menuju ke setra(kuburan).
Selanjutnya mempertimbangkan yang negen atau mengusung bade.
Dengan pertimbangan semua ini, maka kemungkinan adanya kesalahan seperti roboh dan sebagainya dapat diminimalisir.
“Perlu disampaikan, memelihara budaya Bali dan melestarikannya sanagt penting. Tetapi dengan benar-benar memperhitungkan dari berbagai segi, tidak hanya dari segi kemeriahan saja, tetapi dari segi sastra, arstitektur, hingga upakara dan upacaranya,” jelas Sudiana.
Sebab begitu bade roboh, maka akan ada upacara yang harus dilakukan sesuai adat tradisi Hindu di Bali.
Harus ada pengulapan.
Baca juga: Rumah Krama Tertimpa Bade Akan Diupacarai Pecaruan, Hari Ini Temui Pedanda Cari Hari Baik
LIHAT VIDEO TERKAIT BADE ROBOH DI YOUTUBE TRIBUNBALI
“Itu kan belum lagi ngulapin rumah orang yang kena, kemudian bahaya nyawa yang nyusung wadah, dan bahaya lainnya. Oleh karena itu, kami harapkan semeton umat Hindu benar-benar memperhatikan Asta Kosala Kosali di dalam membuat wadah,” sebutnya.
Ia juga menyarankan, agar wadah tidak terlalu tinggi, mengingat situasi jalan era sekarang berbeda dengan Bali zaman dahulu.
Saat ini banyak kabel melintang, dan padatnya jalan raya menuju ke setra.
Sehingga membuat wadah yang terlalu tinggi, jika tidak diperlukan sekali bisa dipertimbangkan kembali.
“Ini juga mengurangi hal-hal yang menyebabkan kecelakaan saat mengusung wadah itu,” imbuhnya.
Mengenai arti dan makna tumpang di wadah, Sudiana mengaku belum membaca detail literatur atau aturannya.
“Tapi ada bukunya yang menjelaskan itu. Ada bade sampai tumpang solas dan sebagainya. Namun saya belum berani memastikan itu untuk siapa, apakah raja atau sulinggih,” jelasnya.
Ia hanya mengingatkan, agar bade yang roboh ini dibuatkan banten pengulapan.
Ia memperkirakan robohnya bade ini, karena ada ketidakseimbangan di bade.
“Banten pengulapan ngaben itu banyak eteh-etehnya. Banten ini untuk di lokasi badenya terjatuh. Esensi banten ini, menstabilkan suasana kemudian mengajak kembali roh yang jatuh di sana, datang ke setra,” jelasnya.
Kemudian ada prayascita karena ada jatuh di jalan.
Sementara itu, sulinggih Ida Pandita Mpu Siwa Budha Daksa Dharmita, juga turut menanggapi kabar bade jatuh di Gianyar.
Sulinggih yang berasal dari Griya Agung Sukawati, Banjar Babakan, Sukawati, Gianyar, ini sangat menyayangkan ada musibah tersebut.
Menurutnya, bisa saja ada yang kurang pas secara sekala dan niskala.
Perkiraan lainnya, mungkin terlalu berat bade dengan tumpang ini.
Sehingga ada hal yang kurang tepat.
Untuk itu, kata dia, keluarga bisa menghaturkan banten suci pejati lan ayaban kasturi di Pura Dalem dan Prajapati agar dilapangkan perjalanan yang meninggal.
Baca juga: Sembilan Fakta Bade 20 Meter Roboh & Timpa Rumah Warga di Gianyar, Berikut Makna Secara Niskala
Baca juga: Jenazah yang Akan Diupacarai Dalam Peristiwa Bade Tumbang, Almarhum Dikenal Pengacara Profesional
“Intinya meminta maaf kepada Ida Bhatara,” jelasnya.
Sebab di Bali, hal seperti ini dipercayai karena adanya kekurangan dalam rangkaian upacara.
Walaupun belum pasti, namun untuk menghindari dampak buruk wajib melakukan permakluman dengan upacara sederhana dan niat yang tulus.
Sehingga upacara bisa berjalan dengan baik dan benar sesuai adat tradisi Hindu di Bali. (*).