250 Ekor Tikus Dibakar Dalam Upacara Ngaben Bikul di Badung, Ini Maknanya Secara Niskala
Suka menjelaskan, pengabenan kali ini dilakukan secara simbolis, yakni mengaben bikul dengan jenis kelamin betina dan jantan.
Penulis: I Komang Agus Aryanta | Editor: Eviera Paramita Sandi
TRIBUN-BALI.COM, MANGUPURA - Upacara ngaben bikul atau tikus dengan gunakan sarwa preteka dilakukan Pemkab Badung, Kamis (19/11/2020).
Pengabenan dipuput atau dipimpin oleh Ida Pedanda Gede Putra Kekeran Pemaron dari Gria
Agung Mandara Munggu.
Upaya niskala mengusir hama tikus.
Majelis Madya Subak Kabupaten Badung, Made Suka, mengatakan ngaben bikul bukan kali pertama dilakukan di Badung.
Pada 2009 pernah dilakukan hal serupa, namun hanya untuk bikul yang ada pada subak yeh.
"Sekarang kan semua bikul, baik dari subak yeh maupun subak abian. Kami harapkan, ini bisa meminimalisir hama tikus di Badung," ujar Made Suka saat ditemui di lokasi pengabenan di Pantai Seseh, Desa Munggu, Kecamatan Mengwi, Kamis (19/11/2020).
Suka menjelaskan, pengabenan kali ini dilakukan secara simbolis, yakni mengaben bikul dengan jenis kelamin betina dan jantan.
Namun, bikul atau tikus yang dibakar total sebanyak 250 ekor lebih.

"Prosesinya sama seperti ngaben pada umumnya. Semua ini kita lakukan agar bikul yang diupacarai mendapat tempat yang lebih baik, dan tidak lahir kembali menjadi tikus yang menjadi hama. Diyakini, bikul yang sudah diupacarai tidak akan lahir kembali menjadi bikul," kata Suka.
Ngaben Bikul ini juga diharuskan menggunakan simbolik tikus berwarna putih, merah dan hitam.
Maknanya, menurut sastra Bali, tikus diibaratkan sebagai wong tanpa wangsa, sehingga dikembalikan ke alam melalui laut.
"Jadi bikul pada umumnya kan berwarna hitam kecokelatan. Namun yang kita aben sekarang berwarna putih dan merah," ujar Suka.
Bikul merah berjenis kelamin jantan dan bikul putih berjenis kelamin betina.
Dua bikul itu melambangkan rwa bhineda atau berpasangan.

"Harapan kita dari awal mamang harus mendapatkan bikul warna merah dan putih. Syukurlah, saat pengerompyokan, krama subak mendapatkan bikul warna merah dan putih. Untungnya lagi alat kelaminnya jantan dan betina," jelasnya.
"Krama subak menginginkan lahan pertanian membuahkan hasil, terutama tanaman padi. Dan jalur niskala kami laksanakan sebelum melakukan kegiatan ngerompyok atau menangkap tikus," ujarnya.
Made Suka mengungkapkan, cara niskala ini dilakukan sebagai bagian dari upaya mengusir hama tikus di sawah petani di Kabupaten Badung, Bali.
Di Kabupaten Badung banyak lahan pertanian yang terserang hama tikus.
Berdasarkan catatan Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Badung, serangan hama tikus kini terjadi di sejumlah wilayah, seperti di Kecamatan Kuta Utara, Kecamatan Abiansemal, dan Kecamatan Petang.
Lahan yang diserang hama tikus sekitar 107 hektar dari total luas lahan pertanian di Badung sekitar 9.593 hektar.
"Prosesi ngaben ini sudah disiapkan sejak 11 November 2020 lalu. Dengan kegiatan matur piuning di subak dan meboros bikul," ucap Made Suka.
Ngaben bikul mengandung nilai kearifan lokal dan juga filosofi yang berhubungan dengan aspek aspek penting dalam kehidupan manusia.
Pelaksanaan ngaben bikul ini, berdasarkan pandangan masyarakat Bali, bertujuan untuk membersihkan hama tanaman dan juga menghilangkan pengaruh-pengaruh buruk dari aspek niskala.
Kata Suka, tradisi ini sangat membantu dalam menjaga keseimbangan ekosistem persawahan, dan menjadikannya ramah lingkungan.
Selain itu, jika hama tikus tidak dimusnahkan, maka akan berakibat buruk terhadap tanaman padi.
Populasi tikus yang kian bertambah membuat populasi tanaman bisa semakin berkurang.
"Pada dasarnya semua ini memang upaya menghilangkan hama tikus yang ada. Pelaksanaannya dilakukan di pantai, karena menurut lontar Bali Merana, hama itu datang dari laut. Sehingga semua akan dikembalikan ke laut," jelasnya.
Menurut Suka, upacara ngaben bikul ini biasanya dilaksanakan 10 tahun sekali.
Kali ini biaya pengabenan bikul didukung anggaran dari APBD 2020 Badung sebesar Rp. 250 juta.
"Kalau tidak salah menghabiskan anggaran Rp. 250 juta. Diwacanakan untuk dilaksanakan Kembali, namun bergantung kondisi di lapangan," jelasnya.
Sebelum melaksanakan upacara pengabenan, sehari sebelumya atau pada Rabu (18/11/2020) dilaksanakan prosesi ngeringkes.
Upacara ngaben sendiri dilaksanakan sejak pukul. 09.00 Wita, diawali dengan mebumi sudha, ngaskara, pengabenan, nganyut dan sembahyang bersama.
"Setelah itu barulah tirta dibagikan kepada krama untuk dipercikkan ke masing-masing subak abian di Badung,"ujarnya.
Suka menjelaskan, ngaben bikul yang dilaksanakan di Sasih Kenem ini sangat istimewa.
Selain digelar di tengah pandemi Covid-19, upacara ini juga baru pertama kalinya digelar di Badung untuk subak yeh dan subak abian.
"Terakhir sempat dilaksanakan di tahun 2009 namun, hanya dilakukan oleh subak yeh. Ini baru pertama kali dilaksanakan secara gabungan," terangnya, seraya berharap agar upacara semacam ini rutin bisa dilaksanakan.
Kegiatan yang bertujuan mengusir hama dan penolak bala ini, lanjut Suka, dilaksanakan oleh krama subak.
Namun, karena situasi Covid-19, subak diminta untuk membagi diri, yang diwakili oleh masing-masing pasedahan.
Satu subak hanya diwakili oleh dua orang.
"Kegiatan ini kami laksanakan berdasarkan paruman subak," jelasnya.
Jumlah subak yang mengikuti upacara tersebut yakni, subak yeh 124, dan subak abian sebanyak 99.
(Komang Agus Aryanta)