Jerinx Kembali Diperiksa sebagai Terdakwa Kasus 'IDI Kacung WHO', Ini Sekilas Persidangan Sebelumnya

Jerinx kembali akan mengikuti sidang perkara dugaan ujaran kebencian 'IDI Kacung WHO' di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Selasa (27/10/2020).

Penulis: Putu Candra | Editor: Widyartha Suryawan
Dok. Tribun Bali/Rizal Fanany
I Gede Ary Astina alias Jerinx 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Penggebuk drum band Superman Is Dead (SID), I Gede Ary Astina alias Jerinx kembali akan mengikuti sidang perkara dugaan ujaran kebencian 'IDI Kacung WHO' di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Selasa (27/10/2020).

Setelah pada sidang sebelumnya memeriksa keterangan para saksi dan ahli yang dihadirkan masing-masing tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan tim penasihat hukum Jerinx, kini persidangan mengagendakan pemeriksaan keterangan Jerinx sebagai terdakwa.

"Agenda sidang hari ini adalah pemeriksaan terdakwa Jerinx," jelas Kepala Seksi Pidana Umum (Kasipidum) Kejaksaan Negeri (Kejari) Denpasar, Wayan Eka Widanta.

Diberitakan sebelumnya, ditanya mengenai kesiapan menghadapi pemeriksaan sebagai terdakwa, Jerinx menyatakan tidak ada persiapan khusus.

"Tidak ada, karena saya sudah benar. Kalau orang sudah benar itu tidak perlu persiapan ekstra," ujarnya usai menjalani sidang Kamis pekan lalu.

Jerinx mengaku yakin bahwa ada keterlibatan pihak-pihak diluar pelapor dalam perkara yang menjeratnya.

Jika tidak ada keterlibatan kekuatan luar, Jerinx yakin dirinya akan bebas.

"Yang saya tekankan jika tidak ada keterlibatan pihak-pihak diluar yang tidak terlihat, saya yakin, saya pasti bebas. Karena semua saksi, baik itu saksi Pelapor, saksi dari masing-masing pihak tidak ada yang memberatkan. Kalau tidak ada campur tangan pihak-pihak lain, saya pasti bebas," cetus suami dari Nora Alexandra kala itu.

Sementara itu, sekelompok orang dari solidaritas bebaskan Jerinx kembali menggelar aksi damai di depan kantor Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Senin (26/10/2020).

Selain berorasi dan meneriakan yel-yel bebaskan Jerinx, mereka meletakkan karangan bunga bertuliskan "Turut Berduka Cita Atas Matinya Kebebasan Berekspresi di PN Denpasar #BebaskanJRXSID" serta tabur bunga.

"Kami mengirimkan karangan bunga yang kami tujukan kepada Pengadilan Negeri Denpasar. Ini merupakan sebuah simbolisasi matinya kebebasan berekspresi," pekik seorang  orator.

Dia memprotes sikap aparat kepolisian yang membubarkan kegiatan sosial bagi-bagi pangan yang mereka gelar pekan lalu di seputaran kantor PN Denpasar.

Sejumlah massa pendukung I Gede Ary Astina alias Jerinx (JRX) melakukan aksi di depan Pengadilan Negeri Denpasar, Senin (26/10/2020). Dalam aksinya mereka menuntut pembebasan JRX.
Sejumlah massa pendukung I Gede Ary Astina alias Jerinx (JRX) melakukan aksi di depan Pengadilan Negeri Denpasar, Senin (26/10/2020). Dalam aksinya mereka menuntut pembebasan JRX. (Tribun Bali/Rizal Fanany)

"Bahkan sebelumnya kita melakukan kegiatan sosial bagi-bagi pangan. Bagi-bagi pangan pun dibubarkan," tegasnya.

Sekitar 30 menit mereka melakukan aksi damai di depan kantor  PN Denpasar lalu membubarkan diri.

Ketua PN Denpasar, Sobandi menyatakan, pihaknya tidak melarang adanya aksi karena itu merupakan hak demokrasi.

"Berkaitan dengan aksi pendukung Jerinx, kami tidak larang. Silakan, itu hak-hak demokrasi mereka. Kebebasan berekspresi dijamin oleh konstitusi, tapi ada prosedur yang harus dijalankan yakni memberitahu pihak keamanan," kata Sobandi melalui sambungan telepon.

Mengingat pandemi Covid-19. Sobandi menyatakan, mereka harus mengikuti protokol kesehatan.

"Bukan berarti pengadilan membatasi aksi, tapi terbatas. Jangan sampai terlalu berkerumun. Ada hak orang berunjuk rasa, tapi ingat ada hak lain yakni hak kesehatan yang harus diutamakan," tegasnya.

Terkait tuntutan yang kerap disuarakan pendukung Jerinx, Sobandi meminta agar memberikan kepercayaan kepada lembaga pengadilan.

Ini untuk menjaga independensi dan menghindari upaya intervensi dari pihak manapun.

"Pengadilan jangan ditekan. Baik itu oleh kekuasaan dan yang lain, termasuk pendukung Jerinx. Biarkan majelis hakim bekerja profesional. Hakim itu terikat kode etik dan konstitusi sudah menjamin independensi kekuasaan kehakiman yang merdeka. Tidak boleh diintervensi oleh siapapun," ujar Sobandi.

"Kalau nanti dakwaan-dakwaan itu tidak terbukti dilakukan oleh terdakwa, maka saya pastikan majelis hakim akan membebaskan. Tapi kalau terbukti, saya yakin majelis hakim menyatakan bersalah," tandasnya.

Sekilas Sidang Sebelumnya
Diberitakan sebelumnya, Jerinx telah mengikuti persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Kamis (22/10/2020).

Persidangan saat itu mengagendakan mendengarkan keterangan ahli yang dihadirkan tim penasihat hukum Jerinx.

Tim hukum yang dikoordinir oleh I Wayan "Gendo" Suardana menghadirkan ahli bahasa yang juga pensiunan dosen di Fakultas Sastra Unud Made Jiwa Atmaja, dan ahli pidana Hery Firmansyah.

Selama hampir 1,5 jam, Jiwa Atmaja memberikan keterangan atau pendapatnya di hadapan majelis hakim, tim Jaksa Penuntut Umum (JPU), juga tim penasihat hukum Jerinx.

Pada intinya Jiwa Atmaja mengkritisi kajian yang dilakukan oleh ahli bahasa yang pada sidang sebelumnya dihadirkan oleh tim jaksa penuntut.

"Perkara bahasa itu tidak bisa dikaji dari segi bentuk leksikal saja karena menurut ahli bahasa, bahasa itu terdiri dari dua bentuk. komponen bentuk akustik dan pemberian mental," jelasnya ditemui usai sidang.

Jadi kajian ahli yang sudah disampaikan itu bentuk harus sampai pada pemberian mental.

Ia mengatakan, ahli bahasa yang dihadirkan tim jaksa, hanya mengulas pada bentuk kata saja. Tidak sampai melihat kecakapan seorang penyair atau penulis lirik lagu.

"Kita harus melihat posisinya itu sebagai Jerinx seorang penyair, yang mempunyai diksi berbeda. Itu yang tidak dilihat jaksa dan sebagainya. Diksi yang dia gunakan menyebabkan satu kata berbeda dari arti leksikal," terang Jiwa Atmaja.

Lebih lanjut dijelaskan Jiwa Atmaja, jika satu kata "kacung" dan "menyerang" itu konotasinya buruk di leksikal kamus.

Namun dalam diksi seorang penyair kata itu tidak buruk.

"Kata menyerang dia (Jerinx) tidak mempunyai kekuatan untuk menyerang. Kata menyerang maksudnya, dia tidak akan berhenti bertanya sebelum pertanyaannya dijawab. Maknanya kan baik. Diksinya saja yang berbeda dengan diksi orang biasa, ahli bahasa linguistik," katanya.

Ditanya kenapa Jerinx menggunakan diksi itu, ia menyebut karena Jerinx seorang seniman.

Seorang seniman atau penyair menggunakan diksi dengan pilihan kata khusus.

Diksi yang dipilih diharapkan mempunyai tenaga untuk menyita perhatian orang sehingga pertanyaannya dijawab.

"Sehingga adalah kata konspirasi busuk, atau kata saya tidak akan berhenti menyerang. Apa ada niat buruk? Kan tidak," tegas Jiwa Atmaja.

Mengenai emoticon babi, katanya tidak bisa dilihat semata-mata dari arti kamus.

"Itu kata maknanya akan berubah ketika diksi orang berbeda. Emoticon babi yang disediakan pengelola medsos tinggal kita comot dan tidak ada hubungannya dengan wacana yang di atasnya," terangnya.

Kuasa hukum Jerinx, Gendo Suardana menyebut keterangan atau pendapat yang disampaikan dua ahli sangat menguntungkan Jerinx.

"Dua ahli yang telah memberikan pendapatnya di persidangan sangat banyak menguntungkan Jerinx," ujar pemilik Gendo Law Office (GLO) bersemangat usai sidang.

Dijelaskan Gendo, dari sisi pidana, ahli mengulas terkait legal standing pelapor. Bahwa dr I Gede Putra Suteja tidak punya kualifikasi sebagai korban sebagaimana Pasal 27 yang didakwakan.

"Karena Pasal 27 adalah delik aduan absolut. Maka yang harus mengadu adalah korban langsung. Tidak bisa diwakilkan," jelasnya.

Kemudian terkait surat kuasa yang disinggung ahli, kata Gendo, pelaporan tidak dikenal dalam pidana. Apalagi pengaduan.

"Pengaduan harus korban. Korban sendiri yang harus melapor, tidak bisa diwakilkan. Itu delik aduan. Apalagi delik aduan absolut. Oleh karena delik aduan, legal standing korbannya tidak ada. Maka sebetulnya dalam Pasal 27 itu tidak memenuhi unsur. Tidak ada korban, karena yang harus diperiksa sebagai korban adalah Daeng Mohammad Faqih, Ketua Umum IDI. Apalagi postingan Jerinx untuk PB IDI. Bukan untuk IDI Bali," terangnya.

"Terkait legal standing korban, apakah bisa dr Putra Suteja menjadi pelapor dalam Pasal 28 ayat (2) UU ITE? Bisa menjadi pelapor, karena siapa saja bisa melapor. Tapi apakah dia langsung berkualifikasi sebagai korban. Tidak. Karena yang harus menjadi korban adalah ketua umum PB IDI. Tidak bisa kuasakan, karena dalam pidana tidak mengenal surat kuasa. Itu hanya dikenal di perdata," imbuh Gendo.

Lanjut Gendo, yang juga menarik disampaikan ahli, bahwa Pasal 27 ayat (3) korbannya harus individu. Absolut individu. Kehormatan individu. Bukan kehormatan lembaga.

"Jadi kalau yang mengadukan sebagai korban pencemaran nama baik adalah IDI sebagai lembaga, itu tidak memenuhi kualifikasi sebagai korban. Sehingga menurut saya keterangan ahli pidana jelas Pasal 27 nya gugur," katanya.

Sedangkan dalam konteks Pasal 28 pun begitu kata Gendo. Ada norma pokok di Pasal 156, 157 KUHP. Maka di sana disebutkannya ada batasan unsur Antargolongan.

"Ahli tadi menjelaskan, bahwa unsur Antargolongan harus ada dua atau lebih golongan yang terlibat di sini. Tidak boleh individu versus golongan, tapi harus ada dua golongan. Makanya makna SARA itu adalah Suku, Agama, Ras dan Antargolongan. Antargolongan tanpa spasi. Maka harus ada dua atau lebih golongan yang kemudian timbul kebenciannya atas postingan Jerinx atau yang berkonflik," terang Gendo.

"Karena tidak ada dua golongan atau lebih. Maka sebetulnya kualifikasi atau unsur Antargolongan gugur. Jika mengacu pada putusan Mahkamah Konsitusi, ahli mengatakan, ini bertentangan dengan asas legalitas. Sehingga dia gugur," jelasnya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved