Begini Perlakuan Polisi Virtual Indonesia Terhadap Grup WA, Ada Penyadapan?
Bahkan sebuah akun WhatsApp (WA) juga mendapat teguran karena menggungah pesan melanggar UU ITE di sebuah grup WA.
TRIBUN-BALI.COM, JAKARTA - Polri telah meluncurkan virtual police sebagai pemantau aktivitas masyarakat yang berpotensi melanggar Undang-undang ITE di media sosial.
Sejak diluncurkan Kapolri sekitar dua pekan lalu, sejumlah akun telah diberi peringatan. Tak kurang 125 akun di Facebook, Instagram, Youtube, dan Twitter mendapat ’surat cinta’ dari polisi dunia maya itu.
Bahkan sebuah akun WhatsApp (WA) juga mendapat teguran karena menggungah pesan melanggar UU ITE di sebuah grup WA.
Terkait hal itu, masyarakat kini dilanda kekhawatiran virtual police akan masuk ke grup-grup Whatsapp melakukan pemantauan. Namun Polri membantah hal itu.
Baca juga: Virtual Police Sudah Tegur 12 Akun Medsos yang Berpotensi Langgar UU ITE
Baca juga: TERBARU SE Kapolri UU ITE, Tersangka yang Sudah Sadar dan Minta Maaf Kepada Korban Tidak Ditahan
Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri, Komisaris Besar Ahmad Ramadhan mengatakan, virtual police tidak melakukan pengawasan sampai ke ranah pribadi seperti WA.
Virtual Police tidak menyadap atau memantau percakapan di WA kecuali ada yang melakukan screenshoot dan mengadu.
”Proses penyelidikan dan penyidikan terkait konten WA yang berisi dugaan tindak pidana apabila Polri menerima laporan dari masyarakat,” kata Ahmad di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu 17 Maret 2021.
”Saya ulangi apabila Polri menerima laporan dari masyarakat dalam bentuk laporan screenshoot atau tangkapan layar dari salah satu anggota grup yang melaporkan akun yang memposting ujaran kebencian SARA," imbuh Ahmad.
Ahmad mengatakan, platform media WhatsApp atau WA merupakan area privat atau ranah pribadi. Karena itu virtual police tidak masuk ke ranah tersebut.
Polri hanya akan melakukan proses penyelidikan dan penyidikan terkait dengan konten WA yang berisi dugaan tindak pidana apabila menerima laporan dari masyarakat.
Dengan penjelasan ini Ahmad berharap masyarakat paham bahwa polisi tidak melakukan penyadapan hingga ke WhatsApp.
”Sehingga setelah saya sampaikan ini jangan sampai ada anggapan bahwa WA grup merupakan tujuan dari patroli siber atau virtual polisi," ujar dia.
Terkait beroperasinya virtual police ini, Polri merencanakan akan memberi badge awards kepada masyarakat yang aktif melaporkan konten yang diduga telah melanggar tindak pidana di media sosial ke pihak kepolisian.
Menurut Ahmad, badge awards ini adalah sebagai penghargaan kepada masyarakat yang turut membantu tugas kepolisian.
”Badge awards ini merupakan penghargaan. Jadi masyarakat membantu tugas-tugas Polri kemudian kita merespons dengan memberikan penghargaan kepada masyarakat yang membantu tugas Polri, khususnya tugas Direktorat Siber,” kata Ahmad.
Ahmad menuturkan ada dua jenis pengaduan yang bisa dilaporkan masyarakat untuk membantu tugas pihak kepolisian, yakni masyarakat membuat informasi terbuka di media sosial ataupun menyampaikan langsung kepada pihak kepolisian.
”Apakah dia memberikan informasi di internet atau di dunia maya ataupun memberikan informasi tentang kejahatan yang ada di internet, tapi langsung diberikan kepada Polri. Jadi ada dua, dia menyampaikan lewat internet dan kedua dia langsung ke Polri," jelas dia.
Usman Hamid kritik
Rencana pemberian badge awards itu dikritik oleh Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid. Ia menilai rencana itu berpotensi membuat masyarakat takut berpendapat.
Terlebih, revisi UU ITE belum masuk prioritas DPR. Sehingga warga yang mengungkapkan pendapatnya di media sosial akan terus berada di bawah ancaman pidana selama pasal-pasal karet di UU ITE belum direvisi.
”Jika pemberian badge awards benar-benar dilaksanakan, ini berpotensi membuat warga semakin takut mengungkapkan pendapat, terutama jika pendapatnya kritis terhadap seorang pejabat," kata Usman, Selasa 16 Maret 2021.
Usman menilai seharusnya pemerintah dan DPR mengutamakan pembebasan mereka yang dipenjara akibat terkena pasal-pasal karet UU ITE dan merevisi UU ITE.
Pemerintah dan DPR, kata Usman, seharusnya mengimbau instrumen negara antara lain polisi, untuk tidak melakukan upaya yang kontra-produktif.
”Rencana ini juga dapat memicu ketegangan dan konflik sosial. Yang kedua, kejadian penangkapan seperti yang menimpa warga Slawi dapat terulang lagi. Warga seharusnya tidak perlu takut pada ancaman hukuman pidana atau dipaksa untuk minta maaf hanya karena mengungkapkan pendapatnya secara damai," kata Usman.
Pemerintahan Presiden Jokowi, kata Usman, harus membuktikan pernyataannya terkait upaya memberi rasa keadilan kepada masyarakat terutama dalam menyampaikan pendapat, kritik atau ekspresi lainnya yang sah.
Meskipun pemerintah telah berulang kali mengaku ingin melindungi, kata Usman, belum terlihat langkah nyata dari pemerintah untuk membuktikan komitmen tersebut.
”Baru saja polisi menangkap warga Slawi karena dianggap menghina Wali Kota Solo, Gibran yang juga putra Presiden Jokowi di media sosial. Ini saja sudah menunjukkan betapa kian menyempitnya ruang kebebasan berpendapat dan berekspresi di Indonesia. Bagaimana jika ‘badge awards’ benar-benar dilakukan?" kata Usman.
Terkait kekhawatiran itu, Ahmad menyatakan pemberian badge awards masih dalam tahapan perencanaan.
”Saya sudah tanya tadi penyidik di Dirsiber mengenai penghargaan yang akan diberikan kepada masyarakat terkait informasi yang diberikan kepada Polri, itu masih dalam perencanaan. Sekali lagi, masih dalam perencanaan," kata Ahmad.
Polri, kata Ahmad, masih menggodok ukuran yang jelas perihal siapa yang berhak menerima badge awards.
"Masih akan diukur, nominasi apa yang akan diberikan kepada seseorang yang menerima badge awards. Jadi apakah mekanismenya nanti dari kualitas atau kuantitas dari pihak yang membantu Polri dalam hal ini Dittipidsiber," jelas dia.
Atas dasar itu ia meminta masyarakat tidak khawatir. ”Ini belum final, tapi memang sudah dalam tahap perencanaan. Pokoknya nanti badge award jadi berubah penghargaan yang akan diberikan oleh direktorat siber," tukas dia.(tribun network/igm/git/dod)