Gunung Ili Lewotolok NTT Meletus Pagi Tadi, Penjelasan PVMBG hingga Kepercayaan Warga tentang Erupsi
Erupsi Gunung Ile Lewotolok yang terletak di Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT) ini terjadi pada pukul 09.45 Wita.
TRIBUN-BALI.COM, NTT - Gunung Ili Lewotolok kembali meletus, Minggu (29/11/2020) pagi.
Erupsi gunung yang terletak di Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT) ini terjadi pada pukul 09.45 Wita.
Demikian informasi yang diunggah oleh akun Twitter MAGMA Indonesia, @id_magma.
Dilansir dari Kompas.com, ahli Vulkanologi yang juga pernah menjabat sebagai Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi ( PVMBG), Surono, membagikan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM), Badan Geologi, dan PVMBG.
Surono menyebutkan, letusan menghasilkan kolom abu yang setinggi kurang lebih 4.000 meter di atas puncak, atau kurang lebih 5.423 meter di atas permukaan laut.
Angin meniup kolom abu tersebut condong ke arah timur dan barat.
Sementara, untuk gempa vulkanik terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 35 mm dengan durasi kurang lebih 10 menit atau 600 detik.
Saat ini, Gunung Ili Lewotolok berstatus Waspada atau Level II.
Masyarakat dan pengunjung/pendaki/wisatawan dilarang berada di zona perkiraan bahaya yakni di radius 2 km dari puncak atau pusat aktivitas gunung.
Namun, Surono menyebutkan, kondisi di sekitar Gunung Ili Lewotolok relatif aman karena jauh dari permukiman penduduk.
"Tapi masyarakat jauh kok, jauh dari puncak gunung. Tidak seperti di Merapi, dekat dan padat," kata mantan staf ahli Menteri ESDM ini.
Menurut Surono, Gunung Lewotolok sering mengalami erupsi kecil dan sudah lama berstatus Waspada.
Sebelum letusan pada hari ini, Gunung Lewotolok meletus pada Jumat (27/11/2020).
Seperti diberitakan Kompas.com, Jumat, Gunung Lewotolok meletus pukul 05.57 Wita, dengan tinggi kolom abu teramati lebih kurang 500 meter di atas puncak.
Erupsi menyebabkan beberapa desa di sekitar lereng gunung diguyur hujan abu dan pasir.

Mengenal Gunung Ili Lewotolok
Gunung Ile Lewotolok terletak di Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur.
Mengutip laman Kementerian ESDM, Gunung Ili Lewotolok memiliki ketinggian 1.423 meter di atas permukaan laut. Status gunung berapi ini adalah waspada (level II) sejak 7 Oktober 2017.
Mengutip Harian Kompas 1 Februari 2014, nama Ile Lewotolok berasal dari bahasa daerah setempat (bahasa Lamaholot) yang berarti gunung api.
Gunung tersebut dipercaya pernah meletus dahsyat berkali-kali sejak tahun 1666 hingga 1920-an.
Di antaranya letusan yang terjadi pada tahun 1660, 1819, 1849, 1852, 1864, 1889, 1920.
Dampak letusan-letusan yang terjadi di gunung tersebut disebut telah meluluhlantakkan seluruh Pulau Lembata dan pulau-pulau di sekitarnya.
Pada 7 Oktober 2017, Gunung Ile Lewotolok dinaikkan statusnya menjadi waspada.
Masyarakat dilarang mendekati zona perkiraan bahaya di area kawah dan di seluruh area dengan radius 2 km.
Selang beberapa hari dari kenaikan status itu, wilayah Lembata juga diguncang gempa berkali-kali, yang mengakibatkan 671 warga diungsikan.
Harian Kompas memberitakan, 11 Oktober 2017, gempa merupakan akibat aktivitas sesar lokal, namun tidak dapat disimpulkan gempa berkaitan dengan peningkatan aktivitas Gunung Ile Ape.
Wakil Bupati Lembata Thomas Ola Langoday saat itu mengatakan gunung Ile Lewotolok merupakan gunung yang tidak punya hutan dan pohon.
Adapun, lereng adalah batu wadas diselingi pasir dan tanah.
Sehingga saat guncangan gempa terjadi, material berjatuhan dari arah gunung dan menimpa ladang maupun pemukiman warga.
Kearifan lokal
Masyarakat sekitar sekitar Ile Lwotolok memiliki kepercayaan erupsi merupakan kemarahan leluhur.
Sementara, belerang yang mengeluarkan bau menyengat dimaknai sebagai pengingat kemarahan tersebut.
Bagi mereka Ile Ape adalah adalah sentral kehidupan, setiap kegiatan harus mendapatkan izin leluhur di atas puncak.
Oleh karena itu, terdapat upacara utan werun (kacang tumbuh) yang dilakukan masyarakat adat Lamarian.
Pesta adat itu bertujuan meminta hujan, kesuburan, keselamatan, kesejahteraan, perdamaian, bebas dari musuh, dan gangguan penyakit.
Mengutip Harian Kompas, 17 Januar 2014, masyarakat sekitar juga mempercayai belerang memberi dampak pada warna dan keutuhan gigi.
Belerang dianggap dapat menyebabkan gigi hitam yang bisa mengakibatkan keropos.
Karena itu, warga lereng Gunung Ile Api yang ingin gigi anaknya berwarna normal kerap menitipkan anaknya kepada keluarga di Lewoleba, sekitar 45 kilometer dari Ile Api. (Kompas.com/Luthfia Ayu Azanella/Nur Rohmi Aida)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Gunung Ile Lewotolok di NTT Meletus, Ini Penjelasan PVMBG" dan "Mengenal Gunung Ile Lewotolok yang Pagi Ini Erupsi"