WIKI BALI

Tahun Baru Imlek

Perayaan tahun baru imlek dimulai pada hari pertama bulan pertama di penanggalan Tionghoa dan berakhir dengan Cap Go Meh pada tanggal ke-15 (pada saat

Editor: Noviana Windri
Tribun Bali/Rizal Fanany
Seorang umat memercikkan tirta ke sejumlah barongsai dalam perayaan menyambut Hari Raya Imlek 2567 di Vihara Dharmayana Kuta, Badung, Minggu (7/2/2016). 

Pada butir Pasal 4 disebutkan, Tahun Baru Imlek, Ceng Beng (berziarah dan membersihkan makam leluhur), dan hari lahir dan wafatnya Khonghucu sebagai hari libur.

Pada masa Orde Baru, etnis Tionghoa mengalami kekangan dari pemerintah.

Presiden Soeharto mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) No.14/1967 tentang Pembatasan Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Tiongkok.

Inpres tersebut menetapkan bahwa seluruh upacara agama, kepercayaan dan adat istiadat Tionghoa hanya boleh dirayakan di lingkungan keluarga dan dalam ruangan tertutup.

Dengan dikeluarkannya Inpres tersebut, seluruh perayaan tradisi dan keagamaan etnis Tionghoa termasuk Tahun Baru Imlek, Cap Go Meh, dan sebagainya dilarang dirayakan secara terbuka.

Termasuk tarian Barongsai dan Liong dilarang dipertunjukkan pada publik.

Inpres ini bertujuan mengeliminasi secara sistematis identitas, kebudayaan dan adat istiadat etnis Tionghoa.

Kebijakan represif itu diberlakukan lantaran Orde Baru khawatir munculnya kembali benih-benih komunis melalui etnis Tionghoa.

Selain instruksi, ditetapkan pula Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor 06 Tahun 1967 dan Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi Nomor 286/KP/XII/1978 yang isinya menganjurkan WNI keturunan yang masih menggunakan tiga nama untuk menggantinya dengan nama Indonesia sebagai upaya asimilasi.

Kebijakan itu didukung dengan Lembaga Pembina Kesatuan Bangsa (LPKB) yang mengarahkan etnis Tionghoa mau melupakan dan tidak menggunakan lagi nama Tionghoa.

Mereka juga dianjurkan menikah dengan penduduk setempat, menanggalkan bahasa, agama, kepercayaan, dan adat istiadat Tionghoa dalam kehidupan sehari-hari.

Kebijakan diskriminatif itu yang mengukuhkan sentimen "anti Cina" dalam kehidupan bermasyarakat.

Puncaknya, terjadi ketika tragedi Trisakti tahun 1998.

Kala itu, banyak warga Tionghoa yang eksodus ke luar negeri, dijarah harta bendanya, bahkan tak sedikit perempuan Tionghoa yang diperkosa dan dibunuh.

Berbeda dengan ketika Gus Dur diangkat menjadi presiden ke-4, Gus Dur membuka kebebasan beragama bagi masyarakat Tionghoa dengan menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 19/2001 pada tanggal 9 April 2001 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur fakultatif (hanya berlaku bagi mereka yang merayakannya).

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved