ICJR: Waspadai Potensi Overkriminalisasi di RUU Larangan Minuman Beralkohol
Menurutnya dalam menyikapi pengusulan RUU, pemerintah dan DPR harus membuat riset yang mendalam
TRIBUN-BALI.COM, JAKARTA - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mewaspadai potensi overkriminalisasi yang mungkin terjadi andai RUU larangan Minol menjadi undang-undang. Direktur Eksekutif ICJR Erasmus Napitupulu mengatakan perkumpulannya berpendapat RUU larangan minuman alkohol itu tak perlu dibahas DPR.
"Pendekatan pelarangan bagi minuman beralkohol dapat memberi dampak negatif bagi peradilan pidana di Indonesia," kata Erasmus.
Erasmus mengatakan setelah membaca draf RUU larangan minol yang tersedia di situs DPR, pihaknya melihat bakal beleid tersebut berpendekatan prohibitionist atau larangan buta.
Pengaturan tentang penggunaan alkohol yang membahayakan sejatinya sudah diatur dalam sejumlah ketentuan peraturan perundang-undangan. Ia menyontohkan Pasal 300 dan Pasal 492 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
"Pemerintah pun sudah lama mengeluarkan aturan pengendalian alkohol melalui Peraturan Menteri Perdagangan Indonesia No. 25 Tahun 2019 tentang pengendalian dan pengawasan terhadap minuman beralkohol," kata dia.
Menurutnya dalam menyikapi pengusulan RUU, pemerintah dan DPR harus membuat riset yang mendalam termasuk ongkos serta keuntungannya yang lalu dimasukkan ke dalam naskah akademis, khususnya terkait RUU larangan minuman beralkohol ini.
Anggota Badan Legislasi DPR RI dari Fraksi PPP, Illiza Sa'aduddin Djamal menjadi salah satu sosok yang memperjuangkan RUU larangan minol. Menurut dia, RUU larangan minol merupakan amanah konstitusi. Ia pun mengutip Pasal 28H ayat 1 UUD 1945.
"Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik, dan berhak memperoleh pelayanan kesehatan," ucapnya.
Selain mengutip pasal, Illiza bahkan sampai mengutip ayat di dalam kitab suci Alquran. Semisal ayat pada surat Al Maidah tentang larangan minuman keras hingga berjudi.
"Alquran juga menyebutkan dalam surat Al-Maidah (90-91) yang artinya, wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk berhala), dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan, maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung," kata Illiza mengutip Al Maidah.
Illiza merupakan satu dari 18 anggota Fraksi PPP di DPR yang menjadi pengusul RUU Larangan Minuman Beralkohol. RUU ini, menurutnya, bertujuan untuk melindungi masyarakat dari dampak negatif, menciptakan ketertiban, dan ketentraman di masyarakat dari para peminum minuman beralkohol.
"Selain itu adanya RUU ini juga untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat mengenai bahaya minuman beralkohol," kata Illiza.
Di dalam RUU Larangan Minuman Beralkohol, Illiza mengatakan ada poin mengenai larangan bagi umat Islam maupun agama lain untuk memproduksi hingga mengkonsumsi sejumlah kategori minuman beralkohol.Aturan terkait minuman beralkohol yang tertuang di dalam KUHP belum cukup.
Sehingga diperlukan undang-undang yang dapat mengatur persoalan minuman beralkohol secara mendetail. Ia berharap, keberadaan RUU Larangan Minuman Beralkohol dapat segera tuntas sampai nantinya disahkan.
Sebelumnya Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah menggodok draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Larangan Minuman Beralkohol (Minol). RUU tentang Larangan Minol diusulkan oleh tiga partai yakni Gerindra, PPP, dan PKS.
RUU itu memuat soal larangan produksi, penyimpanan, peredaran, dan konsumsi minuman beralkohol untuk beberapa jenis, yakni minuman beralkohol dengan kadar etanol 1-5 persen, 5-20 persen, dan 20-55 persen. Larangan juga berlaku untuk minuman beralkohol tradisional dan campuran atau racikan.
Nantinya, minuman beralkohol hanya boleh untuk kepentingan adat, ritual keagamaan, wisatawan, farmasi, dan tempat-tempat yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan. Pihak yang melanggar ketentuan bakal dikenakan sanksi hukum pidana berupa penjara tiga bulan sampai 10 tahun dan denda mulai dari Rp20 juta hingga Rp1 miliar.
Satu di antaranya mengatur sanksi pidana bagi para peminum atau orang yang mengonsumsi minuman beralkohol, berupa pidana penjara maksimal dua tahun atau denda maksimal Rp50 juta. Sanksi pidana atau denda tersebut tertuang di Pasal 20 Bab VI tentang Ketentuan Pidana RUU Minol.
"Setiap orang yang mengonsumsi minuman beralkohol sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dipidana dengan pidana penjara paling sedikit tiga bulan dan paling lama dua tahun atau denda paling sedikit Rp10 juta dan paling banyak Rp50 juta," demikian bunyi draf beleid tersebut seperti yang diunduh dari situs DPR.
RUU Larangan Minuman Beralkohol terdiri dari tujuh bab dan 24 pasal. Beleid antara lain berisi definisi minuman beralkohol, pengawasan, tata laksana pelarangan, hingga sanksi pidana bagi pihak yang melanggar.
Dalam RUU itu juga tercantum perdagangan miras tak lagi bisa dilakukan sembarangan jika RUU tersebut diloloskan parlemen. Termasuk ancaman pidana dan denda pedagang miras tersebut diatur dalam Pasal 19. Hukumannya adalah pidana penjara paling lama 10 tahun
"Setiap orang dilarang memasukkan, menyimpan, mengedarkan, dan/atau menjual Minuman Beralkohol golongan A, golongan B, golongan C, Minuman Beralkohol tradisional, dan Minuman Beralkohol campuran atau racikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia," bunyi Pasal 6 draf RUU tersebut.
Direktur PT Delta Djakarta Tbk (DLTA), Ronny Titiheruw mengaku, perseroan terus memantau perkembangan RUU yang kembali dibahas DPR. Dia menuturkan, saat ini perseroan masih menjual dan belum menyiapkan langkah-langkah signifikan karena RUU masih dalam tahap awal pembahasan.
"Kami baru mengikuti perkembangan RUU Ini di media dan masih terus memantaunya," kata Ronny kepada Kompas.com kemarin.
Adapun saat ini, penjualan alkohol memang tengah mengalami penurunan. Ronny mengungkap, penjualan minuman beralkohol menurun karena ada efek domino pandemi Covid-19. Pada masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), tempat penjualan minuman beralkohol di sejumlah wilayah Indonesia banyak ditutup.
"Selain itu, tingkat konsumsi alkohol di Indonesia tergolong cukup rendah, bahkan lebih rendah daripada Malaysia dalam hal tingkat konsumsi minuman beralkohol per kapita," pungkas Ronny.
Sekretaris Jenderal MUI Anwar Abbas meminta Pemerintah dan DPR tidak tunduk kepada kepentingan pedagang. Pernyataan Anwar tersebut terkait dengan RUU Larangan Minuman Beralkohol (Minol) yang saat ini sedang dibahas di Badan Legislasi DPR.
"Menurut saya dalam membuat UU tentang Miras ini pemerintah jangan tunduk kepada keinginan pedagang dan juga jangan biarkan mereka mencari untung dengan merugikan dan merusak fisik serta jiwa dan agama orang lain yang mengonsumsinya seperti halnya juga dengan narkoba," kata Anwar kemarin.
Sebaliknya Anwar menghimbau kepada pemerintah dan DPR untuk membuat aturan sebaik mungkin menganai larangan minuman beralkohol. Ditinjau dari aspek agama dan kesehatan, minuman beralkohol lebih banyak mafsadatnya ketimbang maslahatnya, kata dia.