Berita Bali
IWM Keberatan, Didakwa Terkait Tindak Pidana Pencabulan di Bali
Oknum pendeta, I Wayan M (38) telah menjalani sidang perdananya di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar
Penulis: Putu Candra | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Oknum pendeta, I Wayan M (38) telah menjalani sidang perdananya di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Kamis 1 April 2021.
Ia menjalani sidang yang digelar secara online dan berlangsung tertutup untuk umum dari Polda Bali.
Oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU), terdakwa didakwa melakukan tindak pidana pencabulan.
Terhadap dakwaan JPU, terdakwa melalui tim penasihat hukumnya mengajukan eksepsi atau keberatan.
Baca juga: BREAKING NEWS Wayan M Jalani Sidang Online Kasus Pencabulan - Bukan Oknum Sulinggih Melainkan Bawati
Baca juga: Apa Perbedaan Bawati Dan Sulinggih? Berikut Penjelasannya
Baca juga: UPDATE Dugaan Pencabulan yang Dilakukan IWM, Ketua PHDI Bali: Oknum Itu Belum Sulinggih Tapi Bawati
"Intinya persidangan sudah berjalan agenda pembacaan dakwaan. Dari pihak terdakwa melalui penasihat hukumnya mengajukan eksepsi. Hak yang sama juga diberikan ke JPU mengajukan tanggapan atas eksepsi itu," jelas Juru Bicara PN Denpasar, I Gede Putra Astawa ditemui di ruangannya.
Dengan diajukannya eksepsi, sidang akan dilanjutkan Selasa pekan depan.
"Pembacaan nota keberatan dibacakan pada sidang yang kembali digelar 6 April 2021. Sidangnya nanti masih online," ungkap I Gede Putra Astawa yang juga hakim di PN Denpasar ini.
Juga dikatakan Putra Astawa, dalam persidangan terdakwa melalui tim penasihat hukum mengajukan permohonan pengalihan, penangguhan penahanan.
"Permohonan pengalihan penangguhan penahanan itu hak terdakwa. Status terdakwa saat ini masih ditahan di rutan Polda Bali. Terkait permohonan itu, nanti akan dipertimbangkan oleh majelis hakim. Apakah permohonan dikabulkan atau ditolak kewenangan ada di majelis hakim," paparnya.
Sementara JPU mendakwa terdakwa asal Tegalalang, Gianyar dengan dakwaan alternatif, yakni Pasal 289 KUHP tentang ancaman kekerasan, atau kekerasan, memaksa untuk perbuatan cabul, dengan ancaman pidana penjara maksimal 9 tahun.
Atau pasal 290ke-1e KUHP yaitu melakukan perbuatan cabul pada saat korban tidak berdaya dengan ancaman pidana 7 tahun, dan/atau melanggar kesusilaan Pasal 281 ke-1e KUHP.
Diberitakan sebelumnya, I Wayan M dilaporkan ke Polda Bali pada 9 Juli 2020 atas kasus dugaan pelecehan seksual terhadap korban KYD.
Korban diduga mendapat perlakukan cabul dari terdakwa saat melukat atau melakukan upacara spiritual pembersihan diri di Pura Campuhan Pakerisan, Tampaksiring, Gianyar, Bali, 4 Juli 2020 lalu.
Wayan M Jalani Sidang Online Kasus Pencabulan - Bukan Oknum Sulinggih Melainkan Bawati
Oknum pendeta, I Wayan M (38) akan menjalani sidang perdananya, Kamis, 1 April 2021.
I Wayan M dihadapkan sebagai terdakwa dalam perkara dugaan tindak pidana pancabulan.
Pria asal Tegalalang, Gianyar ini akan menjalani sidang dengan agenda pembacaan dakwaan dari tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang digelar secara online dan tertutup.
Lantaran sidang digelar tertutup, tidak ada pengamanan khusus terhadap terdakwa.
Namun pengamanan tetap dilakukan sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) seperti pada tahanan lainnya.
I Wayan M sendiri nantinya akan menjalani sidang dari ruang Polda Bali, karena saat pelimpahan tahap II, oleh JPU, terdakwa dititipkan penahanannya di Rutan Polda Bali.
"Sidangnya tertutup, jadi tidak ada pengamanan khusus. Tapi pengamanan tetap kami lakukan sesuai SOP. Nanti saat sidang ada pengawalan dari petugas kejaksaan dan dibantu petugas kepolisian," jelas Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Denpasar, I Wayan Eka Widanta, Kamis, 1 April 2021.
Jaksa asal Tulikup, Gianyar ini menyebutkan, akan ada tiga JPU yang menangani perkara ini.
Nantinya tim JPU akan bersidang online dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Denpasar. Majelis hakim di ruang sidang PN Denpasar.
"Secara teknis sidangnya sama dengan sidang perkara lainnya yang digelar online," papar Eka Widanta.
Terpisah, hal yang sama disampaikan juru bicara PN Denpasar, I Made Pasek terkait sidang yang digelar online dan tertutup. Ada 3 hakim yang telah ditetapkan menyidangkan perkara ini.
Majelis hakim yang akan menyidangkan perkara ini adalah, I Made Pasek selaku ketua hakim didampingi hakim anggota, Putu Gde Novyartha, dan Ida Ayu Nyoman Adnya Dewi.
Oknum pendeta di Bali, inisial I Wayan M (38) tersangka dugaan tindak pidana pencabulan usai menjalani pelimpahan tahap II di Kejaksaan Negeri (Kejari) Denpasar, Rabu, 24 Maret 2021. (Tribun Bali/Rizal Fanany)
Seperti diketahui, I Wayan M dilaporkan ke Polda Bali pada 9 Juli 2020 atas kasus dugaan pelecehan seksual terhadap korban KYD.
Wayan langsung ditahan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat dilakukan pelimpahan tahap II dari penyidik Polda Bali.
Ia diduga melakukan tindak pidana pencabulan saat melukat atau melakukan upacara spiritual pembersihan diri di Pura Campuhan Pakerisan, Tampaksiring, Gianyar, Bali, pada 4 Juli 2020 lalu.
Atas perbuatannya, I Wayan M dikenakan dakwaan alternatif. Yakni Pasal 289 KUHP tentang ancaman kekerasan, atau kekerasan, memaksa untuk perbuatan cabul, dengan ancaman pidana penjara maksimal 9 tahun.
Atau pasal 290 KUHP yaitu melakukan perbuatan cabul pada saat korban tidak berdaya dengan ancaman pidana 7 tahun, dan/atau melanggar kesusilaan Pasal 21 KUHP.
PHDI: Bukan Sulinggih, Tapi Bawati
Sebelumnya, Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali akhirnya angkat bicara terkait kasus yang menyeret oknum pemuka agama tersebut.
Ketua PHDI Bali, I Gusti Ngurah Sudiana memohon agar tidak membawa nama kesulinggihan ke dalam kasus ini.
Menurutnya, setelah dilakukan penelusuran, oknum tersebut ternyata bukan sulinggih melainkan seorang bawati.
“Dari pernyataan nabe oknum di Karangasem, bahwa oknum tersebut hanya sampai di pawintenan bawati. Tidak pernah madiksa menjadi sulinggih,” tegas Sudiana kepada media di Denpasar, Senin 29 Maret 2021.
Sudiana mengungkapkan, PHDI Bali terus berkoordinasi dengan PHDI Karangasem dan PHDI Gianyar terkait kasus yang melibatkan Wayan M.
Guru besar IHDN ini, cukup hati-hati memberikan komentar karena tidak ingin hal ini mencoreng nama kesulinggihan di Bali.
“Intinya tersangka ini belum berstatus sebagai sulinggih, baru hanya pawintenan bawati saja. Oleh karena itu, media dan aparat penegak hukum di dalam proses persidangan jangan mengatakan beliau sebagai sulinggih. Sesuai dengan BAP saja,” tegas profesor ini.
Apa Itu Bawati?
Lantas, apa perbedaan sulinggih dan bawati?
Menurut Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Putra Sara Shri Satya Jyoti, istilah bawati lebih banyak diketahui oleh maha warga Pasek.
"Tentang masalah Bawati yang paling tahu persis adalah dari maha warga Pasek, karena istilah Bawati lebih banyak dipakai oleh maha warga Pasek," jelas Ida Rsi kepada Tribun Bali, Rabu 31 Maret 2021.
Sedangkan dari pihak Brahmana (Ida Bagus), dan pihak Bhujangga tidak memakai istilah Bawati.
Ida Rsi menceritakan, dahulu kala sebelum istilah Bawati dikenal, istilah yang pakai adalah Jro Gede.
Namun kemudian istilah Jro Gede ditinggalkan dan kini dikenal dengan istilah Bawati.
"Bawati sendiri masih disebut Eka Jati. Adalah orang yang akan meningkatkan diri untuk menjadi sulinggih (dwijati) nantinya," sebut ida.
Sehingga apabila seorang Bawati madwijati barulah menjadi sulinggih.
Sebelum menjadi Bawati, biasanya diawali dengan menjadi Pinandita (pemangku).
"Ketika seorang pinandita ingin meningkatkan diri untuk menjadi sulinggih, maka dia akan terlebih dulu mencari calon Nabe, dan disana ia belajar tentang kesulinggihan," jelas Ida.
Setelah mantap lalu akan diupacarai atau diwinten bawati, maka ia akan disebut Bawati.
Seorang Bawati tidak memakai udeng atau ikat kepala, tetapi dia akan mengikat rambutnya (mepusung) yang disebut 'Anyondong' yaitu mengikat rambut dengan cara 'Mepusung' dan diletakkan di belakang.
Bawati akan selalu belajar tentang tata cara kesulinggihan. Sebelum akhirnya didiksa menjadi sulinggih.
Sementara sulinggih, disebut juga dwijati yang artinya orang yang lahir dua kali.
"Pertama kali lahir dari rahim ibu, dan kedua lahir dari hasil upacara podgala dari seorang babe yang melahirkan seorang sulinggih," ucap beliau.
Jadi Bawati, adalah seorang Ekajati yang telah disucikan melalui podgala pawintenan Bawati, untuk belajar memperdalam ilmu kesulinggihan.
Ida mengatakan, bahwa rambutnya tidak boleh di gelung atau prucut di atas, tetapi rambutnya di prucut di belakang agak ke bawah (Anyondong).
Sesana yang dilaksanakan masih sesana walaka, tetapi bertahap menuju sesana kesucian, dan belajar pada orang-orang yang nantinya ia pilih sebagai nabe. (can/ask)