Wuhan Kini Kembali Meriah Di Saat Negara Lain Sedang Berjuang Menghadapi Virus Covid-19

Sempat babak belur digebuk Covid-19, masyarakat kota Wuhan di China sudah mulai bisa berpesta lagi.

Editor: Eviera Paramita Sandi
STR via AFP
Foto tertanggal 15 Agustus 2020 menunjukkan orang-orang menonton pertunjukan musik sambil bermain air di Wuhan, Provinsi Hubei, China 

TRIBUN-BALI.COM -  Kondisi Wuhan beberapa bulan lalu pasti masih terngiang di ingatan banyak orang, 

Wuhan merupakan kota di China yang pertama kali dikabarkan seorang warganya terinfeksi Covid-19.

Saat itu kondisi Wuhan teramat genting, sehingga terpaksa lockdown.

Wuhan bak kota mati.

Warga tak ada yang berani keluar, terpaksa berkurung di dalam rumah.

Baca juga: Viral Video Ribuan Paket Bansos Covid-19 Terbengkalai di Gudang, Polisi Langsung Selidiki 

Namun, kini wajah Wuhan sudah berbeda.

Sempat babak belur digebuk Covid-19, masyarakat kota Wuhan di China sudah mulai bisa berpesta lagi.

Dikutip Tribunmedan.com dari Kompas.com, hampir setahun jutaan orang dikarantina pada awal pandemi Covid-19, melansir Daily Mail pada Minggu (20/12/2020) lalu.

Kehidupan malam di kota, yang menjadi tempat awal terdeteksinya virus corona itu, kembali berjalan normal setelah hampir tujuh bulan Wuhan mencabut aturan lockdown yang ketat.

Wuhan disegel oleh pemerintah China demi mencegah penyebran virus corona ke luar kota dan dunia.
Wuhan disegel oleh pemerintah China demi mencegah penyebran virus corona ke luar kota dan dunia. (scmp.com)

Penduduk muda Wuhan belakangan ini sudah bisa menjelajahi malam di tengah kerumunan orang, makan makanan jalanan, dan memadati kelab malam kota untuk mengganti waktu yang hilang.

Pemandangan yang tak terbayangkan di banyak kota di seluruh dunia yang terguncang karena peningkatan infeksi pandemi.

Dalam foto-foto dari kehidupan malam kota, hanya sedikit orang yang terlihat mengenakan masker, dan menjaga jarak.

Semua aturan itu terlihat seperti sudah tertinggal di masa lalu.

Kebangkitan ekonomi kehidupan malam kota yang terpukul keras menawarkan gambaran sekilas tentang gaya hidup pasca-pandemi.

Me

Pekerja rumah duka mengambil jenazah seorang penduduk, yang dilaporkan meninggal karena novel coronavirus (2019-nCoV) di rumah, di luar gedung tempat tinggal di Wuhan, di provinsi Hubei, Tiongkok tengah, 01 Februari 2020
Pekerja rumah duka mengambil jenazah seorang penduduk, yang dilaporkan meninggal karena novel coronavirus (2019-nCoV) di rumah, di luar gedung tempat tinggal di Wuhan, di provinsi Hubei, Tiongkok tengah, 01 Februari 2020 (EPA-EFE/YUAN ZHENG CHINA OUT)

mperlihatkan pemandangan yang banyak orang harapkan akan menjadi kenyataan pada 2021, setelah peluncuran global vaksin Covid-19.

Wuhan belum melaporkan kasus baru penularan Covid-19 lokal sejak 10 Mei, setelah menjalani salah satu lockdown terketat di dunia.

Kota berpenduduk 11 juta itu ditutup dari seluruh China dalam penguncian semalaman mulai 23 Januari.

Jalan masuk ditutup, sementara pesawat, kereta api dan bus dilarang memasuki kota.

Hampir 3.900 dari 4.634 kematian akibat Covid-19 di China terjadi di kota industri ini.

Penguncian Wuhan hanya berlangsung 76 hari, berakhir pada awal April ketika sebagian besar dunia berada di hari-hari tergelap pandemi.

Beberapa pelajar, musisi, artis, dan pekerja muda, tulang punggung kehidupan malam kota, menceritakan kisah-kisah tentang terjebak di rumah mereka selama berbulan-bulan.

Banyak yang menggunakan kesempatan itu untuk mempersiapkan diri ketika kota akan pulih.

“Beberapa musik baru saya pasti tentang waktu pandemi,'' kata Wang Xinghao, vokalis band pop rock Wuhan Mad Rat, yang berhasil memenuhi arena musik lokal dengan lebih dari 100 orang baru-baru ini.

Dia mengatakan salah satu lagu baru terinspirasi oleh waktu tiga bulan yang dia habiskan tinggal di dekat ibunya.

Di aula bir Wuhan yang padat, Zhang Qiong menghapus kue ulang tahun dari wajahnya setelah perang makanan dengan teman-temannya.

“Setelah mengalami gelombang pertama epidemi di Wuhan dan kemudian pembebasan, saya merasa seperti menjalani kehidupan kedua, '' kata Zhang, 29 tahun, yang bekerja di toko tekstil di kota China tengah yang merupakan pusat pertama Covid-19.

Seorang wanita mengenakan masker wajah berjalan di sepanjang jalan di Wuhan, di provinsi Hubei tengah China, 1 April 2020.

Banyak yang mengatakan berakhirnya penguncian telah menginspirasi perkumpulan massa yang lebih besar.

“Selama masa epidemi, Wuhan benar-benar kota yang mati,” kata penggemar musik rock Yi Yi setelah pertunjukan.

“Sekarang semua orang keluar untuk makan dan bersenang-senang. Saya tidak berpikir ada banyak orang sebelum epidemi.”

Terlepas dari suasana malam yang berkembang pesat, pemilik bisnis dan restoran di Wuhan mengatakan masih butuh waktu sebelum lonjakan omset menutup kerugian besar selama lockdown.

Meskipun China telah dikritik karena diduga menutupi virus yang terjadi pada akhir 2019, China juga mendapat pujian atas cara mereka menangani pandemi.

Negara itu mengambil langkah yang tepat dalam penanganan wabah, termasuk dengan sistem respons epidemi terpusat yang digunakan dalam menangani SARS pada 2002.

Negara itu menerapkan lockdown yang sangat keras. Penduduk Wuhan dipaksa untuk tinggal di rumah mulai Januari, dan semua toko non-esensial tutup selama berbulan-bulan.

Negara juga menggunakan pengenalan wajah dan kamera CCTV untuk mengidentifikasi orang-orang yang meninggalkan rumah. Pengeras suara juga digunakan untuk meneriaki orang-orang yang melanggar peraturan.

Faktor penting lainnya adalah hanya tiga persen orang lanjut usia di China yang tinggal di panti jompo.

Fasilitas tersebut telah menjadi sarang virus di banyak negara di seluruh dunia, tetapi orang tua di China biasanya tinggal bersama keluarga mereka.

Artinya, lebih sedikit penularan di antara orang-orang yang rentan.

China dengan cepat menegakkan tindakan kejamnya, memberlakukan lockdown yang menangguhkan semua transportasi umum di Wuhan, mendirikan 14.000 pos pemeriksaan kesehatan di stasiun transportasi di seluruh negeri, menutup sekolah, dan meminimalkan pergerakan.

Setahun setelah pandemi, yang telah menewaskan lebih dari 1,6 juta orang dan menginfeksi lebih dari 73 juta secara global, pertanyaan tentang dari mana virus itu berasal dan bagaimana pertama kali menular ke manusia masih menjadi misteri.

Diumumkan pada Rabu (16/12/2020) bahwa para ilmuwan Badan Kesehatan Dunia (WHO) akan melakukan perjalanan ke Wuhan pada bulan Januari.

Mereka akan menyelidiki asal-usul Covid-19 setelah berbulan-bulan bernegosiasi dengan China untuk mendapatkan akses.

Para ilmuwan awalnya percaya bahwa virus melompat dari hewan ke manusia, di pasar yang menjual hewan eksotis untuk daging di kota Wuhan, tempat virus itu pertama kali terdeteksi akhir tahun lalu.

Tetapi para ahli sekarang berpikir pasar mungkin bukan asal wabah, melainkan tempat di mana itu diperkuat.

Secara luas diasumsikan bahwa virus awalnya berasal dari kelelawar, tetapi inang hewan perantara yang menularkannya antara kelelawar dan manusia tetap tidak diketahui. (*)

Artikel ini sudah tayang di Kompas.com dengan judul: Wuhan yang Dulu Merana karena Virus Corona, Kini Meriah dengan Pesta

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved