Ribuan Rumah Rusak Akibat Gempa Malang, Struktur Bangunan yang Seperti Ini Penyebabnya
Bencana itu juga mengakibatkan 1.361 rumah rusak ringan, 845 rumah rusak sedang, dan 642 rumah rusak berat.
Penulis: Zaenal Nur Arifin | Editor: Eviera Paramita Sandi
TRIBUN BALI.COM - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut buruknya struktur bangunan menjadi salah satu penyebab banyaknya rumah dan bangunan yang rusak saat Gempa Malang 6,1 M.
Seperti diketahui, Gempa Bumi bermagnitudo 6,1 mengguncang Malang, Jawa Timur dan sekitarnya pada Sabtu 10 April 2021 lalu.
Musibah tersebut berdampak pada 15 kabupaten/kota di Jawa Timur, mulai dari Probolinggo hingga Ponorogo yang menyebabkan ribuan rumah dan ratusan fasilitas umum rusak
Menurut Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Senin (12 April 2021) sebanyak 179 fasilitas umum rusak karena gempa bumi.
Bencana itu juga mengakibatkan 1.361 rumah rusak ringan, 845 rumah rusak sedang, dan 642 rumah rusak berat.
"Dari hasil survey dan evaluasi di lapangan banyak ditemukan struktur bangunan yang tidak memenuhi persyaratan tahan gempa. Mayoritas bangunan tidak menggunakan struktur kolom pada bagian sudutnya," ungkap Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, dalam keterangannya di Malang, Rabu 14 April 2021.
Penyebab Kedua, lanjut Dwikorita, adalah kondisi batuan/tanah setempat.
Kerusakan banyak terjadi pada endapan alluvium dan endapan lahar gunung api.
Ketiga, kondisi topografi setempat yang berupa lereng lembah yang tersusun oleh tanah atau batuan dengan klasifikasi kerapatan tanah (densitas) sedang.
Dan terakhir keempat, adalah jarak terhadap pusat gempa.
"Ini temuan hasil survey Makroseismik dan Mikroseismik BMKG di Malang, Blitar, dan Lumajang. Salah satu titiknya yaitu di Desa Sumber Tangkil dan Desa Jogomulyan Kecamatan Tirtoyudo, Kabupaten Malang yang merupakan wilayah terparah terdampak gempa," ujarnya.
Lebih lanjut, Dwikorita mengatakan bahwa sebenarnya gempa tidak membunuh atau melukai.
Justru, kata dia, bangunanlah yang melukai bahkan membunuh manusia.
Maka dari itu, rumah atau bangunan perlu dipersiapkan dan direncanakan agar kuat dan tahan gempa.
"Potensi bahaya gempa bumi di Indonesia sangat besar, jadi harus diantisipasi dengan menerapkan building code dengan ketat dalam membangun struktur bangunan. Bangunan tahan gempa bumi wajib diberlakukan di daerah rawan gempa," tegasnya.
Sementara itu, Dwikorita menuturkan hasil survey yang dilakukan BMKG akan diserahkan kepada Pemda setempat sebagai bentuk peta mikrozonasi kerentanan gempabumi, yang selanjutnya menjadi dasar rekomendasi untuk rekonstruksi bangunan yg rusak/roboh agar dibangun pada zona dan standard bangunan yang tepat.(*)