Kemenristek Sebut Indonesia Akan Punya Alat Deteksi Covid-19 Melalui Napas

Alat deteksi ini siap diproduksi massal maupun dipakai sesegera mungkin karena tinggal mengurus tahap akhir perizinan

Editor: Eviera Paramita Sandi
Pixabay
Ilustrasi covid-19. 

TRIBUN-BALI.COM, JAKARTA - Indonesia sebentar lagi akan punya alat pendeteksi virus Covid-19 melalui saluran pernapasan.

Hal ini dikemukakan oleh Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN).  

Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang Brodjonegoro mengatakan, alat tersebut merupakan inovasi anak bangsa.

"Semangat berinovasi belum berhenti, peneliti di UGM melahirkan yang mudah-mudahan sebentar lagi bisa kita pakai secara massal adalah pendeteksi virus Covid-19 dengan hembusan napas. Ini menurut kami inovasi yang luar biasa," ujarnya dalam webinar, Jumat (11/12/2020).

Bambang menjelaskan, para peneliti itu pertama kalinya mereka mendeteksi bahwa virus Covid-19 adanya di saluran pernapasan.

"Karena penyakit ini menyerang saluran pernapasan. Artinya, di situ mengandung suatu senyawa yang bisa diindikasikan terpapar oleh virus Covid-19," katanya.

Alat deteksi ini siap diproduksi massal maupun dipakai sesegera mungkin karena tinggal mengurus tahap akhir perizinan di Kementerian Kesehatan.

"Dari pembicaraan terakhir dengan pengembang di UGM, masih ada 1 final report. Di-submit ke Kementerian Kesehatan untuk dapat izin edar," pungkas Bambang.

Penelitian terbaru ungkap gejala Covid-19 bertahan lebih dari 6 minggu.

Berdasarkan penelitian, pasien Covid-19 masih mengalami 5 gejala ini setelah 6 minggu terpapar Covid-19.

Penelitian terkait virus corona Covid-19 terus dilakukan di berbagai negara oleh para ilmuwan.

Salah satu penelitian terbaru adalah terkait gejala Covid-19.

Dikutip dari Anadolu Agency, Selasa (9/12/2020), tim dokter di Kota Jenewa, Swiss, menemukan bahwa beberapa gejala Covid-19 dapat bertahan lebih dari 6 minggu.

Bahkan pada pasien tanpa faktor risiko yang mendasarinya.

Penelitian itu dilakukan oleh tim dokter dan ahli epidemiologi dari Universitas Jenewa (UNIGE), Rumah Sakit Universitas Jenewa (HUG), dan Direktorat Kesehatan Umum wilayah Jenewa.

Penelitian melibatkan hampir 700 orang pasien positif Covid-19 yang tidak memerlukan rawat inap.

Gejala Kelelahan hingga Sesak Napas

Enam minggu setelah diagnosis, 33 persen dari mereka masih dilaporkan menderita kelelahan, kehilangan penciuman atau pengecap, sesak napas, atau batuk.

Universitas Jenewa melaporkan lewat pernyataan tertulis, sejak kemunculannya pada awal 2020, Covid-19 tidak dapat diprediksi.

Baik untuk dokter maupun individu yang terkena, mengingat variasi dan durasi gejalanya.

“Tampaknya (virus corona) berpotensi menyebabkan penyakit jangka panjang yang tidak biasa.

Dan istilah 'long Covid' menggambarkan penyakit pada orang yang terus melaporkan gejala beberapa minggu setelah infeksi,” kata universitas tersebut.

Di awal pandemi, para ahli epidemiologi dokter di departemen kesehatan dan kedokteran komunitas tersebut memikirkan kemungkinan 'long Covid'.

Sehingga mereka melakukan penelitian itu.

Studi tersebut diikuti 669 orang dengan usia rata-rata 43 tahun.

Dengan rincian 60 persen perempuan, 25 persen profesional perawatan kesehatan, dan 69 persen tanpa faktor risiko yang mendasari terkait komplikasi dari Covid-19.

Hasil penelitian itu, setelah 6 minggu terpapar Covid-19.

Pasien Covid-19 yang diteliti masih mengalami gejala sebagai berikut.

1. Kelelahan: 14 persen

2. Kehilangan rasa atau bau: 12 persen

3. Sesak napas: 9 persen

4. Batuk terus-menerus: 6 persen

5. Sakit kepala: 3 persen

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Kemenristek: Indonesia Sebentar Lagi Punya Alat Deteksi Covid-19 Melalui Napas

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved