Bank Indonesia Gencarkan QRIS Dukung Transaksi Non Tunai Selama Pandemi Covid-19
Sejak resmi diluncurkan pada 17 Agustus 2019, Quick Response Code Indonesia Standard (QRIS) terus digeber.
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Ady Sucipto
Laporan Wartawan Tribun Bali, A A Seri Kusniarti
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Sejak resmi diluncurkan pada 17 Agustus 2019, Quick Response Code Indonesia Standard (QRIS) terus digeber.
Kemudian Bank Indonesia (BI) secara nasional, menyatakan QRIS resmi diimplementasikan per 1 Januari 2020.
QRIS merupakan standar pembayaran berbasis QR Code, yang menjadi rujukan berbagai penyelenggara pembayaran. Baik dengan menggunakan handphone, oleh bank atau non bank.
“QRIS menjadi satu-satunya QR Code, untuk seluruh pembayaran di Indonesia,” sebut Kepala Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Provinsi Bali, Trisno Nugroho, kepada Tribun Bali, Senin (2/11/2020) di Denpasar.
Satu QR Code ini, kata dia, bisa menerima pembayaran dari aplikasi penyelenggara manapun. Baik bank dan non bank, bahkan dapat menerima pembayaran dari turis mancanegara.
“Dengan QRIS, kita dapat mendorong kemajuan berbagai sektor, khususnya sektor UMKM termasuk koperasi. Sebab mempercepat akses keuangan bagi pelaku usaha, dimanapun dan siapapun dia. Sehingga meningkatkan aktivitas inklusi ekonomi,” imbuhnya.
QRIS pun banyak memiliki keunggulan, satu diantaranya transaksi lebih cepat dan akurat.
Kemudian masyarakat tidak perlu membawa uang dalam jumlah besar, sehingga lebih aman dan efisien.
Serta masih banyak lagi keunggulan lainnya.
Trisno, sapaan akrabnya, menjelaskan QRIS adalah upaya BI sesuai amanah Undang-undang RI No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Sesuai tujuan dan tugas Bank Indonesia, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
“Bahwa dalam rangka mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Bank Indonesia sebagai otoritas sistem pembayaran, memiliki misi mengelola dan memelihara sistem pembayaran termasuk pengelolaan uang yang aman, efisien, dan lancar. Melalui perluasan akses dan mempertimbangkan kepentingan nasional," jelasnya.
Kemudian, penguatan sistem pembayaran dituangkan ke dalam empat pilar. Satu diantaranya perluasan elektronifikasi pembayaran.
“Elektronifikasi ini merupakan suatu upaya terpadu, terintegrasi untuk mengubah transaksi pembayaran tunai menjadi non tunai,” jelas Trisno.
Dalam menetapkan serta melaksanakan kebijakan moneter yang efektif dan efisien, diperlukan dukungan sistem pembayaran yang lancar, cepat, tepat, dan aman.
Ini diharapkan dapat terwujud melalui elektronifikasi transaksi keuangan, yang berkaitan dengan gerakan nasional non tunai (GNNT) dalam menciptakan cashless society. Untuk itu, QRIS adalah jawaban dari hal tersebut.
Berdasarkan data Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran (DKSP) Bank Indonesia, jumlah merchant QRIS di wilayah Bali per 23 Oktober 2020 mencapai 147.792.
Pertumbuhan merchant ini sangat tinggi, yakni 480 persen sejak 1 Januari 2020-16 Oktober 2020.
“Bahkan uniknya, terhitung sejak 1 Maret 2020-Oktober 2020, tumbuh 131 persen walau dalam kondisi pandemi akibat virus Covid-19,” sebutnya.
Secara nasional jumlah merchant pengguna QRIS, Bali menduduki ranking 9 dari 10 besar provinsi.
Posisi pertama diduduki Jawa Barat, dengan jumlah merchant mencapai 1.066.387.
“Kemudian dari sisi pengguna, usaha mikro menduduki 53 persen merchant yang menggunakan QRIS,” ujarnya.
Sisanya 23 persen usaha kecil, 17 persen usaha menengah, 7 persen usaha besar, dan 1 persen usaha lainnya.
Khusus Bali, Kota Denpasar adalah penyumbang merchant pengguna QRIS terbesar mencapai 49 persen atau 70.450 merchant.
Disusul Kabupaten Badung sebanyak 40.774 merchant. Lalu Gianyar 11.281 merchant, Buleleng 8.829 merchant, Tabanan 6.326 merchant.
Kemudian Karangasem 2.305 merchant, Klungkung 2.259 merchant, Jembrana 2.216 merchant, dan Bangli 1.352 merchant.
“Saya optimistis sampai akhir tahun targetnya bisa 200.000 merchant di Bali, walau agak berat karena pandemi ini tapi moga mendekati,” sebutnya.
Apalagi memang pengaruh pandemi Covid-19, sangat berdampak pada ekonomi Bali.
Sebab turis internasional belum diperbolehkan datang, sesuai Permenkumham No. 11 Tahun 2020. Tentang pelarangan sementara berkunjung ke wilayah Indonesia termasuk Bali.
Hal ini sangat berdampak, karena lebih dari 50 persen perekonomian Bali disumbang sektor pariwisata. Khususnya pada kedatangan wisatawan mancanegara (wisman), yang sekarang masih belum datang lagi ke Bali.
Pemerintah, insan pariwisata, dan stakeholder sebelumnya menggaungkan optimalisasi kedatangan wisatawan domestik (wisdom).
Untuk mengisi kekosongan kedatangan turis asing luar negeri. Namun ternyata hal itu belum signifikan, membantu pemulihan pariwisata di Bali.
Bali yang dikenal sebagai Pulau Surga bagi para turis, memang kini tampak mati suri akibat pandemi.
Virus Covid-19 yang mewabah di dunia, juga menyusup masuk ke Pulau Dewata sejak Maret 2020. Korban akibat virus ini terus berjatuhan, dan kini ekonomi pun ikut terdampak.
Catatan KPwBI Bali, triwulan I-2020 ekonomi Bali minus 1,14 persen (yoy). Kembali lebih dalam pada triwulan II-2020, minus 10,98 persen (yoy). Padahal sebelum pandemi ini, ekonomi Bali selalu tangguh bertengger di atas 5-6 persen.
Trisno terus berupaya agar ekonomi Bali bangkit. Ia optimistis ekonomi Bali lambat laun akan kembali pulih.
Seiring membaiknya situasi pasca pandemi Covid-19 ini, dan pemulihan yang dilakukan pemerintah bersama stakeholder terkait. Semangat tak surut ini, dibuktikan saat digaungkannya era normal baru.
Memperlihatkan kesiapan Bali, dalam menyambut era baru sesuai protokol kesehatan pencegahan Covid-19.
Verifikasi akomodasi pariwisata seperti hotel, destinasi wisata, bahkan hingga pasar dan sebagainya terus dilakukan.
Guna mengecek kesiapan penerapan CCHSE di destinasi tersebut. CCHSE adalah singkatan dari contacless, cleanliness, health, safety, and environment sustainability.
Mengurangi kontak fisik dengan jaga jarak, menjaga kebersihan dan rajin cuci tangan.
Menjaga kesehatan dengan makanan bergizi dan berolahraga.
Lalu menjaga keamanan, termasuk menjaga kelestarian lingkungan hidup.
“Satu diantaranya dengan transaksi non tunai QRIS ini,” katanya.
Sebab ditenggarai uang tunai khususnya uang kertas, dari satu tangan ke tangan lainnya tidak steril dan menjadi media penyebaran virus.
Untuk itu, transaksi non tunai menggunakan QRIS ini, diharapkan membantu masyarakat terhindar dari penularan virus.
“Ini juga sebagai bentuk kepedulian kesehatan dan pemulihan ekonomi,” katanya. Sekaligus kian menggencarkan transaksi non tunai di Bali, mewujudkan GNNT dan cashless society. Serta menjaga masyarakat tetap sehat, saat bertransaksi tanpa uang tunai di masa pandemi ini.
Hal tersebut, sangat penting karena pencetakan uang tunai membutuhkan biaya tidak sedikit.
Menurut survei yang dilakukan McKinsey & Company pada tahun 2013.
Menunjukkan bahwa volume penggunaan uang tunai di Indonesia, masih sangat dominan khususnya untuk transaksi retail mencapai 99,4 persen dan termasuk yang tertinggi di ASEAN.
Untuk wilayah Bali, kata dia, tingginya penggunaan uang tunai tercermin dari data inflow dan outflow uang kartal di KPwBI Bali.
Trisno berharap, GNNT ini akan terus meluas dan menjadi kebiasaan atau budaya baru di masyarakat. Sehingga tidak perlu membawa dompet tebal, serta uang receh ke depannya.
Termasuk terhindar dari penularan virus, karena tidak terjaminnya kebersihan uang tunai di pasaran.
Sosialisasi dan launching QRIS terus dilakukan tanpa henti, oleh KPwBI Bali bersama perbankan di Pulau Dewata.
Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP), yang dapat melaksanakan kegiatan pemrosesan transaksi QRIS terus diperluas.
Hingga saat ini sudah ada 42 PJSP QRIS, yang beroperasi di Indonesia. Kemudian yang memiliki kantor di wilayah Bali sebanyak 18 PJSP bank dan 4 PJSP non bank. Sementara khusus Bali, sebut dia, ada 22 PJSP.
Trisno bersama kepala perbankan di Bali, menggeber QRIS ini ke 9 kabupaten/kota tanpa henti.
Setiap destinasi wisata, hingga pasar dibidik segera menerapkan QRIS ini. Beberapa diantaranya, Uluwatu, Pantai Pandawa, Monkey Forest, pesinggahan Yeh Malet, Kintamani, hingga kawasan wisata di seluruh wilayah Bali.
Bersama BPD Bali, serta bank PJSP lainnya, tanpa henti mensosialisasikan pentingnya QRIS di masa kini dan masa depan.
Sebab era digitalisasi, adalah keniscayaan. Satu diantaranya digitalisasi sistem pembayaran dengan menggunakan platform digital QRIS ini.
Terbaru bahkan BI menyasar digitalisasi pembayaran di lingkungan TNI se-Bali. Brigadir Jenderal TNI, Husein Sagaf, yang merupakan Komandan Resor Militer 163/ Wirasatya, berkomitmen mendorong penerapan protokol kesehatan.
Termasuk penggunaan QRIS di lingkungan militer sebagai satu diantara solusi, bertransaksi secara aman dan sehat di tengah pandemi Covid-19. Kemudian bersama BRI, dilakukan digitalisasi pembayaran dan soft launching web pasar di Bali.
“Sebagai bentuk kepedulian terhadap kesehatan dan pemulihan ekonomi, saya sangat mengapresiasi Bank BRI yang telah mempersiapkan serta menyelenggarakan soft-launching web pasar ini,” tegas Trisno.
Bank Indonesia sangat mendukung perluasan digitalisasi, di seluruh aspek kegiatan ekonomi masyarakat termasuk pasar-pasar tradisional.
Perluasan digital ini akan berhasil, dengan kerjasama baik antara bank penyelenggara, Bank Indonesia, OJK, pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota yang ada di Bali. Serta masyarakat sebagai pelaku dan pengguna.
Kerjasama yang baik ini, terbukti dari jumlah pasar yang telah tergabung saat ini sebanyak 140 pasar di seluruh Bali dengan total 2.398 pedagang. Untuk usaha yang tak kenal lelah ini, QRIS Bank Indonesia mendapatkan penghargaan inovasi sistem pembayaran dari Central Banking tahun 2020.
“Semoga semuanya bisa menggunakan QRIS ke depannya,”ujar Trisno. (ask)