Pasien Penyakit Ginjal Boleh Divaksin, Belum Diizinkan untuk Ibu Hamil
Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PB PAPDI) kembali menerbitkan surat rekomendasi kriteria penerima vaksin Covid
TRIBUN-BALI.COM, JAKARTA - Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PB PAPDI) kembali menerbitkan surat rekomendasi kriteria penerima vaksin Covid-19.
Dari lampiran yang diterima Tribun, surat tertanggal 5 Maret 2021 itu memberikan rekomendasi bagi para pasien penyakit ginjal kronis, geriatri, dan kardiovaskular untuk mendapatkan vaksinasi Covid-19 (CoronaVac).
Rekomendasi ini diajukan PAPDI kepada Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI).
Rekomendasi diterbitkan sehubungan dengan program vaksinasi Covid-19 yang kini menjangkau lansia dan petugas publik.
Baca juga: Usai Jalani Vaksinasi, 14 Pegawai Kantor Perizinan Kota Blitar Malah Positif Covid-19, Awalnya Demam
Baca juga: Prajuru Desa Adat se-Badung Diminta Data Pedagang di Pasar untuk Percepatan Vaksinasi Covid-19
Baca juga: Setelah Menerima Suntikan Dosis Pertama, Dalai Lama Mengajak Semua Orang Mau Divaksin
Ketua PAPDI dr Sally A Nasution, dalam suratnya bernomor 2272/PB PAPDI/U/III/2021 menjelaskan, berbagai saran dan masukan diterima dari pelaksanaan vaksinasi.
Berdasarkan hal tersebut Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) memberikan beberapa tambahan dan revisi rekomendasi vaksinasi Covid-19.
Rekomendasi disusun mempertimbangkan upaya mencapai herd immunity (kekebalan kelompok) pada poulasi Indonesia untuk memutus transmisi Covid-19 sehingga diperlukan cakupan vaksinasi yang luas.
Kedua, kesepakatan para ahli mengenai keamanan dan manfaat vaksinasi.
Selain itu bukti ilmiah yang terus berkembang terkait dengan pelaksanaan vaksinasi Covid-19 pada penyakit dan kondisi tertentu khususnya penyakit ginjal kronis, geriatri dan kardiovaskular.
Dalam surat itu disebutkan bagi individu dengan gangguan ginjal, maka kelayakan vaksinasi sesuai dengan rekomendasi berikut.
a. PGK (Penyakit Ginjal Kronik) non dialisis dan dialisis. Layak diberikan vaksin Covid-19 dalam kondisi stabil secara klinis. Alasannya karena risiko infeksi yang tinggi dan risiko mortalitas serta morbiditas yang sangat tinggi pada populasi ini bila terinfeksi Covid-19.
Kriteria stabil meliputi pasien tidak sedang mengalami komplikasi akut terkait PGK, atau tidak dalam kondisi klinis lain dimana dalam penilaian dokter yang merawat tidak layak untuk menjalani vaksinasi.
b. PGK (Penyakit Ginjal Kronik ) dialisis (hemodialisis dan dialisis peritoneal). Layak diberikan vaksin Covid-19 dalam kondisi stabil secara klinis. Alasannya, risiko infeksi yang tinggi dan risiko mortalitas serta morbiditas yang sangat tinggi pada populasi ini bila terinfeksi Covd-19.
Kriteria stabil meliputi pasien tidak sedang mengalami komplikasi akut terkait PGK, atau tidak dalam kondisi klinis lain dimana dalam penilaian dokter yang merawat tidak layak untuk menjalani vaksinasi.
c. Transplantasi ginjal. Layak divaksinasi. Pasien resipien transplantasi ginjal yang mendapatkan imunosupresan dosis maintenance dan dalam kondisi stabil secara klinis layak diberikan vaksin Covid-19 mengingat risiko infeksi yang tinggi dan risiko mortalitas dan morbiditas yang sangat tinggi pada populasi ini bila terinfeksi Covid-19.
Pasien resipien transplantasi ginjal yang sedang dalam kondisi rejeksi atau masih mengkonsumsi imunosupresan dosis induksi dinilai belum layak untuk menjalani vaksinasi Covid-19.
Kedua, untuk populasi lanjut usia (lansia), kelayakan vaksinasi Covid-19 tetap ditentukan oleh kriteria frailty/RAPUH.
Jika nilai RAPUH > 2, maka individu tersebut belum layak untuk vaksinasi. Jika ragu dengan nilai dari individu lansia tersebut, maka dapat dikonsulkan ke dokter ahli di bidangnya (Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Geriatri (SpPD-KGer) atau Spesialis Penyakit Dalam Umum (SpPD) khususnya di lokasi yang tidak memiliki konsultan geriatri.
Ketiga, penggunaan obat-obatan statin dan clopidogrel tidak berhubungan dengan pembentukan antibodi pasca vaksinasi Covid-19.
Individu yang konsumsi statin dan/atau clopidogrel selama masih memenuhi kriteria kelayakan vaksinasi Covid-19 sesuai rekomendasi PAPDI dapat diberikan vaksinasi Covid-19.
Menyambut Baik
Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI), Tony Richard Samosir menyambut baik rekomendasi dari Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bagi para pasien penyakit ginjal kronik, geriatri, dan kardiovaskular untuk mendapatkan vaksinasi Covid-19 dalam kondisi tertentu.
Baginya rekomendasi ini adalah sebuah penantian dan harapan yang ditunggu para pasien dengan penyakit ginjal di seluruh Indonesia.
Baik pasien yang belum atau sedang menjalani dialisis sampai pasien yang melakukan transplantasi ginjal.
“Dengan adanya rekomendasi yang baik ini akan meredakan kegelisahan para pasien cuci darah di Indonesia yang dihantui rasa cemas akan infeksi virus yang semakin sulit terkontrol,” kata Tony dalam keterangan yang diterima Tribun, Minggu 7 Maret 2021.
Meskipun telah direkomendasikan, Tony meminta Kementerian Kesehatan segera merealisasikan rekomendasi vaksinasi untuk pasien penderita penyakit ginjal, melalui surat edaran dari Kemenkes.
"Diharapkan dengan ada surat resmi maka para pasien bisa lebih tenang dalam menjalani dialisis dan pemulihan penyakit pada saat pandemi Covid-19," kata Tony.
Ibu Hamil
Sampai saat ini vaksinasi Covid-19 belum direkomendasikan untuk ibu hamil.
Untuk ibu menyusui diperbolehkan selama tidak menimbulkan kontradiksi.
Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Obstetri dan Ginekolog Indonesia (PP POGI) Dr Ari Kusuma Januarto, SpOG(K)-Obginsos mengatakan data mengenai pengaruh imunogenitas kehamilan dan ibu menyusui terhadap vaksin Covid-19 masih terbatas, namun secara teoritis, kehamilan tidak mengubah efikasi suatu vaksin.
Meski demikian hal ini memerlukan penelitian lebih lanjut.
Berdasarkan data, terjadi transfer IgG dari ibu ke fetus sehingga bisa memberikan imunitas pasif pada neonatus.
"Hingga saat ini belum ada data ilmiah mengenai efektifitas maupun potensi bahaya pemberian vaksin Covid-19 untuk ibu hamil dan menyusui. Karena sesuai kelaziman pembuatan dan penelitian vaksin baru, maka golongan ibu hamil dan menyusui tidak dimasukkan pada penelitian fase 1, 2, dan 3, sehingga belum didapatkan data khusus ibu hamil dan menyusui terkait efektifitas vaksin maupun aspek keamanannya," ujar Ari Kusuma.
Coronavac/sinovac adalah vaksin inactivated, basis RNA virus; subunit protein; atau vektor virus, tidak dapat bereplikasi, dibandingkan vaksin lain dengan jenis yang sama (contoh : vaksin tetanus, difteri, influenza), secara umum vaksin jenis ini aman, dapat memberikan proteksi pasif untuk neonatus, dan tidak berhubungan dengan keguguran dan/atau kelainan kongenital.
Studi keamanan vaksin di Indonesia dan Turki tidak melibatkan ibu hamil sehingga belum ada data mengenai efek teratogenik.
Namun sejumlah badan dunia, organisasi profesi, lembaga kesehatan nasional maupun internasional terkait tentang vaksin Covid-19, yang memiliki reputasi terpercaya telah mengeluarkan rekomendasinya terkait vaksinasi pada ibu menyusui.
Di antaranya, Strategic advisory Group of Experts on Immunization (SAGE) dari World Health Organization (WHO) atau SAGE - WHO, Updated advice on COVID-19 vaccination in pregnancy and women who are breastfeeding dari Royal College of Obstetricians & Gynaecologists (RCOG), per tanggal 30 Desember 2020, Vaccinating Pregnant and Lactating Patients Against Covid-19 dari The American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) per tanggal 21 Desember 2020, Vaccination Consideration for People Who Are Pregnant or Breastfeeding dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) per tanggal 7 Januari 2021, serta Rekomendasi PAPDI tentang pemberian vaksinasi covid-19 (sinovac/inactivated pada pasien dengan penyakit penyerta/komorbid no. 2075/PB PAPDI/U/I/2021 tertanggal 17 Januari 2021.
Berdasarkan hal diatas maka POGI memberikan rekomendasi sebagai berikut.
Pertama, tenaga kesehatan garis terdepan menjadi prioritas menerima vaksinasi Covid-19.
Kedua, vaksinasi untuk ibu hamil sampai dengan sekarang belum direkomendasikan karena penelitian yang ada belum melibatkan ibu hamil, sedangkan ibu menyusui diperbolehkan divaksinasi sepanjang tidak ada kontraindikasi.
Ketiga, ibu hamil dan menyusui termasuk populasi rentan yang harus dlindungi dengan cara patuhi protokol 3M serta suami atau anggota keluarga dewasa di rumah segera divaksinasi.
Keempat, bagi perempuan yang berencana untuk mengikuti program kehamilan, disarankan untuk menunda dulu kehamilannya sampai mendapatkan vaksinasi Covid-19.
Penundaan program kehamilan dapat dilakukan paling lama 1 bulan (4 minggu) setelah mendapatkan vaksinasi terakhir Covid-19, untuk menghindari KIPI (Kejadian ikutan Pasca Imunisasi).
Kelima, bagi perempuan yang tengah melaksanakan vaksinasi lain, dan diharapkan dapat tercapai titer yang tinggi dalam waktu singkat, maka dianjurkan untuk menyelesaikan vaksinasinya terlebih dahulu, baru kemudian melaksanakan vaksinasi Covid-19.
Pemberian vaksin lain, selanjutnya yang bersifat boster dapat ditunda setelah pemberian vaksinasi Covid-19 selesai.
"POGI mendorong untuk dapat terlaksananya penelitian berbasis pelayanan yang melibatkan ibu hamil dan menyusui pada fase 3 terutama dari kalangan tenaga Kesehatan sebagaimana yang telah direkomendasikan oleh organisasi Kesehatan di dunia (FIGO dan WHO). Apalagi ibu hamil dan menyusui termasuk dalam kategori populasi yang rentan tertular virus ini," kata Ari Kusuma.
Meski demikian nanti ujar Ari, tidak menutup kemungkinan terdapat perubahan pada rekomendasi ini dalam perjalanannya, dikarenakan perkembangan yang dinamis dari Covid-19 dan ditemukan bukti-bukti ilmiah terbaru.
Hal ini sejalan dengan International Federation of Obstetrics and Gynecology (FIGO) yang telah memberikan penegasan secara kuat untuk mengikutsertakan ibu hamil dan menyusui pada fase 3 penelitian vaksin Covid-19 untuk seluruh produsen vaksin Covid-19.(tribun wetwork/rin/wly).