Tiga Kali Meletus & Diiringi Suara Gemuruh Hari Ini, Begini Riwayat Gunung Ile Lewotolok NTT
Gunung Api Ile Lewotolok, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT) kembali erupsi disertai gemuruh dan dentuman, Minggu (6/12/2020).
TRIBUN-BALI.COM, NTT - Gunung Api Ile Lewotolok, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT) kembali erupsi, Minggu (6/12/2020).
Gunung api tersebut tercatat sudah 3 kali erupsi dan diiringi suara bergemuruh serta berdentum hari ini.
Demikian disampaikan petugas Pos Pengamatan Gunung Ile Lewotolok Stanislaus Ara Kian.
Erupsi pertama, terjadi pukul pukul 07.36 Wita, dengan ketinggian kolom abu teramati kuarng lebih 900 meter di atas puncak atau 2.323 meter di atas permukaan laut.
Kolom abu teramati berwarna putih hingga kelabu dengan intensitas tebal condong ke arah timur.
Baca juga: Letusan Gunung Ili Lewotolok Tak ada Kaitan dengan Gunung Api Lain di Indonesia
Erupsi pertama ini disertai dentuman.
Erupsi kedua, pada pukul 08.38 Wita, dengan tinggi kolom abu sekitar 500 meter di atas puncak atau 1.923 meter di atas permukaan laut.
Kolom abu teramati berwarna putih hingga kelabu dengan intensitas tebal condong ke timur.
Erupsi ini terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 19 mm dan durasi kurang lebih 20 detik.
Erupsi disertai dengan letusan sedang.
Erupsi ketiga, pada pukul 09.02 Wita, dengan tinggi kolom abu teramati kurang lebih 500 meter di atas puncak atau 1.923 meter di atas permukaan laut.
Kolom abu teramati berwarna kelabu dengan intensitas tebal condong ke arah timur.

Erupsi ini terekam di seismogram dengan ampitudo maksimum 30 mm dan durasi kurang lebih 30 detik.
Erupsi ini disertai dengan dentuman sedang.
Stanislaus menyebut, hingga saat ini, tingkat aktivitas Gunung Ile Lewotolok pada level III (siaga).
“Masyarakat sekitar, pengunjung, pendaki, dan wisatawan agar tidak melakukan pendakian dan aktivitas apa pun dalam zona perkiraan bahaya di dalam radius 4 kilometer dari puncak,” ungkap Stanislaus dalam rilis tertulis yang diterima Kompas.com, Minggu siang.
Baca juga: Gunung Semeru Semburkan Awan Panas, Sempat Terdengar Suara Gemuruh, Warga Diminta Mengungsi
Mengenal Gunung Ili Lewotolok
Gunung Ile Lewotolok terletak di Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur.
Mengutip laman Kementerian ESDM, Gunung Ili Lewotolok memiliki ketinggian 1.423 meter di atas permukaan laut. Status gunung berapi ini adalah waspada (level II) sejak 7 Oktober 2017.
Mengutip Harian Kompas 1 Februari 2014, nama Ile Lewotolok berasal dari bahasa daerah setempat (bahasa Lamaholot) yang berarti gunung api.
Gunung tersebut dipercaya pernah meletus dahsyat berkali-kali sejak tahun 1666 hingga 1920-an.
Di antaranya letusan yang terjadi pada tahun 1660, 1819, 1849, 1852, 1864, 1889, 1920.
Dampak letusan-letusan yang terjadi di gunung tersebut disebut telah meluluhlantakkan seluruh Pulau Lembata dan pulau-pulau di sekitarnya.
Pada 7 Oktober 2017, Gunung Ile Lewotolok dinaikkan statusnya menjadi waspada.
Masyarakat dilarang mendekati zona perkiraan bahaya di area kawah dan di seluruh area dengan radius 2 km.
Selang beberapa hari dari kenaikan status itu, wilayah Lembata juga diguncang gempa berkali-kali, yang mengakibatkan 671 warga diungsikan.
Harian Kompas memberitakan, 11 Oktober 2017, gempa merupakan akibat aktivitas sesar lokal, namun tidak dapat disimpulkan gempa berkaitan dengan peningkatan aktivitas Gunung Ile Ape.
Wakil Bupati Lembata Thomas Ola Langoday saat itu mengatakan gunung Ile Lewotolok merupakan gunung yang tidak punya hutan dan pohon.
Adapun, lereng adalah batu wadas diselingi pasir dan tanah.
Sehingga saat guncangan gempa terjadi, material berjatuhan dari arah gunung dan menimpa ladang maupun pemukiman warga.
Kearifan lokal
Masyarakat sekitar sekitar Ile Lwotolok memiliki kepercayaan erupsi merupakan kemarahan leluhur.
Sementara, belerang yang mengeluarkan bau menyengat dimaknai sebagai pengingat kemarahan tersebut.
Bagi mereka Ile Ape adalah adalah sentral kehidupan, setiap kegiatan harus mendapatkan izin leluhur di atas puncak.
Oleh karena itu, terdapat upacara utan werun (kacang tumbuh) yang dilakukan masyarakat adat Lamarian.
Pesta adat itu bertujuan meminta hujan, kesuburan, keselamatan, kesejahteraan, perdamaian, bebas dari musuh, dan gangguan penyakit.
Mengutip Harian Kompas, 17 Januar 2014, masyarakat sekitar juga mempercayai belerang memberi dampak pada warna dan keutuhan gigi.
Belerang dianggap dapat menyebabkan gigi hitam yang bisa mengakibatkan keropos.
Karena itu, warga lereng Gunung Ile Api yang ingin gigi anaknya berwarna normal kerap menitipkan anaknya kepada keluarga di Lewoleba, sekitar 45 kilometer dari Ile Api. (Kompas.com/Nansianus Taris)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Minggu, Gunung Ile Lewotolok 3 Kali Erupsi Disertai Suara Gemuruh"