Ngopi Santai
Malam Gulita Jiwa
ungkapan the dark night of the soul bisa dimaknai sebagai krisis spiritual (seseorang) dalam perjalanan menuju keterhubungan dengan Tuhan
Penulis: Sunarko | Editor: Wema Satya Dinata
Dua hari lalu, tanpa disangka teman anak saya tiba-tiba bertanya dan sepertinya ingin memancing diskusi yang “berat”. Bagian yang tidak kusangka itu adalah topik pembicaraan yang dilemparnya: tentang spiritualitas dan filsafat.
Dia menyodorkan istilah yang saya belum pernah baca, yakni the dark night of the soul.
"Oke, saya coba cerna dulu ya," jawab saya dalam percakapan via WA pada 6 Desember 2020 pukul 08.00 pagi waktu Denpasar itu.
Percakapan kemudian sempat terhenti, karena saya akan menyetir mobil.
Baca juga: Dialog Dini Hari Rilis Single Payung Hitam, Terinspirasi dari Kisah Pejuang HAM
Singkat cerita, kemudian saya tahu bahwa the dark night of the soul adalah judul puisi yang ditulis oleh seorang mistikus Spanyol abad 16, yang bernama St. John of The Cross (Santo Yohanes dari Salib).
Menurut wikipedia, ungkapan the dark night of the soul bisa dimaknai sebagai krisis spiritual (seseorang) dalam perjalanan menuju kebersatuan (union) dengan Tuhan.
Beberapa hari kemudian, percakapan kami berlanjut. Seperti biasa, saya-lah yang sebetulnya terstimulasi untuk berdiskusi lebih jauh, karena saya memang demen diskusi tentang spiritualitas dan filsafat.
Akhirnya, saya menjawab pertanyaan teman anak saya itu dengan tulisan sebagaimana di bawah ini.
****
Di sini saya akan menulis tentang “Malam Gulita Jiwa”. Iya, kata-kata ini jelas nyontek judul puisi Santo Yohanes dari Salib itu, karena “Malam Gulita Jiwa" itu kan sekadar terjemahannya dalam bahasa Indonesia.
Mistikus modern Eckhart Tolle ternyata juga menyebut kata-kata itu dalam beberapa kesempatan ceramahnya.
Rasanya, saya bisa memahami maksud dari apa yang diungkapkan Tolle mengenai the dark night of the soul.
Tetapi saya ingin lebih bercerita tentang pencerapan saya atas pengalaman hidup saya sendiri dan dari apa yang saya pahami (lewat buku maupun kejadian yang dialami orang-orang lain) mengenai "gulita malamnya jiwa" itu.
Sebetulnya, ada juga “malam yang remang-remang”, malam dengan cahaya yang redup. Ada pula senja, yaitu setahap sebelum langit berubah menjadi gelap.
Kalau ada malam gulita jiwa, tentu boleh ada senja jiwa.